Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
Adakah yang begitu idiotnya sampai berpikir ‘nenek moyang kita membangun mahakarya Borobudur dan Prambanan, sehingga sekarang kita pasti mampu membikin pusat teknologi dunia di Muntilan’? Saya mencoba mencari di google dengan kalimat ‘muntilan pusat teknologi dunia’ dan tidak menemukannya.
Saya melakukan itu setelah membaca tulisan Bre Redana di Kompas yangviral dan beredar di aplikasi pertukaran pesan yang saya ikuti. Dalam tulisan berjudul “Mengenang Pak Pandir,” Bre mencontohkan atau menganalogikan cara berpikir idiot lebih kurang begini: nenek moyang kita membangun mahakarya Borobudur dan Prambanan, oleh karenanya sekarang kita pasti mampu membikin pusat teknologi dunia di Muntilan.
Akan tetapi, sependek pengetahuan saya belum ada orang mengatakan itu atau berpikiran serupa itu. Mungkin Bre sekadar mencontohkan, memisalkan, mengandaikan. Kalau pun ada, saya kira konteksnya menyemangati.
Bre lalu mencontohkan keidiotan lain begini: mereka mengkritik pemerintah; mereka kadrun; mereka yang mengritik pemerintah adalah kadrun. Yang berpikir seperti ini saya kira ada bahkan banyak. Model pemikiran seperti ini sering dicontohkan dalam kuliah logika dan banyak menjadi soal ujian.
Bre kiranya menyetarakan contoh pertama dan contoh kedua, sama-sama idiot. Saya lebih suka menyebut keduanya, meminjam istilah Robert Arp, dkk, sebagai “bad arguments,” argumen buruk, ketimbang idiot. Menyebutnya argumen buruk ialah menyasar argumennya. Menyebutnya idiot menyasar orangnya. Dalam ilmu logika, menyasar orang disebut “ad
hominem” dan “ad hominem” termasuk “bad argument.”
Dulu kita sering menyebut mereka yang punya ‘keterbelakangan mental’ sebagai idiot. Kini kita menyebut mereka ‘berkebutuhan khusus.” Mungkin di balik sebutan ‘berkebutuhan khusus’ atau ‘argumen buruk’ terkandung eufimisme atau pelembutan. Namun, pelembutan semacam ini positif, mengandung penghormatan kepada sesama manusia. Bila kita mengatakan “pass away”, kita melakukan pelembutan untuk menunjukkan penghormatan kepada orang yang meninggal.
Holdier menyebut contoh seperti ‘Muntilan pusat teknologi dunia’ sebagai argumen buruk kategori “chronological snobbery”, gagah-gagahan kronologis. Kita biasa menyebut contoh tentang ‘kadrun’ sebagai argumen buruk kategori generalisasi atau stereotyping.
Generalisasi atau stereotip juga terkandung dalam pemikiran begini: mereka membela pemerintah; mereka adalah cebong; mereka yang membela pemerintah adalah cebong. Sayang, Bre tak menyebutkan contoh ini. Baiklah, saya menambahkan contoh ini di sini supaya berimbang meski dengan risiko disebut cebong oleh mereka yang berpikiran idiot dalam bahasa Bre atau oleh orang berargumen buruk dalam bahasa saya.
Bre juga mencontohkan sejumlah pemikiran pandir. Salah satunya begini: orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya. Saya tidak tahu mengapa menguji wawasan kebangsaan pegawai KPK disebut pandir. Di mana letak pandirnya?
Bre kiranya hendak mengatakan orang sudah babak belur mengejar koruptor tidak perlu-lah diuji wawasan kebangsaannya karena pastilah, yakinlah, wawasan kebangsaan mereka hebat. Ini argumen buruk, kira-kira sama buruknya dengan argumen ‘tak perlulah ditanya seorang dokter pastilah tidak merokok demi menjaga ksehatan karena dia semestinya paham betul merokok itu merusak kesehatan’; padahal, tidak sedikit dokter perokok.
Di balik pemikiran ‘orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya’ terkandung pemikiran lain, yakni ‘uji wawasan kebangsaan sekadar upaya menyingkirkan orang-orang hebat di KPK yang akan melemahkan KPK.’ Ini pemikiran, imajinasi, ilusi, narasi atau tuduhan yang sengaja diamplifikasi kepada masyarakat? Bila pemikiran, itu masuk kategori cerdas, buruk, idiot, atau pandir? Pemikiran seperti ini kiranya argumen buruk kategori “gagah-gagahan kronologis”: dulu waktu ada mereka, KPK gagah, dan kelak KPK lemah tanpa mereka.
Bre mengatakan kebodohan semacam ‘orang yang babak belur mengejar koruptor diuji wawasan kebangsaannya’ diamplifikasi secara konsisten oleh para influencer ke berbagai saluran media supaya masyarakat mendukungnya. Begitupun argumen buruk serupa ‘mereka yang babak belur mengejar koruptor tak perlu diuji wawasan kebangsannya’ diamplifikasi secara konsisten oleh para influencer ke berbagai saluran media agar rakyat mendukungnya. Bukankah mantan pimpinan KPK, presenter televisi, aktivis antikorupsi, guru besar, juga influencer?
UTANG sepertinya masih akan menjadi salah satu tulang punggung anggaran negara tahun depan.
ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved