Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SATU per satu sahabat, saudara, kerabat dekat, pergi tanpa kembali. Ratusan ribu nyawa anak bangsa melayang karena korona. Akan tetapi, empati belum sepenuhnya terjadi. Masih ada saja yang tak percaya bahwa virus berbahaya itu nyata.
Dalam beragam kanal media sosial saya masih kerap menyaksikan para covidiot (istilah yang saya pinjam dari Editorial Media Indonesia untuk menyebut para penyangkal covid-19) memproduksi, mengirim, dan mengedarkan kabar palsu soal covid-19. Produksi dan penyebaran informasi palsu itu makin masif saat ada pengetatan kebijakan terkait dengan korona.
Dalam beragam pesan palsu itu, para covidiot ada yang menyebutkan covid-19 ini konspirasi Yahudi dan Tiongkok. Ada pula yang menuduh pemerintah telah berbuat zalim karena mengungkung rakyatnya.
Sebagai bangsa, kita seperti sedang mengonfirmasi telaah Gunnar Myrdal lima dasawarsa silam. Lewat bukunya Asian Drama: An Inquiry into the Poverty of Nation, ekonom Swedia peraih Nobel itu menyebut bangsa yang sukar maju umumnya karena ‘tenggelamnya’ etos kerja.
Etos rendah tersebut, kata Myrdal, terjadi karena banyak hal. Namun, ada beberapa yang menggambarkan persis seperti yang terjadi di negeri ini: disiplin rendah, kerap irasional dalam mengambil keputusan dan tindakan, tidak tulus dan tidak saling percaya, tidak mampu bekerja sama, dan tak ada visi jauh ke depan.
Beragam survei pada awal tahun ini menunjukkan betapa disiplin dan saling percaya masih teramat mahal di negeri ini. Hasil survei Parameter Politik Indonesia, misalnya, menunjukkan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan dalam mencegah virus covid-19 baru sebesar 54,8%. Kondisi tersebut dinilai terjadi karena masyarakat semakin jenuh dan kurang peduli dengan pandemi korona.
Secara rinci, survei pasa Februari 2021 itu menjabarkan responden yang sering memakai masker saat ke luar rumah mencapai 59,4%. Sebanyak 37,4% responden jarang menggunakan masker ketika keluar rumah. Sebanyak 60,6% responden mengaku sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Namun, ada 36,9% responden yang jarang melakukannya.
Dari 1.200 responden, yang menyatakan sering menjaga jarak saat beraktivitas di luar rumah hanya 33,1%. Sebanyak 63,8% responden mengaku jarang menjaga jarak ketika beraktivitas di luar rumah.
Pada saat bersamaan, Satuan Tugas Penanganan covid-19 mencatat masih ada 79 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepatuhan memakai masker di bawah 60%. Sebanyak
75 kabupaten/kota tercatat memiliki tingkat kepatuhan memakai masker di rentang 61%-75%. Sebanyak 144 kabupaten/kota memiliki tingkat kepatuhan memakai masker sebesar 76%-90%, sedangkan 106 kabupaten/kota memiliki tingkat kepatuhan memakai masker sebesar 91%-100%.
Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memaparkan masyarakat baru disiplin bila ada sanksi dan tindakan yang dipertegas. Bukan karena kesadaran. Hal itu diakui 46% responden DKI Jakarta dan 45,5% responden DI Yogyakarta.
Kita ingin angka-angka itu bisa segera kita patahkan. Sayangnya, disiplin mematuhi protokol kesehatan masih seperti menegakkan benang basah. Susah setengah mati, bahkan sudah susah tiga per empat mati.
Kita tengah ‘memanen’ kepedihan akibat banyak menanam ketidakpedulian dan penyangkalan. Ledakan kasus varian delta virus korona membuat fasilitas kesehatan nyaris kolaps. Oksigen pun menjadi rebutan. Berdasarkan data PATH, Indonesia membutuhkan 868.202 meter kubik oksigen per hari hanya untuk pasien covid-19 hingga Kamis, 1 Juli 2021. Jumlah itu setara dengan lebih dari setengah kebutuhan oksigen Asia Tenggara.
Semua data, fakta, kondisi riil di lapangan sudah tersedia. Sekarang terserah kita: terus-menerus menabur informasi palsu bahwa covid-19 tidak berbahaya, atau setop menyangkal dan bekerja sama menaklukkan korona.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved