Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Demokrasi, Inklusivitas, dan Keteguhan Bersikap

IGK Manila Gubernur ABN dan anggota merangkap Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem
11/7/2023 05:15
Demokrasi, Inklusivitas, dan Keteguhan Bersikap
(Dok. NasDem)

DALAM mewujudkan cita-cita demokrasi yang ideal, Indonesia, seperti banyak negara lainnya, terus berusaha mewujudkan tiga prinsip inti: demokrasi, inklusivitas, dan keteguhan bersikap. Tiga pilar itu tidak hanya memandu cara kita berinteraksi sebagai individu dan komunitas, tetapi juga bagaimana kita membuat, mengevaluasi, dan merenungkan keputusan politik.

Demokrasi, sebagai prinsip pertama, ialah tentang percakapan dan dialog terus-menerus, bukan hanya tentang pilihan yang dibuat dalam pemilihan umum. Ini merupakan proses yang mana kita berdiskusi, bertukar ide, dan merundingkan keputusan. Sebaliknya, inklusivitas menekankan pentingnya mewakili dan memperhitungkan seluruh masyarakat dalam proses ini, mendorong partisipasi aktif, dan memastikan bahwa setiap suara didengar. 

Keteguhan bersikap, sementara itu, melibatkan konsistensi dan komitmen terhadap prinsip dan nilai-nilai tersebut, bahkan ketika dihadapkan dengan tantangan dan kritik. Tiap-tiap prinsip itu saling terkait dan memengaruhi satu sama lain dalam membentuk institusi politik serta masyarakat yang lebih kuat dan adil.

 

Demokrasi sebagai dialog berkelanjutan

Dalam proses panjang demokratisasi di Indonesia, kita memahami bahwa demokrasi bukanlah keadaan yang statis, melainkan proses yang dinamis. Sementara itu, sebagai sebuah journey, tidak ada titik akhir dalam perjalanan sebuah demokrasi; perjalanan akan terus berlanjut, suatu percakapan yang tak pernah selesai. Itu berarti bahwa setiap generasi memiliki tanggung jawab dan kesempatan untuk menafsirkan serta membentuk demokrasi sesuai dengan tantangan dan peluang yang ada pada masanya.

Prinsip dasar demokrasi ialah perubahan dan adaptasi. Ini merupakan nilai-nilai yang mendorong negara kita sepanjang sejarahnya, dari era reformasi hingga masa sekarang. Prinsip itu juga memengaruhi bagaimana kita melihat dan mendefinisikan demokrasi itu sendiri. Demokrasi bukanlah sistem yang kaku dan tidak berubah, tetapi proses yang aktif dan berkelanjutan yang melibatkan perdebatan dan diskusi terbuka sebagai metode utama untuk mencapai konsensus dan membuat keputusan.

Contoh paling aktual dari prinsip ini adalah pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Pencalonan itu yang memicu kontroversi dan perdebatan menunjukkan bagaimana demokrasi berfungsi dalam praktik nyata. Meskipun kontroversi dan perdebatan ini bisa saja dilihat sebagian orang sebagai tidak perlu, itu sebenarnya adalah tanda dari demokrasi yang sehat dan berfungsi.

Kontroversi dan perdebatan menjadi penting. Karena itu, memungkinkan kita untuk merumuskan dan memaknai demokrasi. Setiap perdebatan dan diskusi ialah kesempatan untuk mempertanyakan dan mempertimbangkan kembali prinsip-prinsip dan nilai-nilai. Ini merupakan bagian integral dari proses demokrasi yang memastikan bahwa kita terus memperbarui dan memperbarui demokrasi untuk menjadikannya relevan dan responsif terhadap tantangan dan peluang masa depan.

Karena itu, kita melihat bagaimana partisipasi, dialog, dan keputusan kolektif menjadi roh yang tak terpisahkan dari demokrasi yang kita bangun bersama. Tanpa dialog, tidak ada perubahan. Tanpa partisipasi, tidak ada kemajuan. Tanpa keputusan kolektif, tidak ada demokrasi. Demokrasi pada akhirnya ialah tentang menghargai dan merangkul keragaman kita dan bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama.

 

Inklusivitas dalam berdemokrasi

Dalam demokrasi, inklusivitas kerap disalahpahami sebagai kompromi atas nilai-nilai fundamental demi mencapai konsensus. Namun, terdapat penafsiran yang lain. Seperti dalam pencalonan Anies Baswedan oleh Partai NasDem, kritik dan pandangan beragam bukanlah hambatan yang harus dihindari. Akan tetapi, tantangan yang perlu dihadapi dan peluang untuk belajar serta berkembang.

Peran kritik dalam demokrasi, dalam konteks ini, menjadi semacam katalis untuk introspeksi dan perbaikan. Dengan sikap terbuka, tantangan dapat menjadi peluang untuk memperbaiki diri. Dengan kata lain, tantangan dijadikan sebagai langkah maju, bukan mundur.

Aspek lain dari inklusivitas yang diemban NasDem ialah penghargaan terhadap keberagaman. Di tengah ragam upaya memecah belah--sadar atau tidak sadar--berdasarkan identitas agama atau etnik, partai tersebut menunjukkan bahwa semua warga negara, tanpa memandang latar belakang mereka, memiliki hak dan peran yang setara dalam proses demokrasi. Keberagaman bukanlah rintangan, melainkan kekayaan yang memperkuat fondasi demokrasi.

Karena itu, dalam pencalonan Anies Baswedan oleh NasDem, meskipun mendatangkan kritik dan sebagainya, partai itu tidak mundur selangkah pun. Sebaliknya, itu semua respons, dipahami, dan didialogkan. Melalui pendekatan itu, hemat saya, terdapat pelajaran penting tentang bagaimana menerapkan inklusivitas dalam praktik politik.

 

Komitmen bersikap

Membangun demokrasi, selanjutnya memerlukan keberanian dan keteguhan. Tantangan dan hambatan sejatinya menjadi ujian dari tekad itu. Ketika mencalonkan Anies Baswedan untuk pemilihan Presiden 2024, meski diwarnai berbagai kritik, NasDem menunjukkan keteguhan sesuai prinsip demokrasi dan inklusivitas.

Namun, keteguhan itu bukan berarti tanpa keberpihakan. Partai NasDem telah membuktikan bahwa ia bukan hanya sekadar menjadi pengamat dalam panggung demokrasi, melainkan sebagai pelaku aktif dalam membangun dan mengembangkan demokrasi. Menghadapi kritik dan pandangan beragam dengan sikap terbuka dan menerima masukan merupakan refleksi dari keteguhan itu. Dengan demikian, partai tersebut berada di garis depan membangun demokrasi yang dewasa yang tidak sekadar memberikan ruang, tetapu juga melibatkan seluruh elemen dalam prosesnya.

Keteguhan itu juga tecermin dalam komitmen Partai NasDem menjaga demokrasi sebagai proses yang berkelanjutan. Sebuah pemilu bukanlah akhir dari perjalanan demokrasi, melainkan bagian dari sebuah proses yang lebih besar. Demokrasi berlanjut dengan dialog yang kita lakukan, tindakan yang kita ambil, dan nilai-nilai yang kita pertahankan dalam menghadapi tantangan. Saya kira Partai NasDem telah menunjukkan bagaimana menjalankan proses itu dengan keteguhan dan kebijaksanaan.

Sebagai penutup, hemat saya, kita harus melihat situasi saat ini tidak sebagai krisis, tetapi sebagai peluang bagi pendewasaan demokrasi di Indonesia. Peluang untuk tumbuh, belajar, dan berkembang. Situasi itu adalah ujian bagi tekad kita dalam mempertahankan nilai-nilai demokrasi.

Terlepas dari keberatan apa pun, apa yang dilakukan Partai NasDem ialah contoh melalui mana kita dapat muncul sebagai bangsa yang lebih kuat, lebih bersatu, dan lebih berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi. Itu merupakan pesan penting yang dapat kita petik dari perjalanan demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu 2024 ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya