Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
‘PELATIH saya keturunan Tionghoa tulen asal Solo. Pasangan saya di lapangan keturunan Papua-Blitar. Saya orang Minahasa tulen ada Tionghoa dikit. Kalau bukan Indonesia yang mempersatukan kami, kami tidak akan pernah bisa bersatu’.
Begitu cicitan akun @greyspolii milik atlet bulu tangkis kita, Greysia Polii. Menteri BUMN Erick Thohir mengunggahnya di grup aplikasi pertukaran pesan yang saya ikuti. Ketika itu, perbincangan di grup dipenuhi perayaan atas kesuksesan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu meraih medali emas cabang bulu tangkis di Olimpiade Tokyo 2020.
Cicitan itu kiranya kicauan lama, ketika Greysia Polii berpasangan dengan Krishinda Maheswari. Ayah Krishinda pesepak bola asal Papua Panus Korwa dan ibunya berasal dari Blitar, Jawa Timur.
Cicitan lama Greysia kiranya masih relevan ditampilkan ketika kini dia berpasangan dengan Apriyani Rahayu. Apriyani lahir di Lawulo, Sulawesi Tenggara. Greysia dan Apriyani berbeda agama. Pasangan Greysia-Apriyani plus pelatih mereka tak kurang warna-warninya,
sama-sama Indonesia, jika dibandingkan dengan pasangan Greysia-Krishinda dan pelatih mereka.
Mereka tak mempersoalkan suku, agama, atau latar belakang seluruh anggota tim. Itulah yang membuat tim bulu tangkis kita solid dan tangguh hingga berkali-kali mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Bulu tangkis kiranya olahraga paling Indonesia sejak dahulu kala. Disebut paling Indonesia karena kita tidak mempersoalkan latar belakang para pemain atau pelatih yang dianggap ‘bukan Indonesia asli’ alias nonpribumi. Ketika di bidang lain kalangan Tionghoa ‘dianaktirikan’, di lapangan bulu tangkis mereka kiranya ‘dianakemaskan’.
Kita tidak mempersoalkan asal-usul Rudi Hartono, Alan Budikusumah, Susy Susanti, dan kawan-kawan, serupa kita tak mempertanyakan latar belakang Icuk Sugiarto, Ricky Subagja, atau Richard Mainaky. Kita bahkan menyebut Susy Susanti orang Tasikmalaya, Jawa Barat, bukan orang Tionghoa.
Negara bahkan membiarkan beberapa di antara mereka memakai nama Tionghoa seperti Liem Swie King atau Tjun Tjun. Padahal, Orde Lama, juga dalam tingkat tertentu Orde Baru, mengharuskan orang-orang Tionghoa mengganti nama Tionghoa mereka dengan nama Indonesia.
Sejak dulu pemain, pelatih, dan ofisial bulu tangkis kita bersatu di bawah bendera Indonesia. Sejak dulu Indonesia mempersatukan mereka. Sejak dulu pula tim bulu tangkis kita mempersatukan Indonesia.
Kini Indonesia mempersatukan Greysia-Apriyani. Greysia-Apriyani juga mempersatukan Indonesia. Bila Gisella Anastasia, Maria Vania, dan Tante Erni dikatakan artis pemersatu bangsa, Greysia-Apriyani-lah atlet pemersatu sesungguhnya bangsa kita. Gisel, Maria Vania, dan Tante Erni kiranya cuma pemersatu bangsa laki-laki. GreysiaApriyani pemersatu bangsa seluruhnya, seutuhnya.
Lihatlah bagaimana warganet yang biasanya bersengketa pendapat dalam segala hal, tiba-tiba bersepaham, bersatu. Mereka membagikan gambar ilustrasi menampilkan pasangan Greysia/Apriyani. Mereka memberikan ucapan selamat. Mereka bangga menyaksikan merah putih berkibar diiringi lagu Indonesia Raya berkumandang di arena Olimpiade Tokyo 2020. Mereka juga berucap ‘Alhamdulillah, ya Allah’.
Bisa dikatakan hampir semua grup aplikasi pertukaran pesan yang saya bergabung di dalamnya merayakan kemenangan Greysia/Apriyani. Padahal, di beberapa grup di antaranya, banyak peserta yang doyan nyinyir, menyalahkan pemerintah, meremehkan Indonesia, mempersoalkan Tiongkok, dan segala yang beraroma Tiongkok.
Ironis rasanya bila di era Reformasi ini masih ada yang mempersoalkan asal-usul kita. Ajaib kiranya bila di era demokratisasi kini masih ada yang mempersoalkan latar belakang kita. Bila ada yang masih doyan mempersoalkan latar belakang, kita sebut saja mereka orangorang terbelakang.
Pantaslah bila Presiden Jokowi ber-video call dengan Greysia/Apriyani. Presiden melakukan itu kiranya bukan cuma karena mereka meraih medali emas di Olimpiade, melainkan juga karena mereka telah mempersatukan bangsa. Sebagai pemersatu bangsa, prestasi mereka didaulat presiden dan rakyat Indonesia sebagai kado indah di Hari Ulang Tahun ke-76 Republik Indonesia.
Bila raihan medali emas Greysia/ Apriyani kado terindah peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, ia semestinya kita jadikan momentum memerdekakan diri kita dari rasialisme dan perpecahan, kita jadikan momentum memproklamasikan kembali persatuan Indonesia seraya mengukuhkannya.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved