Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
INDONESIA akan menjadi tuan rumah World Water Forum ke-10 di Bali pada 2024 pada 18-25 Mei 2024 dengan membawa tema Water for shared prosperity. Tema ini juga menjadi Tujuan ke-6 SWDG: Air Bersih dan Sanitasi Layak.
Menyelenggarakan forum air dunia di Indonesia ialah kehormatan yang tidak mudah mengingat setidaknya ada empat 'masalah mematikan' berkenaan dengan air di negara ini. Pertama, akses air bersih masih bermasalah. Water.org melaporkan 192 juta dari 275 juta penduduk mengalami masalah akses air bersih dan aman serta 14 juta tidak memiliki akses sanitasi yang layak.
Kedua, BNPB mencatat 90% ancaman bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi dengan kejadian terbanyak ialah banjir dan longsor. Tercatat selama 2018-2022 kerugian akibat kedua bencana mencapai Rp31,5 triliun. El Nino pada Agustus 2023 menyebabkan 6.964 hektare sawah gagal panen dan produksi beras turun 645.000 ton. Bahkan, proses tanam padi di akhir 2023 tertunda.
Baca juga : PUPR Bantu Sarpras Sanitasi ke Lokasi Banjir Jateng dan Sulsel
Ketiga, kemiskinan pada kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar perairan. Tercatat 69,3% kemiskinan ekstrem nasional terkonsentrasi di wilayah ini. Pada 2023, Sungai Citarum berada di urutan ketiga paling tercemar di dunia, setelah Sungai Gangga. Tercatat 90% dari 1.900 industri di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai.
Keempat, Kementerian PUPR mencatat indeks pemakaian air di Pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara ada pada status kritis sedang hingga kritis berat yakni 50%-100% untuk keperluan domestik, industri, dan pertanian (PUPR, 2022). Artinya, tidak ada cadangan pengadaan air jika terjadi peningkatan kebutuhan air. Air sebagai daya penyejahtera secara sistemik menjadi air dengan daya perusak.
Kebijakan (publik) belakangan ini menjadi kata yang populer, sekaligus paling tidak dimengerti, termasuk oleh policy makers. Kebijakan publik ialah semua keputusan pemerintah yang tidak sekadar 'berhasil menghebatkan rakyatnya.'
Baca juga : Kementerian PUPR Salurkan Air Bersih kepada Korban Banjir Sumatra Barat
Di negara benevolent dictator, kebijakan publik yang unggul ialah pemberian/hadiah dari kekuasaan/pemerintah. Di negara demokrasi, seperti Indonesia dengan demokrasi Pancasila-nya, kebijakan publik yang unggul ialah hak dari rakyat, bukan sekadar hadiah, apalagi pemberian.
Tema Water for Shared Prosperity bukan hal baru untuk Indonesia. Air memberikan kesejahteraan bersama. Sayangnya, selama ini kebijakan tentang air cenderung gagal di-deliver. Adiksi kepada pertumbuhan ekonomi mengedepankan investasi yang mengesampingkan water security, untuk memenangkan capital security.
Tampaknya, pascaera Emil Salim dan Sarwono Kusumaatmaja, kebijakan perlindungan lingkungan hidup, termasuk air, menjadi semakin terpinggirkan. Saat ini isu air masih sebagai isu pinggiran. Perda di seluruh Indonesia kebanyakan mengatur air perpipaan (PAM) saja, bukan keseluruhan air.
Baca juga : Indonesia Angkat 3 Concrete Deliverables dalam World Water Forum Ke-10
UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air diampu hanya setingkat menteri dan pelaksananya hanya setingkat eselon satu. Sementara itu, program strategis yang diandalkan justru swastanisasi melalui konsep eufimistik KPBU. Sudah 'tidak nendang', dikoreksi lagi dengan UU Cipta Kerja.
Air sejatinya urusan CEO Republik Indonesia, yaitu Presiden. Kebijakan tentang air semestinya kebijakan majemuk (compound policy), bukan kebijakan tunggal (single/standalone policy) dengan kebijakan silo, ego sektoral, dan nirkoordinasi.
Hanya negara dengan kebijakan water security yang baik mampu menjadikan air sebagai sumber kesejahteraan. Penyelenggaraan World Water Forum ke-10 di Bali sangatlah tepat. Bagi masyarakat Bali, air dan kawasan perairan, terutama laut, ialah kawasan sakral, suci, serta tempat kesalahan dan dosa manusia dicuci dan dibersihkan. Kotoran hanya dapat dibersihkan dengan air bersih, bukan air kotor. Pelajaran pertama bagi Indonesia dan peserta forum nanti, belajarlah tentang kebijakan air kepada Bali.
Baca juga : Tanggul Kali Angke Bojongsari Depok Roboh usai Diguyur Hujan
Pengelolaan air untuk kesejahteraan berkesinambungan ialah isu manajemen, setelah isu kebijakan. Manajemen, selama ada organisasi, ialah agenda yang tidak berubah (Tanri Abeng: Manajemen Sebagai Profesi, 2024). Manajemen tetap tentang planning-organizing-executing/leading-controlling.
Masalahnya, saat ini perencanaan manajemen air di Indonesia masih sektoral, peripheral, parsial, inkremental, dan utopikal. Jakarta, misalnya, dengan APBD Rp83,7 triliun (2023) dan PAD Rp52,77 triliun, tidak punya alokasi penyelamatan kawasan DAS yang mengalir dari kawasan Bogor-Puncak-Cianjur. Alhasil, Bopunjur tidak segan mengeksploitasi kawasan konvervasi air menjadi kawasan komersial.
Jakarta selalu 'sakit perut' jika debit air sungai di Bopunjur melonjak, tetapi tidak berusaha menyembuhkan asal penyakitnya. Banjir di Malang pun karena kawasan perhentian air dikomersialisasi nirsubstitusi secara fisik maupun teknologis. Kembali, adiksi pertumbuhan ekonomi sebagai pemicunya.
Pengorganisasian sektoral yang diskoneksi gagal menciptakan rantai nilai. Alhasil, bencana terjadi dan BNPB menjadi organisasi paling penting sebagai tukang 'cuci piring" dari hal ini. Demikian juga eksekusi, tanpa perencanaan dan organisasi yang memadai, hanyalah kepanjangan tangan bagi water destruction. Air menjadi pembawa musibah daripada berkah. Kepemimpinan? Jamaknya hanya accidental leadership yang terjadi.
Pengendalian? Hanya monev tanpa controlling. Pengendalian. Siapa? Presiden, atau setidaknya dapat didelegasikan ke Wakil Presiden. Tidak bisa sekelas menteri, karena urusannya memang di atas jenjang menteri, apalagi kepala daerah. Kantor Sekretaris Presiden yang harus didayagunakan sebagaimana Kantor Sesdalobang di zaman Orde Baru.
Pengelolaan air di Indonesia pada hari ini harus diakui sangat sulit. Ada tiga penyebabnya yaitu belum ada kebijakan tata kelola air yang memadai, belum ada manajemen air nasional, serta belum ada planning, organizing, executing, leading, dan controlling-nya.
Semua ada pada kualitas seadanya. Kita tidak pernah menyelesaikan pada saat kondisi tidak sangat sulit. Padahal ketika masalah sudah sangat berat, tidak mudah mengurai ujung pangkalnya.
World Water Forum ke-10 juga harus menjadi lonceng penanda bahwa kita harus menjadikan air sebagai penyejahtera dengan membangun framework terkait Indonesia Water Security. Ini yang pertama. Kedua, menggagas kebijakan air sebagai kebijakan majemuk dan bukan sektoral.
Ketiga, melaksanakan manajemen tata kelola air Indonesia. Keempat, mendorong pemda untuk menjadi champion. Kelima, buat peta tata kelola air nasional semacam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Semua itu untuk memastikan water for prosper, bukan water for disaster.
Diana memastikan, seluruh personel Satgas PPB telah terlatih dan selalu siap siaga untuk penanganan darurat, terutama di daerah berisiko bencana.
Pekerjaan umum memainkan peran penting dalam mendukung kemajuan masyarakat. Namun, sektor ini kerap menghadapi kendala.
Peringati Hari Bakti Pekerjaan Umum, ini ucapan inspiratif bisa dibagikan di media sosial untuk menghargai peran pekerja di bidang pekerjaan umum yang menjadi pilar kemajuan bangsa.
Pekerjaan umum adalah bidang yang mencakup pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan, bendungan, dan perumahan.
Direktorat Jenderal Bina Marga mendampingi Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI untuk meninjau lokasi kecelakaan beruntun di Jalan Tol Cipularang, Jawa Barat, pada 13 November 2024.
KEMENTERIAN PUPR merampungkan perbaikan sejumlah infrastruktur bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu upaya itu diwujudkan dengan perbaikan kondisi 14 ruas jalan daerah.
Vinilon membangun sistem perpipaan dari hulu ke hilir dan sarana air bersih yang memadai sepanjang 4,5 km di Desa Banuan, Nusa Tenggara Timur.
210 pondok pesantren di wilayah Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur menunjukkan bahwa hanya 54% pesantren yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak,
Tujuannya untuk menarik investasi asing dari beberapa negara, seperti Turki, Tiongkok, dan Eropa yang memiliki minat berinvestasi di bidang air di Tanah Air.
Selama bertahun-tahun, masyarakat di wilayah Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen sangat bergantung pada suplai air donasi dari perusahaan yang berada di sekitar warga.
Kondisi ini menuai keluhan dari warga. Rani, 36, warga Perumahan Taman Raya, mengaku kesulitan menjalani aktivitas sejak pagi lantaran air di rumahnya tidak mengalir.
Sungai Akelamo dan Danau Karo, dua sumber air warga Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, menunjukkan kualitas yang sangat baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved