DANIEL Marshall Purba (DM) membantah sejumlah keterangan mantan istrinya, Shelvia, terkait pengambilan paksa sang anak. Menurut Daniel, Shelvia telah menyebarkan berita-berita bohong.
Sebelumnya, Daniel disebut datang merampas buah hatinya. "Merampas itu untuk mengambil sesuatu secara paksa. Faktanya, tidak ada pengambilan secara paksa, bahkan yang ada penyerahan anak itu justru dilakukan oleh si istri sesuai kesepakatan di notaris di Batam," ujar Daniel dalam keterangan tertulis, Jumat (24/2).
Keterangan lain yang dibantah yaitu terhitung sekitar lima bulan hingga hari ini, Shelvia belum bisa menemui buah hati. Daniel menjawab bahwa Shelvia yang mengajukan syarat untuk bisa bertemu dengan anak, meskipun sudah ditawarkan untuk menemui anak di Singapura melalui pengacaranya. Selain itu, imbuh Daniel, mantan istri lebih banyak memfokuskan energinya untuk mengkriminalisasi dirinya dibanding untuk menemui anaknya sendiri. Hal ini terbukti dengan laporan-laporan yang dia buat atas kebohongannya sendiri.
Daniel juga menolak bila Shelvia dikatakan berdedikasi untuk memenuhi kebutuhan ASI anak sampai usia 2 tahun hingga memutuskan dia untuk bekerja full dari rumah. "Faktanya, menurut keterangan bekas baby sitter, Shelvia kerap pergi ke kantor di Slipi untuk bekerja dan meninggalkan anak di rumah dalam pengasuhan baby sitter. Hal ini juga senada dengan ucapan ibu saya yang pada 30 Agustus bahwa Shelvia saat itu baru pulang dari kantor," tuturnya.
Terkait kesehatan anaknya yang memiliki riwayat alergi telur, kue, dan kacang-kacangan, Daniel menerangkan bahwa faktanya sudah dari semenjak berusia 1 tahun si anak dianjurkan untuk minum susu oatmilk karena banyaknya alergi yang dia miliki. Bila si ibu memakan makanan yang mengandung allergen si anak, itu bisa menimbulkan alerginya untuk kambuh. Namun hal ini diabaikan karena diduga dia sudah dinasihati oleh pengacaranya untuk menunjukkan bahwa anak harus bergantung pada ASI. Saat ini anak menggunakan fresh milk sesuai anjuran dokter dan terlihat lebih sehat.
Tuduhan lain ialah ada perencanaan untuk memisahkan anak dari ibunya yang dilakukan dari jauh-jauh hari dengan KTP Shelvia yang berdomisili Bekasi yang masih dipegang oleh Shelvia dan KTP dengan domisili Tangerang yang dikuasai dan digunakan oleh Daniel. "Faktanya, saya memindahkan KK saya ke Tangerang dengan menggunakan alamat rumah saya di BSD karena KTP saya selalu ditahan oleh mertua saya. Nama anak saya pun tidak pernah di input dalam kartu keluarga diduga karena mertua dan istri saya alergi terhadap orang Batak. Karena di nama anak saya ada marga saya (Purba) mereka mungkin mencari cara untuk coba menghapus hal tersebut," paparnya.
Mengenai penggantian nama legal suami tanpa sepengetahuan istri sah yang diduga bagian dari perencanaan untuk menghilangkan identitas, Daniel menjabarkan bahwa perubahan nama tersebut hanyalah dari Daniel Marshall Hisar Pardamean menjadi Daniel Marshall Purba. "Purba ialah family name saya. Namun memang Shelvia dan pengacaranya kerap menceritakan seolah-olah penggantian namanya sangat drastis menjadi Anjas Asmara atau Iron Man. Penggantian nama ini ialah hak saya sebagai individu dan jujurnya apabila dikomunikasikan ke istri sudah pasti akan ditolak karena dia benci Batak. Bahkan saat anak saya ada marga Bataknya, dia menangis berhari-hari seperti yang diutarakan di materi gugatan cerainya."
Baca juga: Anak Diambil Mantan Suami, Ibu Mengadu ke Berbagai Lembaga
Menanggapi aksi Shelvia dan penasihat hukum yang mencari keadilan ke berbagai lembaga dan instansi untuk dapat bertemu kembali dengan anaknya serta mengirimkan surat ke Polda Kepri atas kasus dugaan KDRT yang dialaminya, Daniel menilai itu hal yang aneh. Dalihnya, yang mempersulit Shelvia untuk bertemu anak ialah mantan istrinya itu sendiri dengan mengajukan syarat dan bahkan kerap menyebar fitnah. Dalam hal ini, dia juga menunjuk Padma Indonesia untuk menyebarkan berita bohong tentang saya. Akhirnya saya melaporkan hal itu ke Polda Jaksel untuk ditindaklanjuti.
Daniel mengingatkan bahwa Shelvia kerap memberikan pemberitaan palsu untuk mencari simpati publik. Hal ini, katanya, akan bisa berbalik merugikan dia di kemudian hari karena pada akhirnya kebohongan tidak akan bisa terus ditutup-tutupi. (RO/OL-14)