Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani mungkin sudah amat bosan mesti terus-menerus menanggapi soal utang luar negeri Indonesia. Namun, apa boleh buat, tanggapan soal utang tidak mungkin disetop karena pernyataan dan pertanyaan ihwal hal itu akan selalu datang, baik secara periodik maupun secara sporadis.
Sudah berkali-kali Bu Menkeu menegaskan bahwa hampir tak ada negara di kolong langit ini yang steril dari utang. Negara-negara maju juga menutup defisit anggaran mereka dengan utang, baik utang domestik maupun yang ditarik dari luar negeri. Sri Mulyani beberapa waktu lalu mencontohkan Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Uni Eropa sebagai negara maju yang tak luput dari utang.
Saat bicara tentang Korea Selatan, Menkeu bahkan mengajak kita mengamati ‘drakor’ (drama Korea) di layar kaca maupun layar perak. Katanya, “Kalau kalian lihat film Korea (Selatan), kayaknya negaranya lebih kaya dari kita, kira-kira kekurangan uang enggak ya untuk belanja? Ya kekurangan banget, ya utang juga.”
Selain Korea Selatan, Menkeu juga mengungkapkan negara maju seperti Uni Eropa atau Uni Emirat Arab juga memiliki utang luar negeri yang tinggi. Dia pun mencontohkan masifnya pembangunan gedung pencakar langit, khususnya di jantung Uni Emirat Arab atau Dubai.
Saat membandingkan itu, Menkeu mengatakan, “Kalau kalian lihat Uni Emirat, kalau ke Dubai, kayaknya negaranya luar biasa, kotanya semua gedung pencakar langit. Kemudian Eropa, Prancis, Inggris, Spanyol, Italia. Kira-kira negara itu punya utang enggak? Pasti punya utang.”
Lembaga pemeringkat dunia, Fitch, Maret lalu, menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini. Fitch, dalam analisisnya, menyatakan bahwa tantangan tersebut, yaitu ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal atau utang luar negeri (ULN) yang masih tinggi.
Selain itu, lanjut Fitch, penerimaan pemerintah masih rendah, serta perkembangan sisi struktural seperti indikator tata kelola dan PDB per kapita yang masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain dengan peringkat yang sama. Fitch memasukkan Indonesia ke level investment grade, layak investasi.
Kalau yang menganalisis lembaga pemeringkat Fitch, layaklah kita jadikan alarm. Fitch sangat punya reputasi dan pemeringkatannya terhadap suatu negara menjadi barometer yang sangat layak dipercaya.
Namun, sebetulnya, dari sisi komposisi utang, Indonesia tergolong aman. Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) maksimal 60%. Rasio di bawah itu, berarti masih aman. Saat ini, rasio utang Indonesia terhadap PDB ‘baru’ 39,7%.
Negara, tentu tidak sembarangan dalam mengajukan utang. Selama tujuannya positif dan rasionya tidak melebihi PDB, utang dianggap masih terkendali. Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Februari 2021 sebesar US$422,6 miliar atau sekitar Rp6.169,96 triliun. Posisi ini meningkat 4,0% secara tahunan, lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan utang pada bulan sebelumnya yang 2,7% secara tahunan.
Peningkatan utang tersebut seiring dengan upaya penanganan dampak pandemi covid-19 sejak 2020 dan akselerasi program vaksinasi serta perlindungan sosial pada kuartal I/2021. Sementara itu, utang luar negeri swasta juga naik 3,4% secara tahunan jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 2,5% yoy.
Dengan demikian, BI mencatat rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB di kisaran 39,7% pada Februari 2021 (PDB Indonesia sekitar Rp16 ribu triliun). Korsel memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih tinggi, yakni 43,9%. Rasio utang Indonesia bahkan masih lebih rendah daripada rasio utang Malaysia.
Jadi, secara teori, posisi utang Indonesia relatif stabil. Kendati memang naik jika dibandingkan dengan rasio utang 2014 yang mencapai 30,56%. Namun, struktur utang luar negeri Indonesia juga masih sehat. Hal itu ditunjukkan utang Indonesia yang didominasi utang berjangka panjang, dengan porsi 89% dari total utang luar negeri.
Alhasil, tidak usah terlalu galau dengan jumlah utang luar negeri kita, walau tetap mesti waspada. Pemerintah juga tidak boleh baper jika ada pihak-pihak yang terus-menerus ‘menggoreng’ isu utang, asal bukan informasi pelintiran. Anggap saja itu vitamin yang menyehatkan. Teruslah memberikan literasi soal utang ini secara terbuka agar publik makin melek literasi.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved