Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
KETIKA massa berupaya masuk ke Gedung DPR dengan cara menjebol paksa pagar DPR, kira-kira apa yang mereka pikirkan. Izinkan saya berspekulasi.
Barangkali mereka berpikiran DPR ialah 'dewan pengkhianat rakyat'. Bukti pengkhianatan itu ialah disahkannya RUU KPK dan bakal disahkannya RKUHP (24/9).
Kendati masa jabatan anggota DPR hasil Pemilu 2014 masih lima hari lagi, yakni sebelum anggota DPR hasil Pemilu 2019 dilantik pada 1 Oktober 2019, mereka berpikiran anggota DPR itu tidak layak dan tidak patut lagi berada di Gedung DPR. Gedung itu harus diduduki, dibersihkan dari para pengkhianat.
Barangkali mereka berpikiran lebih jauh lagi. Mereka berkeras menduduki Gedung DPR agar anggota terpilih DPR tidak dapat dilantik pada 1 Oktober 2019. Mereka barangkali berpikiran Indonesia lebih baik tanpa parlemen ketimbang punya parlemen yang khianat.
Barangkali pikiran mereka tidak sejauh itu. Mereka berupaya menjebol paksa pagar DPR untuk menunjukkan bahwa mereka menyesali DPR mengesahkan RUU KPK dan sekaligus memberi peringatan keras agar DPR tidak mengesahkan RKUHP.
Mungkin masih ada jawaban barangkali lainnya. Barangkali mereka berpikiran menduduki Gedung DPR sedemikian rupa sehingga presiden dan wakil presiden terpilih tidak dapat dilantik pada 20 Oktober 2019.
Semua itu pikiran barangkali. Bukan hasil investigative reporting. Karena itu, biarlah tetap sebagai 'barangkali begitu', 'barangkali tidak begitu', yang ada di dalam pikiran mereka.
Akan tetapi, apa pun yang mereka pikirkan kiranya satu hal jelas bahwa kehebatan kita berdemokrasi belum sampai pada tahapan kehebatan kita berkonstitusi. Malah yang terjadi sebaliknya, kebebasan kita berekspresi dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri dan serentak dengan itu juga dapat menghancurkan konstitusi.
Saya, atau Anda, atau siapa pun boleh tidak suka dengan undang-undang (UU) yang dihasilkan DPR. Namun, kiranya itu bukan alasan untuk meniadakan kewenangan yang diberikan konstitusi kepada DPR untuk membuat UU. Tersedia checks and balances, jalan konstitusional untuk me-review UU. Bukankah sebaiknya kita percayakan kepada yang punya legal standing untuk membawanya ke MK?
Saya, atau Anda, atau siapa pun punya hak menyatakan pendapat tentang baik atau buruknya DPR hasil Pemilu 2014. Namun, kiranya kita tidak dapat tidak mengakui DPR hasil Pemilu 2019, lalu hendak menghalangi pelantikan 575 anggota DPR.
Jalan pikiran yang sama terhadap presiden dan wakil presiden terpilih. Saya, atau Anda, atau siapa pun tidak dapat tidak mengakui hasil Pilpres 2019. Juga tidak boleh menghalangi pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
Dalam hal itu ada dua kepatuhan yang penting dan perlu bersama 'kita' tegakkan. ('Kita', bukan lagi saya, atau Anda, atau siapa pun). Pertama, kepatuhan 'kita' kepada demokrasi (pileg dan pilpres). Kedua, kepatuhan 'kita' kepada konstitusi.
Berdemokrasi dan berkonstitusi ialah dua keluhuran 'kita' berbangsa dan bernegara. Perpaduan dua keluhuran itu bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan.
Terus terang saya tidak melihat perbuatan menjebol paksa pagar DPR sebagai perbuatan bermuatan hak-hak sipil. Malahan itu perbuatan sebagian dari diri anak bangsa ini untuk menceraikan dua keluhuran berdemokrasi dan berkonstitusi. Padahal dua perpaduan keluhuran itu seyogianya kita kawal dan tegakkan bersama.
Dalam 'keluhuran' terkandung makna 'kebesaran' dan 'kemuliaan'. Hemat saya, ke sanalah bersama kita melangkah.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved