Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Mengelola Perbedaan

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
08/9/2021 05:00
Mengelola Perbedaan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SUATU ketika, presiden terakhir Uni Soviet Mikhail Gorbachev ditanya tentang apa makna perdamaian. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 1990 itu menjawab, ”Perdamaian bukanlah persatuan dalam persamaan, melainkan persatuan dalam perbedaan.”

Lebih dari empat abad sebelum Gorbachev menyatakan itu, bangsa ini sudah mengenal semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu jua. Semboyan itu ditulis dalam kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular. Ia seorang pujangga Kerajaan Majapahit yang hidup di abad ke-14. Semboyan itu terus hidup hingga kini, hampir 500 tahun kemudian.

Pesan penting dari Mpu Tantular hingga Mikhail Gorbachev sama: perdamaian mensyaratkan persatuan, persatuan meniscayakan pengakuan terhadap perbedaan. Tanpa toleransi, persatuan dan perdamaian berhenti menjadi slogan. Sesimpel itu.

Namun, yang simpel itu ternyata rumit dalam pelaksanaannya. Semboyan boleh berusia lima abad, tapi toleransi dalam tindakan selalu dikeluhkan. Masih kerap terjadi sikap intoleransi di sana-sini. Bahkan sering sikap-sikap itu dimaafkan, alih-alih diperangi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi berarti bersifat atau bersikap menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian (pendapat, pandangan kepercayaan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Namun, itu toleransi dalam definisi, dalam kamus. Di alam nyata, sikap itu masih jauh panggang dari api. Perusakan tempat ibadah jemaat Ahmadiyah di Balai Gana, Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pekan lalu, ialah buktinya.

Lebih dari seratus orang tak dikenal terlibat aksi yang kerap berulang itu. Para pengikut Ahmadiyah dipersekusi atas dasar keyakinan berbeda. Celakanya, aparat negara di wilayah kejadian aksi intoleransi itu tak cukup kuat memberikan perlindungan. Dengan dalih menghadirkan 'harmoni', mereka lembek menegakkan hukum.

Harmoni kerap disalahartikan, dengan cukup memberikan rasa nyaman kepada yang banyak, tapi membiarkan yang sedikit terus-menerus dicekam ketakutan. Cara mengelola perbedaan tidak kunjung naik kelas. Perbedaan tidak dicarikan titik temunya melalui dialog, tapi diselesaikan dengan kekerasan.

Setara Institute, sebuah lembaga penelitian dan advokasi demokrasi, mencatat sejak 2007 kasus intoleransi menjadi persoalan terbesar pada level negara. Penelitian Setara menunjukkan dalam kurun lima tahun terakhir terdapat lebih dari 1.000 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Memang sudah ada upaya perbaikan, tapi dampaknya belum signifikan.

Apalagi, serangkaian pelanggaran itu banyak diikuti dengan tindakan seperti menghalang-halangi penikmatan hak konstitusional setiap warga untuk beragama dan beribadah. Tidak jarang pula alat negara justru ambil bagian dalam penghalang-halangan hak konstitusional warganya itu.

Temuan itu menunjukkan toleransi belum dijalankan secara ikhlas sebagai conditio sine qua non (unsur penting) bagi terciptanya kerukunan dan perdamaian. Padahal, sebagai bangsa religius, kita kerap diajari agama tentang keutamaan toleransi. Ia bagian tidak terpisahkan dari ukuran religiositas pemeluknya.

Dalam Islam, misalnya, ada ajaran tasamuh, alias toleransi, yang mesti dipraktikkan dalam kehidupan. Bahkan, toleransi merupakan salah satu di antara sekian ajaran inti Islam. Toleransi sejajar dengan ajaran fundamental yang lain, seperti kasih sayang (rahmah), kebijaksanaan (hikmah), kemaslahatan universal (al-maslahah al-ammah), dan keadilan (al 'adli). Karena prinsip-prinsip tersebut fundamental, sudah semestinya ia menjadi praktik nyata dalam kehidupan.

Menjadi toleran ialah membiarkan atau membolehkan orang lain menjadi diri mereka sendiri. Toleran itu menghargai orang lain, dengan menghargai asal usul dan latar belakang mereka. Toleransi mengundang dialog untuk mengomunikasikan adanya saling pengakuan.

Begitulah gambaran toleransi dalam bentuknya yang solid. Berbeda itu menyatukan, bukan saling meniadakan. Sesimpel itu semestinya perbedaan kita kelola. Namun, nyatanya, kok, ruwet banget, ya.



Berita Lainnya
  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

  • Wahabi Lingkungan

    18/6/2025 05:00

    SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.

  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.