Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
TERDAPAT julukan sehari-hari buat etnik-etnik yang ada di Kota Medan. Ada sebutan manipol (orang Mandailing polit, pelit), Aceh pungo (orang Aceh gila), Padang pancilok (orang Padang pencuri), Batak makan orang atau Batak tembak langsung (BTL), lagak Deli (orang Melayu berlagak), keling mabuk (orang Keling suka mabuk), Jakon (Jawa kontrak) atau Jadel (Jawa Deli), dan Cimed (Cina Medan).
Julukan atau sebutan itu bisa dikatakan rasialisme atau rasialisme kategori stereotipe. Stereotipe ialah generalisasi terhadap kelompok orang tertentu. Tentu ada orang Mandailing pelit, tetapi pasti tidak seluruhnya. Sebutan manipol jelas menggeneralisa si orang Mandailing atau Tapanuli Selatan pelit.
Akan tetapi, masyarakat Medan menganggap julukan atau sebutan itu biasa-biasa saja, bagian dari keseharian, dan candaan belaka. Julukan-julukan itu tidak lantas memantik orang untuk saling lapor ke polisi. Pun julukan dan sebutan itu tak sampai memicu konflik etnik dahsyat serupa yang terjadi di Maluku atau Kalimantan Selatan.
Bila kita periksa profil Wali Kota Medan sepanjang masa, sebagian besar beretnik Mandailing. Banyak pejabat di bawah wali kota juga beretnik Mandailing. Etnik Mandailing merepresentasikan dominasi primordial, yakni etnik asli Sumatra Utara, Batak, dan Islam. Dalam hal ini, etnik Mandailing tidak hanya mendominasi akses ke sumber kekuasaan, tetapi juga ke sumber ekonomi.
Dominasi orang Mandailing dalam jabatan di struktur Wali Kota Medan bisa disebut rasialisme dengan kategori etnosentrisme. Etnosentrisme ialah preferensi terhadap kelompok etnik tertentu.
Jika dibiarkan, etnosentrisme semacam itu bisa menghadirkan apa yang oleh Stewart disebut kesenjangan horizontal (horizontal inequality). Kesenjangan horizontal ialah kesenjangan yang terjadi di antara kelompok identitas etnik, agama, ras, dan gender. Meritokrasi mesti diutamakan untuk menghadang etnosentrisme ini. Meritokrasi memberikan peluang setara kepada orang dari berbagai etnik, agama, ras, dan gender untuk mendapat sumber kekuasaan dan ekonomi.
Ambroncius Nababan, Ketua Umum Pro-Jokowi-Amin, dianggap menyamakan Natalius Pigai, mantan komisioner Komnas HAM asal Papua, dengan, maaf, gorila. Ambroncius mengunggah gambar wajah Pigai bersisian dengan wajah gorila. Masyarakat Papua melaporkan Ambroncius ke polisi. Polisi menetapkannya sebagai tersangka.
Abu Janda juga dituduh rasialis. Dia menyebut kata ‘evolusi’ ketika menanggapi kritik Pigai terhadap vaksinasi. Charles Darwin dalam teori evolusi menyebut manusia ialah hasil evolusi monyet. Abu Janda juga dilaporkan ke polisi.
Aparat memaki mahasiswa asal Papua dengan sebutan ‘monyet’ di Surabaya, Jawa Timur. Makian itu memantik unjuk rasa masyarakat Papua yang berakhir dengan kerusuhan pada 2019.
Rasialisme terhadap Pigai dan orang Papua bisa dikategorikan stereotipe juga. Aparat, Ambroncius, dan Abu Janda dianggap menggeneralisasi etnik Papua yang berkulit hitam serupa, sekali lagi maaf, gorila atau monyet.
Rasialisme biasanya menimpa kalangan minoritas. Di Indonesia segala yang berhubungan dengan Tionghoa dan Tiongkok menghadapi
rasialisme dan diskriminasi. Tingkatnya sampai menolak berhubungan dengan segala yang berbau Tionghoa dan Tiongkok. Misalnya, ada penolakan terhadap vaksin Sinovac karena ia berasal dari Tiongkok. Rasialisme seperti itu masuk kategori miscegenation, yakni menolak hubungan dengan ras lain.
Masih ada orang dari sejumlah etnik di Indonesia yang menolak menikah dengan orang dari etnik lain. Orang Batak sebelum 1960-an, misalnya, enggan kawin dengan orang dari suku lain. Orang Batak paling tidak suka kepada orang Jawa yang dianggap tidak beradat. Itu termasuk rasialisme kategori miscegenation. Namun, setelah 1960-an, banyak orang Batak menikah dengan orang dari etnik lain, termasuk Jawa.
Bentuk rasialisme lain ialah xenophobia (xenofobia), ketakutan kepada orang asing atau orang dari kelompok etnik, ras, atau agama lain. Di Barat, dan dalam tingkat tertentu di Indonesia, berkembang islamofobia, ketakutan kepada muslim karena muslim dianggap teroris.
Prancis menganut yang disebut model universal untuk menghadang rasialisme. Model universal mengasumsikan seluruh warga negara punya hak setara sebagai individu, bukan kelompok. Prancis ingin membentuk color blind society, yakni masyarakat yang klasifikasi rasialnya tidak memengaruhi kesempatan seseorang.
Namun, model universal atau color blind society mendapat kritik. Kritiknya ialah ia menutup mata atas kenyataan manusia terdiri dari berbagai macam ras, etnik, dan agama. Itu menyebabkan kita lupa melakukan aksi afirmatif (affirmative action) untuk mengintegrasikan masyarakat.
Mendidik masyarakat sejak dini, sejak dalam keluarga, untuk menerima keberagaman kiranya menjadi model kultural untuk menghadang rasialisme. Penegakan hukum juga penting sebagai satu pendekatan struktural untuk menghadang rasialisme. Indonesia punya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik serta KUHP untuk menindak dan menghadang rasialisme.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved