Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kepemimpinan Regeneratif untuk Menyelamatkan Indonesia

Alpha Amirrachman Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Nonformal PP Muhammadiyah, pengajar di Fakultas Pendidikan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
18/6/2025 05:05
Kepemimpinan Regeneratif untuk Menyelamatkan Indonesia
(MI/Duta)

DI tengah krisis iklim yang kian nyata dan ketidakadilan sistemis terhadap perempuan yang terus menganga, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar kepemimpinan yang cerdas dan tegas. Indonesia membutuhkan kepemimpinan regeneratif--kepemimpinan yang mampu menghidupkan kembali nilai-nilai luhur, menyembuhkan luka sosial-ekologis, dan membangun masa depan yang berkelanjutan.

Perspektif feminisme Pancasila mampu menghadirkan kepemimpinan karakter tersebut. Feminisme yang membumi, merangkul kebinekaan, berpijak pada nilai ketuhanan dan kemanusiaan, serta berjuang demi keadilan sosial yang inklusif.

 

ENTITAS YANG TERLUKA: PEREMPUAN DAN ALAM

Perempuan dan lingkungan hidup adalah dua entitas yang selama ini dipinggirkan, dieksploitasi, dan dilemahkan oleh sistem yang patriarki dan ekstraktif. Izin-izin tambang terus dikeluarkan, bahkan di kawasan yang seharusnya dilindungi. Kasus penambangan nikel di Raja Ampat adalah sebuah ironi pembangunan: sebuah surga ekologis yang dirusak atas nama investasi.

Lebih parah lagi, legalitas kerusakan itu didukung oleh kebijakan negara, yaitu Keppres 41/2004 jo Keppres 3/2003, yang membuka ruang bagi industri tambang masuk ke hutan lindung dan pulau-pulau kecil. Ini bukan sekadar kesalahan teknokratis, melainkan sebuah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi dan kelestarian bumi pertiwi.

Di saat yang sama, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual pun menghadapi tembok sistemis. UU TPKS yang seharusnya menjadi tonggak perlindungan dalam implementasinya banyak mandek di kepolisian. Pelaporan kasus sering berujung pada reviktimisasi korban. Dari nasib alam dan perempuan, itu membuka mata kita bahwa negara belum sungguh hadir sebagai pelindung yang adil berbelas kasih dan berpihak kepada kehidupan.

Dari perspektif feminisme Pancasila, Indonesia membutuhkan pemimpin yang responsif terhadap isu perempuan dan alam sekaligus. Pemimpin yang membela hak perempuan, tapi juga serius menyembuhkan relasi manusia dengan sesama dan dengan alam. Kekuasaan untuk merawat, bukan menguasai atau: kepemimpinan yang melayani, bukan yang menghisap.

Kepemimpinan regeneratif adalah pendekatan kepemimpinan yang berfokus pada pemulihan, pembaruan, dan keberlanjutan kehidupan. Bukan tipe kepemimpinan yang sekadar mempertahankan atau mengeksploitasi, tetapi yang membangkitkan kehidupan secara sadar dan berkelanjutan.

Berbeda dengan kepemimpinan transaksional atau bahkan transformasional, kepemimpinan regeneratif bersandar pada prinsip keterhubungan, kehidupan, dan kesadaran ekologi serta spiritual. Ia juga mengakui bahwa sistem (organisasi, komunitas, planet) ialah makhluk hidup yang harus dirawat agar berkembang bersama.

Beberapa prinsip kepemimpinan regeneratif antara lain keterhubungan dengan alam dan kehidupan. Pemimpin regeneratif sadar bahwa manusia adalah bagian dari alam, bukan penguasanya. Tindakan manusia atas alam harus dengan memperhitungkan dampaknya terhadap ekosistem, generasi mendatang, dan keseimbangan hidup.

Kepemimpinan regeneratif juga menumbuhkan, bukan Menguras. Kepemimpinan ini tidak hanya mengejar hasil jangka pendek, tetapi juga menciptakan sistem kehidupan yang menopang tumbuhnya kualitas manusia, komunitas, dan ekosistem secara berkelanjutan. Karena itu, kebijakan penambangan misalnya, harus dalam koridor tidak merusak lingkungan dan menjamin pemulihan ekosistem yaitu berdasarkan prinsip pertambangan berkelanjutan (sustainable mining) dan keadilan ekologis.

Sesuai dengan prinsip ekologi pulau dan ketahanan iklim, wilayah hutan lindung dan pulau kecil harus dikeluarkan dari daftar wilayah yang bisa ditambang. Ada prinsip pokok yang bersifat universal, yaitu jangan menambang jika harus menghancurkan kehidupan. Prinsip ini bukan sekadar teknokratis, melainkan juga prinsip moral dan politis sehingga pelaksanaannya bersifat imperatif—bukan opsional.

 

KESADARAN DIRI DAN JIWA

Pemimpin regeneratif bekerja dari ruang batin yang selaras--emosi, hati, dan pikiran yang utuh. Mereka mengembangkan kapasitas untuk hadir sepenuhnya dan memimpin dari tempat kesadaran, bukan ego.

Pemimpin regeneratif juga akan mengembangkan kolaborasi alami dan Inklusif. Ia bukan mengontrol atau menakuti, melainkan memfasilitasi pertumbuhan bersama, merangkul keberagaman, dan menghidupkan potensi orang lain secara alami. Prinsip ini mengharuskan pelibatan penduduk lokal terutama perempuan karena mereka merupakan kelompok masyarakat yang paling terdampak.

Kepemimpinan regeneratif oleh karenanya akan menyentuh ranah sosial, budaya, dan spiritual, yaitu mengajak penyembuhan dari ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan struktural yang diwariskan sistem lama. Karena itu, skema rehabilitasi bukan saja untuk alam, tetapi juga bagi penduduk yang luka dan terpinggirkan

Jika disepakati, kepemimpinan regeneratif harus dimulai dengan memutus logika pertumbuhan ekonomi yang merusak dan menggantinya dengan model pembangunan berbasis keberlanjutan dan kearifan lokal. Karena itu, izin-izin tambang di kawasan hutan dan pulau kecil harus dicabut demi memulihkan ekosistem dan kehidupan masyarakat adat.

Presiden Prabowo sepatutnya mencabut Keppres 41/2004 jo Keppres 3/200, yang menjadi dasar legal bagi kerusakan sistemik di Raja Ampat. Tentu saja setelah pencabutan, harus ada dorongan untuk penegakan hukum karena dikhawatirkan perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan izin akan melanjutkan operasi secara ilegal karena tidak mau merugi.

Hampir sama dengan nasib alam, para penegak hukum harus mengintegrasikan pendekatan pro korban kekerasan seksual dan membangun sistem kepolisian yang sensitif gender. Ratusan kasus kekerasan seksual (KS) terhenti di kepolisian dengan berbagai alasan yang merugikan korban.

Presiden selanjutnya perlu mengangkat pemimpin-pemimpin di berbagai lapisan di bawahnya agar berorientasi sama. Mereka yang telah terbukti bekerja dengan kesadaran tinggi--yang selaras dengan nilai ketuhanan, cinta kasih, dan keadilan sosial harus dijadikan prioritas.

Sudah saatnya Indonesia keluar dari paradigma kepemimpinan lama yang mengeksploitasi sumber daya yang hanya memperkaya kelompok elite. Kita perlu bergerak dari ekstraksi menuju regenerasi. Dari kekuasaan yang merusak menuju kekuasaan yang menyembuhkan.

Perempuan tidak boleh terus-menerus menjadi korban. Alam tidak boleh terus-menerus menjadi objek. Keduanya harus menjadi subjek kehidupan: dihormati, dipulihkan, dan diberdayakan. Itu hanya mungkin jika kita membangun sistem politik, hukum, dan pemerintahan regeneratif--yang hidup dan menghidupkan.

Feminisme Pancasila bukan sekadar ideologi. Ia adalah jalan spiritual dan politik yang memadukan cinta kepada sesama dan cinta kepada bumi. Dari sinilah akan lahir pemimpin baru: bukan hanya efektif, melainkan juga memulihkan, memelihara, dan membangkitkan kehidupan.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya