Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Koalisi Tiga Magis Pilkada

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
23/7/2020 05:00
Koalisi Tiga Magis Pilkada
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KOALISI tiga partai dengan warna-warni ideologi menjadi kampiun Pilkada 2018. Itulah rujukan koalisi yang bisa dipakai jelang pendaftaran pasangan calon yang diusung partai politik dalam pilkada yang digelar pada 9 Desember.

Pendaftaran masih 43 hari lagi. Pendaftaran paslon dijadwalkan pada 4-6 September. Meski demikian, gelumat lobi-lobi koalisi sudah terasa. PDIP disebut-sebut ogah berkoalisi dengan Demokrat dan PKS. Alasannya, dua partai itu berada di luar pemerintahan. Demokrat pun menuding PDIP melupakan ajaran Soekarno yang mengedepankan politik gotong royong.

Sepanjang penyelenggaraan pilkada secara langsung, tidak ada koalisi permanen. Koalisi di level nasional tidak sampai ke daerah yang menggelar pilkada. Partaipartai yang berseteru di panggung nasional justru mengikat kemesraan di pilkada.

PKB, misalnya, menjalin koalisi dengan Demokrat di 30 dari 270 daerah yang menggelar pilkada pada 9 Desember. Demokrat dan Golkar juga sudah sepakat bangun koalisi di 33 daerah.

Gerindra yang berseteru dengan PDIP pada Pilpres 2019, setelah bersekutu dalam pemerintahan, kini menjalin banyak kerja sama dalam pilkada. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengakui bahwa partainya paling banyak berkoalisi di pilkada dengan partai besutan Megawati Soekarnoputri.

NasDem berkoalisi dengan 14 partai sebagai wujud kegotoroyongan politik. Target yang dicanangkan cukup tinggi, kemenangan 80% atau setara 110 daerah yang menggelar pilkada. Target NasDem lebih tinggi daripada PDIP dan Golkar yang mematok 60%.

Koalisi menjadi kebutuhan. Sebab, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Terus terang, pilkada itu antiteori. Fakta menunjukkan bahwa kemenangan dalam pemilu legislatif tidak berkorelasi dengan kemenangan dalam pilkada. Begitu banyak calon yang diusung partai pemenang pemilu legislatif bertekuk lutut dalam pilkada.

Analisis Moch Nurhasim dari Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia cukup menarik. Analisisnya berjudul Koalisi ‘Nano Nano’ Pilkada Serentak 2018 dimuat di Jurnal Penelitian Politik Desember 2018.

PDIP sebagai pemenang Pemilu 2014, hanya menang di empat atau 24% dari 17 provinsi yang menggelar Pilkada 2018. Golkar sebagai peraih suara terbanyak kedua pada Pemilu 2014, menang di 8 provinsi (47%). Gerindra justru berada di posisi buncit, hanya menang di 2 provinsi (12%), padahal partai itu meraih suara terbanyak ketiga dalam Pemilu 2014.

Juara dalam pemilihan gubernur 2018 ialah PAN, calon yang diusungnya dalam koalisi menang di 11 wilayah atau 65%. Meskipun perlu dicatat PAN bukan pengusung utamanya, jadi kemungkinan angka 65% itu pun manfaatnya bisa semu bagi PAN. Berikutnya ialah NasDem (59%) dan Hanura (53%).

Anomali lain dalam Pilkada 2018 ialah kemenangan tidak ditentukan jumlah partai berkoalisi. Faktanya ialah sembilan partai yang terhimpun dalam koalisi, hanya menang pada satu daerah, yaitu di Papua, itu pun yang diusung ialah petahana. Demikian pula dengan delapan partai dalam koalisi hanya menang di satu daerah, yaitu Maluku, yang merupakan koalisi dari Gerindra, PPP, PDIP, PAN, Hanura, PKB, PKPI, NasDem.

Koalisi tiga partai sebagai pemenang Pilkada 2018. Pemenang di Riau ialah koalisi PKS, PAN, dan NasDem; Sumsel koalisi PAN, NasDem, dan Hanura; Lampung koalisi Golkar, PKB, dan PAN; Kaltim koalisi PAN, Gerindra, dan PKS; Sulsel koalisi PDIP, PAN, dan PKS; serta NTT koalisi Hanura, Golkar, dan NasDem.

Berdasarkan data kemenangan Pilkada 2018 dapat disimpulkan bahwa daya magis pilkada ada di koalisi tiga partai dengan ragam warna ideologi. Pengalaman pilkada dua tahun lalu itu bisa dijadikan rujukan dalam membangun koalisi.

Kunci kemenangan tentu saja ada pada tingkat popularitas dan keterpilihan paslon yang didapat dari hasil survei. Memaksakan paslon dari atas tanpa melibatkan kehendak rakyat, sia-sia. Karena itulah partai menggunakan alat ukur hasil survei untuk berburu calon yang dipandang potensial memenangkan pilkada.

Mengusung calon dengan semata-mata pertimbangan anak petinggi negeri bukanlah kondisi ideal. Jika calon tidak sesuai aspirasi, rakyat yang sudah cerdas memberikan sanksi sosial dengan memenangkan kotak kosong dalam Pilkada 2018.

Petahana juga bukan lagi jaminan kemenangan meski ada 128 kepala daerah petahana yang memiliki tiket untuk maju kembali karena baru satu periode menjabat pada pilkada kali ini. Sebab, Pilkada 2018 menjadi kuburan petahana. Hanya 2 dari 12 petahana yang berhasil mempertahankan kursi gubernur/wakil gubernur.

Inilah pilkada terakhir sebelum digelar pilkada serentak nasional pada November 2024. Tidaklah berlebihan bila pilkada ini dijadikan batu loncatan pemenangan Pemilu 2024. Karena itu, cerdaslah membangun koalisi dengan belajar dari pengalaman Pilkada 2018 agar tidak gigit jari.

 



Berita Lainnya
  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.