Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
MENTERI Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, mengaku mendukung wacana pemimpin daerah agar dipilih langsung oleh DPRD yang diusulkan Presiden RI Prabowo Subianto. Tito beralasan dukungan tersebut lantaran biaya tinggi untuk Pilkada hingga ada beberapa daerah-daerah yang terjadi kekerasan akibat pilkada.
Merespons itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati setuju jika soal biaya tinggi di pilkada perlu dikaji ulang. Namun, Ninis sapaan akrabnya, menekankan bukan dengan mengubah sistem pemilihannya. Hal itu lantaran perlu ada pengecekan terlebih dahulu di mana mahalnya biaya saat pilkada.
Ninis menyebut seharusnya istilah uang mahar untuk calon kepada partai harus dibuka untuk mengetahui berapa biaya tinggi untuk pilkada tersebut.
“Sekarang kita tahu bahwa dalam pencalonan ada istilah uang mahar, jadi ketika ingin dicalonkan seseorang harus memberikan sejumlah uang kepada partai politik. Tapi ini tidak pernah dicatatkan,” tegas Ninis kepada Media Indonesia, Selasa (17/12).
“Kalau masalahnya adalah politik uang kepada pemilih, apakah solusinya dengan mengubah sistem pilkadanya. Padahal ini bisa jadi karena peserta ingin menang dengan cara instan sehingga membeli suara masyarakat,” tambahnya.
Sementara itu, Pakar hukum tata negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari, menilai ada tiga kealpaan fatal Prabowo soal usul Pilkada dipilih langsung DPRD. Yang pertama, Feri mempertanyakan ihwal Pilkada yang butuh dievaluasi, namun malah sudah disimpulkan harus ke DPRD.
“Pilih parlemen bahkan serentak dibela oleh menteri-menteri dan pendukungnya. Sekali ini pula perlu dievaluasi tapi kesimpulan sudah di dapat. Sumber refensinya Bahlil,” ungkap Feri kepada Media Indonesia, Minggu (15/12).
Kemudian, negara-negara yang dicontohkan Prabowo tak sesuai dengan bentuk sistem pemerintahan.
Feri menuturkan Malaysia itu memiliki sistem pemerintahan Parlementer. “Eksekutifnya bercampur dengan parlemen jadi pasti otomatis dipilih parlemen berdasarkan mayoritas pilihan rakyat. Kalau contoh Malaysia maka Presiden tidak ada. Mau memang?,” paparnya.
"Jadi, negara Malaysia itu konsepnya beda. Bertentangan betul. Eh malah ada pakar tata negara kenamaan mendukung. Payah memang,” tambahnya.
Yang ketiga, Feri mengkritisi soal biaya tinggi pilkada. Feri menyebut sejatinya siapa yang suka melakukan money politic di tengah kampanye pemilu.
“Loh yang suka beli semua "perahu" siapa? Yang suka kasih rakyat money politik siapa? Terus rakyatnya yang di hukum hak pilih hilang. Kalau mau menguasai seluruh pemda bilang. Strategislah. Jangan kalah lalu sistem diubah,” tegas Feri. (Ykb/P-3)
Persertanya adalah kepala daerah yang baru saja dilantik lewat pemungutan suara ulang (PSU) dan belum mengikuti retret gelombang pertama seperti Gubernur Bali.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan ekonomi.
Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo menjelaskan tiga fokus utama pada para kader PDIP yang baru terpilih sebagai kepala daerah.
KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumpulkan kader partainya yang terpilih sebagai kepala daerah pada kontestasi Pilkada 2024
Kajian revisi UU Pemda terkait pelaksanaan Pilkada dan Pemilu memang perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk sinkronisasi program pemerintah.
Ketua umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi, mendorong para kepala daerah di Tanah Air untuk memberikan perhatian serius terhadap sektor industry hasil tembakau (IHT).
Sehingga dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan kualitas hidup masyarakat DKI Jakarta.
Ia menilai, peran DPRD terkait fungsi pengawasan kepada jajaran eksekutif kurang efektif. Pasalnya, saat ini penilaian hanya tertumpu pada penyerapan anggaran.
Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah menawarkan sembilan proyek kepada Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso. Proyek tersebut mencakup komitmen fee 22%.
Anggota DPRD dari PDIP juga harus bisa melakukan advokasi pada kepentingan-kepentingan rakyat.
Tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP tidak memiliki asas kebermanfaatan dan hanya membuat gaduh.
Kejadian pemadaman listrik itu bertepatan dengan Penampahan Hari Raya Kuningan, ketika umat Hindu di Bali harus menyelesaikan perlengkapan persembahyangan di keesokan harinya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved