Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
AKHIR pekan lalu mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Chappy Hakim meluncurkan buku terbaru yang berjudul FIR di Kepulauan Riau. Pesan yang ingin disampaikan, ada tiga flight information region (FIR) di wilayah Indonesia, yaitu Jakarta, Makassar, dan Kepulauan Riau. Namun, hanya dua FIR yang dikelola sendiri oleh Indonesia. Adapun FIR di Kepulauan Riau dikelola Singapura.
Mengapa bisa? Ternyata pada 1946, saat Indonesia baru merdeka dan Singapura belum menjadi sebuah negara, ada keputusan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) bahwa pengaturan lalu lintas penerbangan di kawasan Selat Malaka pengelolaannya diserahkan kepada Singapura.
Sekitar 50 tahun kemudian, ketika Indonesia dan Singapura sudah sama-sama menjadi negara yang berdaulat, dibuat perjanjian di antara kedua negara. Kesepakatan pada Perjanjian 1995, pengelolaan lalu lintas udara di kawasan itu tetap diserahkan kepada Singapura.
Apa konsekuensi perjanjian tersebut? Semua penerbangan baik sipil maupun militer yang akan melintasi kawasan tersebut harus meminta izin kepada pengelola lalu lintas udara di Singapura. Termasuk penerbangan di dalam wilayah Indonesia, ketika masuk FIR Singapura harus meminta izin kepada otoritas negara tetangga tersebut.
Menurut doktor hukum udara, Kolonel Supri Abu, Singapura memiliki otoritas penuh untuk mengatur lalu lintas pesawat yang ada di wilayah kedaulatan Indonesia, baik yang ada sekitar Kepulauan Riau maupun Sumatra. Bahkan Singapura kemudian menetapkan traditional training area untuk angkatan udara mereka yang sering kali masuk sampai 12 mil wilayah Indonesia.
Setelah 25 tahun perjanjian ditandatangani, apakah tidak saatnya perjanjian 1995 itu ditinjau kembali? Chappy Hakim berpendapat saatnya Indonesia seharusnya mengambil inisiatif untuk meminta perundingan kembali. Ada tiga alasan yang menguatkan hal tersebut. Pertama ialah adanya Undang-Undang Penerbangan Nomor 1/2009 yang memerintahkan kita mengelola wilayah udara kita sendiri.
Kedua, Presiden Joko Widodo pada 2015 sudah memerintahkan agar Indonesia mengambil alih pengelolaan lalu lintas udara di Kepulauan Riau. Ketiga, kemampuan infrastruktur dan sumber daya Indonesia sudah memadai untuk mengelola FIR di seluruh wilayah Indonesia.
Lalu apa yang menjadi penghambat kita tidak bisa meminta Singapura untuk merundingkan kembali perjanjian itu? Diplomat senior, Makarim Wibisono, menjelaskan bahwa secara teknis Indonesia mempunyai kemampuan diplomasi untuk meminta pengelolaan sendiri FIR di Kepulauan Riau. Namun, syaratnya, kita harus satu bahasa tentang keinginan kita untuk mengelola FIR di Kepulauan Riau tersebut.
Kesulitan yang sering dihadapi diplomat Indonesia ialah kita sendiri tidak pernah mempunyai satu bahasa tentang pengelolaan FIR di Kepulauan Riau tersebut. Kadang ada pejabat yang dengan tegas mengatakan pengelolaan FIR di Kepulauan Riau sebagai bagian dari kedaulatan negara, tetapi ada juga yang mengatakan itu sekadar masalah ekonomi yang tidak apa-apa dikelola Singapura sepanjang Indonesia bisa mendapatkan bagi hasil yang pantas.
Dua pandangan yang berbeda dari para pejabat Indonesia itu akhirnya dimanfaatkan Singapura. Mereka paham kondisi itu dan mencoba meng-entertain para pejabat yang prokepada kepentingan mereka. Singapura tidak perlu mengotori tangannya untuk mendapatkan tujuan yang mereka inginkan.
Kelemahan lain yang ada pada kita ialah sikap rendah diri. Termasuk pers Indonesia, menurut Makarim Wibisono, ikut memainkan peran. Pers di Indonesia senang untuk mengeksploitasi ketidakmampuan bangsanya sendiri. Pemberitaan negatif ini akhirnya dimanfaatkan negara lain ketika perundingan dilakukan, apalagi ketika melibatkan organisasi internasional.
Ketika kita hendak merayakan 74 tahun kemerdekaan, terasa ironis bahwa kita tidak memiliki rasa kebersamaan sebagai bangsa. Kita tidak pernah mau belajar bahwa penjajahan 350 tahun yang dilakukan Belanda disebabkan ketidakkompakan kita. Akibatnya mudah dijalankan politik devide et impera karena kita gampang diadu domba.
Chappy Hakim berpandangan, kuat dasar Indonesia untuk meminta pengelolaan FIR di Kepulauan Riau karena AirNav Indonesia kini sudah memiliki peralatan navigasi yang sama dengan Singapura. Kedua, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia pun memiliki peralatan yang mampu mendeteksi fenomena alam yang bisa berpengaruh terhadap keselamatan penerbangan.
Pengalaman Kamboja untuk mengelola sendiri FIR di wilayahnya merupakan contoh bahwa tidak ada yang sulit untuk melakukan perundingan kembali. Hanya dalam waktu dua tahun Kamboja bisa melepaskan diri dari FIR yang dikelola Thailand.
Sekarang tinggal terpulang kepada kita sebagai bangsa, apakah kita akan terus membiarkan pengelolaan lalu lintas udara di wilayah Kepulauan Riau tetap dikelola negara lain. Atau kita berunding baik-baik agar kita dan Singapura sama-sama mengelola FIR masing-masing.
Kemerdekaan yang sudah 74 tahun kita rasakan sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kita bangsa yang mampu mengelola negaranya sendiri. Seharusnya kita berani mengatakan, "No fear FIR." Kita tidak pernah akan bisa menjadi bangsa besar apabila tidak memiliki kepercayaan diri yang besar.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved