Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Habis Penyakit, Terbitlah Utang

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
26/9/2020 05:00
Habis Penyakit, Terbitlah Utang
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

JUDUL di atas ialah terjemahan bebas dari kalimat after the disease, the debt. Majalah The Economist menuliskan kata-kata itu pada sampul edisi 25 April-1 Mei 2020. Cukup alasan mengapa majalah terkemuka Inggris tersebut mengingatkan negara-negara di dunia akan mahalnya ongkos ekonomi akibat pandemi covid-19, bahkan sejak saat pandemi baru memasuki tahap dini lima bulan lalu.

Di tengah kondisi yang sangat suram, seluruh negara dan otoritas moneter harus memberikan obat pereda rasa sakit berupa stimulus agar krisis kemanusiaan dan ekonomi tidak semakin memburuk dan membuat kejatuhan ekonomi makin dalam. Triliunan dolar AS dipompa ke kocek masyarakat dan sistem keuangan untuk mengangkat daya beli masyarakat, mencegah kejatuhan harga aset keuangan, mencegah kebangkrutan dunia usaha, mencegah ledakan PHK, dan mencegah korban jiwa yang lebih besar.

Kemerosotan yang mencengangkan, tulis The Economist, dalam keuangan publik sedang berlangsung. Defi sit meningkat di seluruh negara maju karena pemerintah secara agresif melonggarkan dompet mereka sebagai tanggapan terhadap pandemi. Pemerintah AS, misalnya, akan mengalami defisit 15% dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini.

Angkanya akan naik jika lebih banyak stimulus diperlukan. Jepang, negara dengan ekonomi relatif stabil selama beberapa dekade, setali tiga uang. Mereka mulai mengalkulasi warisan mahal pagebluk ini. Apalagi, pada 2019 utang publik bruto Jepang sudah hampir 240% dari PDB. Walhasil, defisit akan kian menganga.

Di seluruh negara kaya, IMF mencatat utang pemerintah bruto akan naik US$6 triliun menjadi US$66 triliun pada akhir tahun ini. Itu berarti naik dari 105% PDB menjadi 122% PDB —peningkatan yang lebih besar daripada yang terlihat di tahun mana pun selama krisis keuangan global.

Mengelola utang kolosal seperti itu akan membebani masyarakat selama beberapa dekade mendatang. Bahkan, secara agak mengerikan The Economist melukiskannya dengan kalimat, ‘Jam utang nasional yang terus berdetak di dekat Times Square di New York telah memperingatkan Armageddon fi skal yang akan segera terjadi sejak 1989’. Lalu, apa kabar dengan Indonesia? Ternyata sama juga. Sembari menyatakan fakta pahit soal datangnya resesi ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan angka-angka defi sit yang terjadi, awal pekan ini.

Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mencapai Rp500,5 triliun hingga Agustus. Defisit terjadi karena penerimaan negara baru mencapai Rp1.034,1 triliun, padahal belanja negara sudah Rp1.534,7 triliun. Defisit anggaran itu setara dengan 3,05% PDB, atau telah mencapai 48,2% dari target defisit dalam Perpres 72 Tahun 2020 yang sebesar 6,34% dari PDB. Kenaikan defi sit yang sangat besar jika dibandingkan dengan defi sit pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp197,9 triliun.

Maka, persis seperti kalimat dalam sampul The Economist, defisit yang terus menganga harus ditambal dengan utang karena tak tersedia lagi jalan selain itu. Kemenkeu mencatat realisasi pembiayaan utang sudah Rp693,6 triliun hingga Agustus 2020. Pembiayaan utang dilakukan untuk menutup defisit anggaran Rp500,5 triliun.

Utang tersebut sudah mencapai 56,8% dari target dalam Perpres 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp1.220,5 triliun. Jumlahnya juga tumbuh 143,3% jika dibandingkan dengan utang pada periode yang sama tahun lalu. “Ini kenaikan luar biasa. Beban APBN kita luar biasa berat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi video di Jakarta, Selasa (22/9).

Tingkat utang memang menciptakan ketidakpastian jangka panjang, terutama terkait dengan bagaimana negara akan membayar pinjaman itu. Namun, dalam ekonomi modern tersedia rumus defi sit dan utang merupakan ‘kejahatan yang diperlukan’. Apalagi, untuk mengendalikan pandemi yang belum bisa dideteksi kapan akan berhenti.

Tanpa pelonggaran yang signifi kan dan dukungan fiskal, resesi bahkan bisa menjadi depresi. Otot-otot ekonomi bisa kian lunglai. Persendian ekonomi bisa makin kelu. Karena itu, senyampang masih bisa dijaga secara ketat, menambal defi sit dengan utang bukanlah barang haram, apalagi kiamat.

Jangan pula angka-angka di atas dijadikan amunisi untuk memainkan politisasi. Selama ini isu utang kerap jadi gorengan gurih para petualang dan peselancar politik untuk menggerus kepercayaan publik kepada pemerintah melalui cap ‘rezim utang’. Padahal, jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, rasio utang Indonesia masih jauh lebih rendah, di kisaran 30% dari PDB.

Kendati demikian, kepada pemerintah perlu selalu diingatkan untuk menjaga defi sit dan utang secara sangat ketat, sangat ketat, dan sangat ketat. Munculnya Perpres 72/2020 yang menyediakan akselerasi bagi penggunaan anggaran negara untuk penanganan covid-19 jangan pula dijadikan amunisi oknum pemburu rente untuk gegabah menggerojokkan anggaran minus pertanggungjawaban sebab akselerasi itu berpotensi menaikkan rasio utang kita menjadi 36% PDB.

Jangan sampai kita jatuh dalam perangkap seperti yang diingatkan ekonom Ludwig von Mises, “Apakah kita berusaha menyembuhkan penyakit saat ini dengan menabur benih penyakit yang jauh lebih besar untuk masa depan?” Tentu saja harus lantang dijawab: sangat tidak, sangat tidak, dan sangat tidak.



Berita Lainnya
  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik