Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Cegah Hoaks, Kominfo Minta Penyuluh Informasi Publik Aktif Sosialisasikan KUHP Baru

Adiyanto
13/12/2022 18:15
Cegah Hoaks, Kominfo Minta Penyuluh Informasi Publik Aktif Sosialisasikan KUHP Baru
Acara “Sosialisasi KUHP” yang digelar Kominfo pada Selasa (13/12).(dok: Kominffo)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Ditjen) IKP kembali menggelar kegiatan “Sosialisasi KUHP” secara hibrida, di Bogor, pada Selasa (13/12). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, serta mencegah terjadinya hoaks di  terkait KUHP yang baru disahkan pada 6 Desember lalu.

Mengawali sesi sosialisasi, Deputi Bidang Koordinasi, Informasi, dan Aparatur, Kemenko Polhukam, Marsda TNI Arif Mustofa, mengatakan pembentukan KUHP Nasional merupakan salah satu produk hukum pertama yang diamanatkan untuk dibuat di negara Republik Indonesia ini. Ia mengungkapkan bahwa sejak kemerdekaan Indonesia masih menggunakan produk hukum zaman kolonial Belanda.

“Oleh karena itu KUHP yang baru saja disahkan merupakan UU yang disusun dengan tujuan untuk memperbaharui atau mengupdate KUHP yang ada, serta untuk menyesuaikan dengan politik, hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara saat ini,” jelasnya.

Arif mengatakan pembahasan RKUHP  sudah  dilakukan sejak 1958. Menurutnya, RKUHP sendiri merupakan masterpiece dan legacy dari proses perubahan KUHP peninggalan kolonial menjadi hukum nasional.

“RKUHP disusun dengan nilai-nilai Indonesia yang merupakan sebuah upaya dekolonisasi dalam sistem pidana Indonesia. Selain itu, KUHP juga mengedepankan demokratisasi di setiap pembahasan substansinya,” ungkapnya.

Namun, kata Arif, yang terjadi akhir-akhir ini banyak muncul hoaks terkait KUHP baru ini, sehingga dilaksanakan Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam 8 Desember 2022. Ia juga menyampaikan bahwa KUHP baru akan efektif berlaku tiga tahun setelah diundangkan, jadi tidak serta merta berlaku ketika disahkan oleh DPR.

“Tidak seperti itu, sehingga kemarin ada isu ada lebih dari 1000 wisatawan membatalkan perjalanan, dan sebagainya. Jadi berita-berita hoaks semacam itulah yang kami minta bantuan dari para Penyuluh Informasi Publik untuk mencoba menetralisir,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Prof. Pujiyono, mengatakan bahwa KUHP suatu bangsa mencerminkan tingkat keberadaban dari bangsa tersebut. Karena, menurutnya, apa yang tertuang di dalam norma dalam satu kitab undang-undang mencerminkan sistem nilai yang dianut oleh bangsa yang bersangkutan.

“Jadi kalau kita berbicara secara teori, hukum pada hakikatnya mengandung dua hal terutama dalam hukum pidana, yaitu norma dan value. Jadi norma tertulis seperti itu karena didasarkan pada konsep ide gagasan nilai-nilai tertentu. Inilah yang kemudian kita temukan beberapa hal yang berbeda secara diametral dengan apa yang ada di dalam KUHP lama,” jelasnya.

Selain itu, menurutnya, dengan disahkannya KUHP Baru secara politis ada kebanggaan nasional ketika melepaskan diri dari belenggu Undang-undang yang bersifat kolonial. Ia juga mengungkapkan bahwa secara sosiologis KUHP didasarkan pada konsep ide dasar nilai-nilai di Indonesia.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Ganarsih mengatakan RKUHP yang telah menjadi KUHP berangkat dari ide dasar kebaikan, yaitu perlindungan manusia terutama manusia Indonesia, dan ide perlindungan penghargaan terhadap HAM. Selain itu, hukum pidana melindungi kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu.

“Kita nanti akan hati-hati juga melihat supaya tidak ada pasal di KUHP yang masuk ke ruang-ruang privat dengan sedemikian rupa. Tetapi kalau pun masuk ke ruang privat pasti ada konteks-konteksnya.  Apakah itu sebagai konteks kesusilaan yang bisa diatur oleh bangsa itu sendiri, sebagai hal-hal yang di dalam konvensi-konvensi biasanya dikatakan bukan sebagai keharusan, tetapi untuk menghormati kedaulatan negara. Hal-hal seperti ini yang nampaknya menjadi perbincangan sekarang,” jelasnya.

Yenti mencontohkan pasal yang berkaitan dengan perzinahan dan kohabitasi yang dinilai terlalu masuk ke ruang privat dan seolah-olah semua orang nanti akan terkena sanksi.

“Sebetulnya sekarang ini pun pasal perzinahan yang kita implementasikan itu sudah ada di dalam KUHP lama di Pasal 284, bikinan pemerintahan kolonial dan sudah dijalankan, tetapi kan jarang sekali yang terkena pasal tersebut. Tetapi secara moral, secara living law, secara sudut pandang bangsa Indonesia yang ber-Pancasila, kita tidak mungkin melepaskan itu. Demikian juga dengan kohabitasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Informasi Komunikasi Polhukam Kemenkominfo, Bambang Gunawan, dalam sambutannya mengatakan perwujudan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum. Salah satu proses yang sedang dilakukan oleh Pemerintah terkait hukum pidana adalah dengan merevisi KUHP.

Menurut Bambang, pengesahan RKUHP menjadi KUHP ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia, karena selama bertahun-tahun Indonesia menggunakan KUHP produk Belanda.

“KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik,” jelasnya. (Ant/RO/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya