Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Elite

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
24/11/2017 05:31
Elite
(thinkstock)

"TUJUAN kita mendirikan negara adalah kebahagiaan sebesar-sebesarnya untuk semuanya, dan bukannya hanya untuk satu golongan mana pun." (Plato) Seorang pensiunan sebuah institusi negara yang kerap bertemu di acara jalan pagi bertanya seraya menepuk pundak saya, "Bagaimana elite Golkar menyikapi SN?

Bagaimana nasib SN setelah ditahan KPK? Adu kuat sudah dimulai, siapa yang akan menang antara JK dan LBP?" Saya tak segera menjawab. Yang dimaksud SN pastilah Setya Novanto, yang dimaksud JK pasti Jusuf Kalla, dan yang dimaksud LBP pastilah Luhut Binsar Pandjaitan.

Dalam kasus 'Papa Minta Saham' yang menghebohkan itu, JK mengkritisi 'si Papa' dan Luhut justru sebaliknya. "Kenapa mesti elite yang harus ditanya?" jawab saya balik bertanya. "Kenapa tidak rakyat pemilik kedaulatan yang ditanya, Pak? Soal Luhut yang pro-Setya dan JK yang justru mengkritik keras Setya, dari kasus 'Papa Minta Saham' hingga 'Papa menjadi Tersangka KPK', saya kira bagus.

Biar ada keseimbangan. Jangan lupa keduanya tokoh senior Golkar. Jangan lupa juga, politik perlu drama." "Karena penentunya memang elite, bukan rakyat. Rakyat kan dapat buih-buihnya saja. Kapan rakyat bisa sejahtera kalau elitenya tak berjiwa? Rakyat memilih, tapi penentu segala hal adalah elite.

Politik kan permainan elite, bukan permainan rakyat. Elite berkepentingan SN dipertahankan. Elite juga berkentingan SN dilepas. Karena di situ soal kesempatan," kata Pak Tua. Kami tak melanjutkan diskusi soal elite Golkar, SN, JK, dan LBP. Kami berpisah di sebuah perempatan jalan.

Tentang elite, dalam sambutannya ketika membuka Simposium Nasional Kebudayaan 2017 di Jakarta, Presiden Jokowi menegaskan tentang banyaknya elite politik yang tak memberikan pendidikan yang positif kepada generasi muda. Artinya, banyak elite yang berpikir negatif.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkapkan mengenai elite serupa itu karena masih banyak (elite) yang teriak Presiden Jokowi antek asing, PKI bangkit, anti-Islam, dan antiulama. Padahal, katanya kalau PKI memang bangkit, pasti digebuk karena ada Tap MPRS No 25 Tahun 1966 yang melarang PKI.

Elite yang membuat stigma seperti itu, kata Jokowi, tidak beretika dan tidak santun. "Nilai-nilai keindonesiaan, yakni kesopanan, kesantunan, semua terkandung dalam ideologi Pancasila harus terus disampaikan pada anak anak kita, bagaimana mengenai kerukunan, bagaimana persaudaraan, bagaimana mengenai toleransi," kata Jokowi.

Meski hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 17-24 September 2017 menyebutkan hanya sekitar 6% publik yang menganggap Jokowi anti-Islam dan sekitar 5,5% menilai Jokowi memusuhi ulama, bagi Jokowi itu tetaplah menganggu. Lawan-lawan politik Jokowi menyadari bermain di area politik identitas, terlebih lagi agama, memang cepat 'menangguk untung'.

Ada dua hal yang menarik dari pernyataan Jokowi. Pertama, kenapa elite banyak yang tidak baik? Bukankah sekelompok kecil orang yang berkuasa itu manusia pilihan, karena itu disebut elite? Elite brengsek sesungguhnya sebuah paradoks dengan kata elite itu sendiri.

Bukankah menuju strata puncak itu penuh jenjang, dan setiap jenjang harus diuji? Kenapa banyak elite (politik) yang tak baik? Bagaimana rakyat yang berada di bawah jika elite yang berada di atas tak baik? Kedua, seperti apa kesantunan, kebersamaan, dan kebaikan versi Pancasila?

Santun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia punya arti (1) halus dan baik budi bahasanya, tingkah lakunya; (2) penuh rasa belas kasihan atau suka menolong. Santunkah elite yang hartanya di mana-mana dan membiarkan 27 juta orang hidup dalam kemiskinan? Santunkah elite negara yang membiarkan harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta orang termiskin?

Kesantunan bukan semata ia bicara baik, menghargai lawan bicara, takzim pada yang tua, memahami yang berbeda, melainkan juga peka pada yang tak punya. Dari mana santunnya jika gaji Gubernur Bank Indonesia sekitar Rp200 juta per bulan (belum berbagai fasilitas), sementara gaji buruh di Jawa Tengah hanya Rp1,4 juta per bulan?

Skala ketimpangan seperti itu dibiarkan menganga. Kini, Presiden Jokowi tengah mempraktikkan kesantunan di Papua dengan membangun jalan-jalan dan menyamakan harga bensin dan semen seperti di Pulai Jawa. Dana triliunan rupiah yang mengalir di pulau kepala burung itu ternyata belum membuahkan kesejahteraan yang seharusnya.

Elite di sana dinilai masih menelantarkan warganya. Papua tetaplah tanah yang kaya, tapi penduduknya miskin. Seperti kata Plato di depan, tujuan negara didirikan untuk kebahagiaan sebesar-besarnya seluruh rakyat. Dengan elite politik yang seperti itu, akan kian menjauh dari kenyataan, sebab elite (politik) yang benar-benar paham sebagai elite pastilah kelompok minoritas juga, yang jika tak punya integritas berkelas dan nyali yang kuat, bisa jadi kapan saja bisa dilumpuhkan.

Padahal, kita membutuhkan elite yang penuh vitalitas untuk menguatkan persatuan yang memudar, menggerakkan produktivitas bangsa yang rendah dan disiplin nasional yang lemah.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?