Headline
IKN bisa menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur.
SADIS dan kurang ajar kiranya itulah korona. Sadis karena dia, tanpa banyak cingcong, tak lama kemudian mencabut nyawa orang yang terpapar. Tidak banyak cingcong, yakni dalam makna yang terinfeksi dibikinnya bahkan bisa menderita tanpa gejala.
Dia juga kurang ajar terhadap presiden. Bayangkan presiden dipaksanya untuk mengambil keputusan kepublikan yang umurnya hanya enam hari.
Di hari keenam itu, pada pukul 7 malam, orang mulai menanti keputusan kepublikan yang separuh mengandung rasa ingin tahu, separuh lagi mengandung kecemasan. Itulah yang juga terjadi tadi malam.
'Menanti keputusan Jokowi soal PPKM level 4' disuarakan sebuah media online 10 jam sebelum pukul 7 malam itu. 'Nasib PPKM level 4 diputuskan malam ini', dilansir 29 menit sebelum pukul 7 malam. Namun, perkiraan meleset karena pukul 7 tadi malam ditengarai rapat kabinet baru selesai.
Terjadi perubahan. Yang mengumumkan keputusan bukan pula Presiden Jokowi, melainkan tiga menteri Luhut B Pandjaitan, Airlangga Hartarto, dan Budi Gunadi Sadikin. Menteri yang pertama komandan Jawa-Bali, yang kedua komandan luar Jawa-Bali, yang ketiga menteri kesehatan.
Pemerintah kembali memperpanjang kebijakan PPKM level 4. Berita gembira, 26 kota/kabupaten turun dari level 4 ke level 3. Berita seksi, mal di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya dibuka, tapi hanya 25% kapasitas. Hanya yang sudah divaksin yang boleh ke mal dan mematuhi dengan ketat protokol kesehatan. Umur di bawah 12 tahun dan 70 tahun ke atas dilarang ke mal. Saya 68, sudah divaksin, boleh ngopi-ngopi cantik di mal. Akan tetapi, saya batalkan niat itu karena tidak boleh bawa cucu. Mereka 'belum cukup umur'.
Selebihnya ialah kembali penekanan disiplin menjalankan protokol kesehatan. Sebuah perkara besar karena sejujurnya kebanyakan dari kita baru belajar berdisiplin dipaksa korona yang sadis dan kurang ajar itu. Umur pembelajaran itu baru 15 bulan, dimulai awal Maret 2020, sejak kasus covid-19 pertama ditemukan di negeri ini. Padahal, inilah belajar 'seumur hidup', tak hanya sepanjang umur pandemi korona. Bila di masa depan yang tidak terduga terjadi malapetaka pandemi, kita sebagai bangsa tidak lagi kembali ke titik nol yang harus lagi belajar pentingnya mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
Disiplin ialah sikap. Kiranya perlu dicanangkan bahwa di masa pandemi ini, sikap ialah segalanya. Attitude is everything.
Yang rada aneh dari penjelasan pemerintah semalam ialah perihal kematian. Jenderal Luhut membahasakannya mengeluarkan indikator kematian karena menimbulkan distorsi dalam penilaian.
Angka kematian kiranya ukuran paling valid tentang keberhasilan sebuah kebijakan kepublikan menghadapi pandemi. Timbulnya distorsi penilaian disebabkan data 'kemarin' mengenai kematian kiranya cukuplah kali ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan indikator kematian.
Tingkat kematian di dunia terdata pada 9 Agustus 2021, pukul 14.18 GMT, ialah 2,12%. Tingkat kematian di Britania Raya (UK), negara penganut kebijakan lockdown, ialah 2,15%. Dia berada di sekitar angka kedukaan dunia.
Namun, di Swedia, penganut tercapainya kekebalan komunal secara alami, tingkat kematiannya 1,32%, jauh di bawah tingkat kematian di dunia.
Pada hari dan jam yang sama Worldometers mencatat tingkat kematian Indonesia 2,94%. Bukan hal yang menggembirakan karena di atas tingkat kematian di dunia, tetapi juga bukan kenyataan yang buruk bagi suatu negara yang mengambil kebijakan di tengah-tengah, di antara Swedia dan Britania Raya, yang serentak melaksanakan kebijakan prokesehatan publik dan prokesehatan ekonomi.
Bandingkanlah dengan Meksiko; kendati jumlah kasus lebih rendah, tingkat kematian 8,22%, hampir empat kali tingkat kematian dunia.
Pertimbangan manusia ialah pertimbangan yang mudah terkena dua perkara, yaitu bias dan noise. Prasangka dan gaduh. Itu kata ahli. Tidak mudah bagi pemerintah untuk menarik keputusan mereka. Juga tidak mudah untuk mengumumkan keputusan yang kemajuannya terbatas. Kendati sebuah keputusan diambil setelah melalui pengkajian kepublikan 360 derajat, keputusan itu kiranya tetap mudah kena kegaduhan.
Suatu hari di masa pandemi, Presiden Meksiko Manuel Lopez Obrador dikritik. Di dalam kunjungan kerjanya dia tetap cipika cipiki, seakan tiada pandemi di negerinya. Sikap ialah segalanya tak ditunjukkan sang presiden. Dia patut menuai kegaduhan. Sebaliknya, kita di sini. Prokes tak lekang dari Presiden Jokowi. Orang menunggu dia sendiri berbaju batik mengumumkan keadaan bertambah baik ataupun bertambah buruk akibat ulah kita yang tidak berdisiplin dan ulah korona yang sadis dan kurang ajar. Namun, kenapa bukan Presiden yang tampil semalam?
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved