Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Jangan Bunuh Diri

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
01/10/2019 05:10
Jangan Bunuh Diri
Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group(MI)

SEBAGAI sebuah daerah administrasi khusus, begitu banyak pujian yang diberikan kepada Hong Kong. ‘Negara kota’ itu terus tumbuh untuk menyejahterakan rakyatnya. Sejak masih menjadi bagian dari Inggris maupun kemudian menjadi bagian dari Tiongkok pada 1997, Hong Kong bisa tetap eksis sebagai sebuah daerah administrasi khusus yang mandiri.

Tiongkok pun dengan besar hati menempatkan Hong Kong sebagai sebuah wilayah yang otonom. Pemerintah Beijing mau menjalankan prinsip ‘satu negara, dua sistem’. Hong Kong dibiarkan menjadi ‘daerah’ demokratis di negara yang sentralistis.

Namun, masa-masa yang menyenangkan itu sekarang berada dalam bahaya. Unjuk rasa yang tidak berujung membuat Hong Kong menghadapi ketidakpastian. Semua orang lupa akan tujuan bernegara yang harus sama-sama diperjuangkan. Sudah lebih dari empat bulan negeri itu diisi oleh aksi-aksi demonstrasi.

Sekarang semua seperti lupa bahwa Hong Kong adalah kota perdagangan. Padahal semua bisa hidup dan makmur karena perdagangan bebas yang beratus-ratus tahun mereka jalani. Sekarang semua kegiatan itu nyaris berhenti karena tidak mungkin orang berdagang di tengah kekacauan.

Unjuk rasa yang semula hanya memprotes rancangan undang-undang ekstradisi bergerak semakin liar. Meski RUU itu diputuskan untuk dicabut, tuntutan terus berkembang, dari pencopotan kepala daerah administrasi khusus sampai kepada keinginan berpisah dari Tiongkok. Hong Kong seakan hendak bunuh diri.

Apa yang terjadi di Hong Kong harus menjadi pembelajaran bagi kita. Bahwa aksi demonstrasi jangan sampai merusak rumah besar kita. Kalau demokrasi hanya dipakai untuk sekadar kebebasan melakukan apa yang kita maui, sebenarnya kita sedang melakukan zero sum game.

Kita seharusnya mau belajar menjadi bangsa yang dewasa seperti bangsa Korea Selatan. Mereka membangun demokrasi dengan perjuangan yang sangat mahal. Namun, setelah gerakan prodemokrasi 1987, semua komponen bangsa bahu-membahu membangun negara sehingga menjadikan Korsel sebagai negara terdepan dalam penguasaan teknologi dan inovasi.

Setelah demokrasi dibangun, para mahasiswa kembali ke bangku kuliah untuk menimba ilmu. Para ilmuwan kembali ke laboratorium untuk melanjutkan riset. Tentara kembali ke barak untuk berlatih. Pegawai negeri kembali bekerja melayani rakyat.

Demokrasi pada akhirnya harus membawa bangsa itu untuk bekerja sebab kemajuan itu tidak akan terjadi dengan sendirinya. Harus ada kemauan keras dari semua pihak untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsanya.

Bangsa Korea bisa menjadi kekuatan ekonomi nomor 11 di dunia karena mereka bangsa yang mau bekerja keras. Samuel L Huntington bahkan menyebutkan bangsa Korea merupakan bangsa yang mampu membangun etos kerja yang tinggi, disip­lin, sehingga bisa menghasilkan produksi. Bahkan, produksi itu mereka reproduksi menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi.

Kita harus berani mengatakan, kita belum berhasil membangun etos kerja yang tinggi. Pada kita masih ada sikap untuk be­kerja sekadarnya saja. Bahkan, disiplin pun masih lemah. Namun, kita sudah ingin melompat menikmati gaya hidup, life style.

Setelah reformasi 1998 kita sepertinya terjebak kepada cara pandang bahwa yang hebat itu ialah yang berani berbicara. Semakin vokal suaranya dianggap yang sudah paling berjasa. Padahal yang hebat itu seharusnya yang bekerja keras.

Kita tentu tidak bisa membiarkan pandangan keliru itu terus berkembang sebab kita hidup di dunia yang semakin terbuka. Semua berlomba-lomba menjadi bangsa yang hebat. Bangsa yang hebat itu ialah bangsa yang paling keras kerjanya, paling produktif kinerjanya, paling maju membangun peradabannya.

Masih banyak pekerjaan rumah yang masih harus kita selesaikan. Paling utama ialah meningkatkan kualitas rata-rata pendidikan bangsa ini. Kita harus membukakan pandangan bahwa kehidupan ini tidak sekadar hitam dan putih. Dibutuhkan sikap bijak untuk mau mendengar pendapat yang lain dan mengelola perbedaan guna mencapai perbaikan bersama.

Kita harus ingat waktu untuk mencapai kemajuan itu semakin singkat. Setelah 2030 kita akan mengakhiri masa bonus demografi. Kalau pada waktu itu kita belum mencapai kesejahtera­an yang tinggi, kita akan menjadi bangsa yang tua sebelum kaya. Sebelum itu terlambat, jangan sia-siakan waktu yang tersisa ini untuk hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mengumbar kemarahan yang tidak berujung.



Berita Lainnya
  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik