Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
SATU narasumber anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengatakan setiap bayi yang lahir di Indonesia langsung menanggung utang Rp13 juta. Dia mengatakan itu di acara bincang-bincang satu televisi di seputaran Pilpres 2019.
Saya yang waktu itu mewakili Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin di program bincang-bincang itu menjawab setiap bayi yang lahir di Indonesia punya aset Rp24 juta. Jika si bayi membayar utang yang Rp13 juta itu, asetnya masih tersisa Rp11 juta.
Anggota BPN itu kiranya tak menduga saya menjawab seperti itu. Ketika break, dia menyatakan kepada saya, dia tak akan mempersoalkan utang bila kelak ‘berdebat’ lagi dengan saya di televisi.
Perbincangan tentang utang seringkali tidaklah fair. Karena tidak fair, ia kiranya tidak pas bila dikatakan perbincangan, tetapi lebih berupa serangan. Ia semacam serangan politik ketakutan (politics of fears). Tidak menakut-nakuti perempuan Indonesia agar tidak melahirkan bayi, tetapi menakut-nakuti kita seolah Indonesia berada di tepi jurang kehancuran karena tak sanggup bayar utang.
Badan Pemeriksa Keuangan mewanti-wanti agar pemerintah lebih hati-hati mengelola utang yang sudah mencapai Rp6.500 triliun lebih. Besar utang pemerintah sudah melampaui sejumlah indikator berbagai lembaga internasional. BPK khawatir kemampuan pemerintah membayar utang di masa depan kian menurun.
BPK menilai rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah tembus 369% atau jauh di atas rekomendasi International Debt Relief (IDR). Padahal, standar IDR untuk rasio utang yang stabil berada di 92%-176%. Sementara itu, bila melihat rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF), itu berada di 90%-150%.
Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77% juga telah melampaui rekomendasi IMF sebesar 25%-35%. Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06% pun melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6%-6,8% dan rekomendasi IMF sebesar 7%-10%.
Apa yang disampaikan BPK tentu sebuah peringatan sangat baik bagi pemerintah. Pemerintah semestinya menyambut positif peringatan BPK itu. Pemerintah pantang menyepelekannya.
Celakanya, peringatan BPK itu menjadi semacam amunisi untuk ‘menyerang’ pemerintah. Serupa serangan di masa pilpres terhadap pemerintahan calon presiden petahana, respons sejumlah kalangan atas peringatan BPK itu berupa politik ketakutan akan utang.
Ada yang mengatakan kedaulatan Indonesia tergadaikan dan tersandera utang. Ada pula yang mengatakan Indonesia nyaris berada di dasar jurang.
Pun ada yang mengatakan akan ada yang dijadikan kambing hitam dalam soal utang, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ini sungguh satu imajinasi kepagian. Memangnya zaman dahulu ketika Sri Mulyani ‘dikambinghitamkan’ menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia dalam perkara Century?
Utang berbagai negara melonjak karena krisis ekonomi akibat pandemi covid-19. Menkeu Sri Mulyani mengatakan, di kawasan Asia rasio utang Filipina sebesar 37% naik menjadi 48,9% terhadap PDB, Thailand 41,1% menjadi 50,4%, Malaysia 57,2% menjadi 67,6%, Tiongkok 52,6% menjadi 61,7%, dan India 72,3% menjadi 89,3%.
Utang negara-negara maju bahkan juga melonjak. Sri Mulyani mencatat rasio utang Jepang naik dari 200% menjadi 266% terhadap PDB, Italia 134,8% menjadi 161,8%, Prancis 98,1% menjadi 118,7%, Inggris 85,4% ke 108%, Jerman 59,5% ke 73,3%, dan Amerika 100% menjadi 130%.
Bandingkan dengan rasio utang kita terhadap PDB yang 41,18% per April 2021. Rasio utang itu masih di bawah yang diatur dalam undang-undang, yakni sebesar 60% dari PDB.
Dengan menyampaikan perbandingan rasio utang Indonesia dengan sejumlah negara kiranya kita tidak hendak memohon permakluman. Kita tetap mendorong negara baik-baik dalam mengelola utang.
Kita hanya ingin siapa pun bersikap fair ketika memperbincangkan utang. Toh, utang itu digunakan untuk pemulihan kesehatan, pemulihan ekonomi, dan bantuan sosial selama pandemi yang ujung-ujungnya untuk rakyat juga. Tidak fair kiranya mereka nyinyir soal utang kendati mereka ikut menikmatinya.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved