Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Sepak Terjang Kapitalisme yang Menurun adalah Fasisme

Guntur Soekarno Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/pemerhati sosial/fotographer
19/6/2025 05:00
Sepak Terjang Kapitalisme yang Menurun adalah Fasisme
(MI/Seno)

JUDUL tulisan di atas ialah tesis Bung Karno mengenai perkembangan kapitalisme dalam garis hidupnya bila dalam situasi 'niedergang' (menurun). Sebaliknya dalam keadaan menaik atau 'aufstieg' maka politiknya ialah liberalisme, lebih tegasnya demokrasi liberal. Sehubungan dengan tesis tersebut di atas bagaimana kondisi di Indonesia pada saat ini?

Bukankah saat ini di Indonesia sudah bertumbuh kapitalis-kapitalis bahkan figur figur yang mempunyai dana (modal) hingga bermiliar-miliar rupiah; apakah tesis Bung Karno tersebut berlaku juga di Indonesia saat ini?

Kaum patriotik Sukarnois dengan tegas menyatakan bahwa tesis tersebut sepenuhnya berlaku, bahkan sedang berjalan di Indonesia!

Akan tetapi, dengan sedikit variasi dalam peristilahannya, yaitu dalam kondisi ekonomi Indonesia yang menurun, politik pemerintah akan bersifat tangan besi.

Sebaliknya bila kondisi perekonomian kita baik dalam pengertian surplus di bidang ekonomi, sepak terjang pemerintah akan liberal yang penuh dengan toleransi. Kondisi itu ternyata tecermin dalam rangka pameran Gelegar Foto Nusantara yang dilaksanakan pada 7 Juni sd 13 Juni 2025 di Galeri Nasional Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Dari hasil evaluasi setelah penutupan ternyata jumlah pemirsa yang hadir bervariasi antara kurang lebih 1.000 orang pada acara pembukaan kemudian menurun rata-rata 700 pengunjung per hari dan naik lagi layaknya pembukaan pada acara penutupan 13 Juni 2025. Mayoritas pembeli foto-foto menyasar foto-foto yang berharga jual di bawah Rp30 juta.

Beberapa ada yang berminat untuk membeli foto-foto dengan harga jual di atas Rp50 juta, yang terdiri dari foto-foto proklamator Bung Karno juga Bung Hatta. Namun, apa mau dikata, foto-foto tersebut tidak akan dijual penulis sebagai fotografernya mengingat sulitnya saat pengambilan foto dan sangat tingginya nilai sejarah foto-foto proklamator tersebut.

Bayangkan saja ada sebuah foto yang penulis ambil pada saat Bung Karno masih berada dalam 'karantina', istilah Orde Baru untuk memperhalus kata-kata 'tahanan politik' yang berlaku untuk Bung Karno saat itu.

Foto yang amat diminati pengunjung ialah foto proklamator Bung Hatta sedang bekerja di meja kerjanya karena foto tersebut disertai tanda tangan asli dari Bung Hatta.

Foto tersebut merupakan foto yang ditawar dengan harga tertinggi dari seluruh foto tokoh-tokoh yang ada. Untuk foto art modeling photography (foto model) ada sebuah foto close up dari sang model dengan penulis harus bersabar selama hampir setahun untuk pelaksanaan pemotretannya. Sudah barang tentu foto tersebut tidak akan penulis jual berapa pun harga penawarannya.

 

KENDALA PEMILIHAN FOTO

Hal lain yang perlu dipahami pembaca ialah adanya foto-foto yang dengan berat hati tidak dapat penulis pamerkan karena tidak lolos dari pilihan tim seleksi panitia.

Penulis sepenuhnya dapat memahami sikap mereka mengingat selain sebagai seorang fotografer, penulis juga seorang pemerhati sosial yang aktif di berbagai organisasi politik walaupun bukan di sebuah partai politik yang ada. Tugas tim seleksi ternyata cukup berat karena selain harus memikirkan dan 'memeras' jumlah foto-foto yang akan dipamerkan, dari 751 foto-foto yang siap pamer, harus dipilih +550 foto sesuai dengan kapasitas Hall A dan Hall B dari Galeri Nasional Indonesia.

 

GENERASI MUDA

Apa pun yang terjadi satu hal yang amat membesarkan hati penulis sebagai seorang patriotik Sukarnois ialah karena hampir 80% dari ribuan pengunjung yang hadir di pameran selama sepekan ialah dari kalangan generasi muda. Terbukti juga di dalam workshop yang digelar panitia sebanyak empat sesi dengan pembicara-pembicara tokoh-tokoh andal di bidang fotografi seperti Arbain Rambey, Andi Kusnaedi, Didit Chris, Firman Ichsan, dan Darwis Triadi ternyata peserta dari generasi muda cukup membludak dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendalam dan tajam mengenai fotografi.

Sebagai penutup, salah satu tujuan diadakan pameran foto Gelegar Foto Nusantara, selain memperingati Juni sebagai bulan Bung Karno, mencari dana yang akan digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan tanpa prosedur yang berbelit-belit seperti kalangan seniman, musikus, dan politikus. Begitulah sekilas evaluasi kilat dari pameran Gelegar Foto Nusantara yang baru lalu. Sampai jumpa di acara yang akan datang!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya