Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid untuk menyelesaikan persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jelang festival pacu jalur di Taluk Kuantan pada 20-24 Agustus mendatang.
“Event Pacu Jalur sedang menjadi perhatian internasional berkat aura farming, jangan sampai kabut asap akibat karhutla mengalihkan perhatian publik dan menunjukkan Gubernur Riau tidak siap dalam menghadapi karhutla,” kata Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo, Sabtu (26/7).
Even pacu jalur merupakan lomba pacu sampan di Kabupaten Kuansing yang dilaksanakan sejak Mei 2025. Puncaknya pada 20-24 Agustus 2025 dengan tema “Pacu Jalur Mendunia UMKM Semakin Jaya”. Namun tradisi tahunan ini terancam gagal lantaran Karhutla.
Berdasarkan pantauan Jikalahari, dalam sepekan terakhir, karhutla di Riau terus meningkat. Jikalahari memantau langsung karhutla yang terjadi di Kecamatan Rokan IV Koto, Rokan Hulu dan Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir, hingga hari ini masih terus dilakukan pemadaman dan pendindingan. Bahkan dampaknya ada 4 kecamatan yang sekolahnya diliburkan yaitu Kecamatan Bangun Purba, Rambah, Rambah samo dan Rokan IV Koto.
“Karhutla ini bisa diminimalisir jika sejak awal Gubernur Riau menetapkan Siaga Karhutla pada Maret 2025, langsung menjalankan Perda No 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Pedoman Teknis Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan,” kata Okto.
Dalam Perda, terkait penyelenggaraan pengendalian karhutla, Gubri harus menyiapkan berbagai hal krusial di antaranya: peta rawan karhutla, pemantauan berkala, verifikasi lapangan, protokol komunikasi pelaporan hingga standar operasional dan prosedur penerbitan peringatan dini.
Selain hal teknis di atas, hal penting dan sudah dimandatkan dalam perda ini, Gubri harusnya proaktif untuk menata perizinan di lahan gambut dan meninjau ulang pemanfaatannya. Ini sejalan pula dengan meninjau kepatuhan dari pemegang izin terutama di areal gambut tersebut dalam menyiapkan sarana prasarana untuk mengendalikan karhutla. Tak kalah penting, peran pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan rutin dan berkala hingga kesigapan pemda untuk menindak pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan karhutla dan pencemaran lingkungan yang terjadi.
Selain tidak menjalankan Perda Nomor 1 Tahun 2019, Gubernur Riau juga mengabaikan prediksi kemarau dari Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kepala BMKG Dwikorita Karyawati sudah menyampaikan pada Maret 2025 bahwa puncak musim kemarau 2025 terjadi pada Juni hingga Agustus. Mestinya peringatan ini menjadi dasar bagi Gubri untuk mengambil langkah pencegahan karhutla secara proaktif.
Berdasarkan pantauan Citra Soumi NPP-VIIRS (National Polar orbiting Partnership-Visible Infrared Imaging Radiometer Suite), hotspot sepanjang Maret hingga Juli 2025 berjumlah 2.209 titik yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota. Rokan Hilir dan Rokan Hulu merupakan kabupaten dengan jumlah hotspot terbanyak. Berdasarkan data hotspot bulanan, lonjakan hotspot paling tinggi berada di Juli dimana pada bulan ini terjadi peningkatan 5 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Juni).
Sebanyak 45% atau 998 titik hotspot berada di lahan gambut, keberadaan hotspot didominasi pada kawasan gambut dalam (> 4 meter). Jumlah hotspot yang berada di kawasan perusahaan sebanyak 367 titik atau sebesar 17% dari total hotspot, 143 titik berada di konsesi HTI dan 224 titik berada di perkebunan sawit.
“Artinya, jika Gubri Abdul Wahid melakukan pemetaan areal rawan karhutla, lalu dilakukan pemantauan berkala sesuai Perda No 1 Tahun 2019, karhutla dan kabut asap di Riau tidak akan terjadi, karena sudah dilakukan pencegahan sejak dini,” ujar Okto
Catatan Jikalahari, karhutla yang terjadi di Riau hingga Juli 2025 tersebar di berbagai kabupaten/kota di antaranya: Rokan Hilir 400 hektare (ha), Rokan Hulu 207,8 ha, Kampar 150,80 ha, Siak 50,72 ha, Dumai 35,33 ha, Indragiri Hilir 25,5 ha, Pekanbaru 21,08 ha, Indragiri Hulu 18,25 ha, dan Kuantan Singingi 1 ha. Sedangkan catatan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2025, Riau memiliki 4.449 titik panas dengan total luas karhutla hingga Mei 751,08 ha. Karhutla ini terjadi di lahan gambut seluas 695,72 ha dan kawasan mineral seluas 55,37 ha.
Jikalahari mengingatkan Pemprov Riau segera menangani Karhutla. Kebakaran hutan di Riau bukan fenomena baru yang tiba-tiba datang merampas hak kesehatan masyarakat dan lingkungan. Bencana ini telah berpola, dan apabila tak segera ditangani, mengancam kegagalan perhelatan tahunan pacu jalur – agenda pendorong perekonomian dan menarik wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara – berisiko gagal terlaksana.
“Festival pacu jalur menjadi kesempatan supaya Riau dapat dikenal hingga internasional, dan meningkatkan perputaran roda perekonomian masyarakat. Namun kini potensi ini terancam hilang karena Gubri tidak menangani Karhutla dengan cermat dan sigap. Yang dilakukan hanya seremonial belaka. Tidak ada aksi konkret yang sudah diamanatkan dalam perda,” tegas Okto.
Jikalahari juga merekomendasikan agar Gubernur Riau segera menjalankan Perda Provinsi Riau No. 1 Tahun 2019 terutama berkaitan dengan penataan ulang pengelolaan dan pemanfaatan gambut, meninjau ulang izin perusahaan yang berada di kawasan gambut dan melakukan audit kepatuhan.
"Kemudian mendorong dilakukannya penegakan hukum terhadap pelaku karhutla terutama korporasi sawit dan HTI yang telah gagal melindungi arealnya dari karhutla. Menghentikan karhutla agar Festival pacu jalur bebas asap," pungkasnya.(H-1)
Data ini menunjukkan luasnya cakupan operasi penindakan yang dilakukan, sekaligus menegaskan keseriusan Kementerian Kehutanan dalam menutup ruang gerak pelaku pembakaran hutan.
BMKG menyebut berdasarkan citra sebaran asap di wilayah ASEAN per 27 Juli 2025 pukul 16.00 WIB asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari wilayah Jambi tidak sampai perbatasan negara lain.
Dalam arahannya Menhut mengapresiasi penanganan karhutla di Provinsi Riau yang dinilai cukup efektif sehingga karhutla mampu teratasi.
Kabar optimistisnya adalah Indonesia sudah bisa membuktikan beberapa tahun ke belakang bisa mengatasi karhutla cukup signifikan seperti pada 2015,
Kunjungan tersebut bertujuan memastikan kesiapan lokasi, pemetaan jalur patroli strategis, dan menggalang dukungan dari pihak-pihak terkait.
Kepala Biro Operasional Polda Jambi Komisaris Besar Edi Faryadi, ikut menyingsingkan lengan baju membantu pemadaman di lokasi gambut yang masih menyemburkan asap.
Sebagai negara dengan area hutan yang didominasi oleh lahan gambut, komitmen pemerintah dalam melakukan upaya pencegahan dan mitigasi karhutla dinilai masih harus terus ditingkatkan.
Berdasarkan informasi, bibit kelapa sawit yang ditanami telah mencapai seluas 1 hektare (ha) di lokasi karhutla yang menghanguskan sekitar 50 ha lahan gambut.
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Provinsi Jambi selama 10 hari, sejak 10 hingga 19 Agustus 2025.
BNPB mencatat luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi prioritas tahun ini relatif kecil, hanya sekitar 3.000 hektare
Sejumlah langkah strategis yang dilaksanakan oleh Polri, TNI, BNPB, BMKG, instansi terkait, relawan dan elemen masyarakat, khususnya di Kalbar sudah berjalan baik dan kompak.
PEMERINTAH memastikan penegakan hukum menjadi instrumen utama dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), seiring meningkatnya potensi kebakaran di berbagai wilayah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved