Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
PENGADILAN Negeri Klas IA Palembang menggelar sidang putusan kasus suap atau gratifikasi yang melibatkan Mantan Bupati Muara Enim periode 2014-2019, Muzakir Sai Sohar, Kamis (17/6).
Dalam sidang yang digelar secara virtual itu, Muzakir divonis pidana penjara selama 8 tahun denda Rp350 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Putusan itu disampaikan majelis hakim yang diketuai Bongbongan Silaban, bahwa Muzakir terbukti bersalah dalam kasus suap atau gratifikasi.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan kurungan," kata hakim ketua Bongbongan Silaban.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp2,3 miliar. Jika tidak membayar uang pengganti setelah putusan hakim memiliki hukum tetap, Muzakir akan dipenjara selama 2 tahun 6 bulan.
Muzakir terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 diubah Pasal 20 tahun 2021 Jo 64 ayat 1 KUHP Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Adapun hal memberatkan dalam putusan ini adalah Muzakir dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi kolusi dan nepotisme. Selain itu, sebagai Bupati Muara Enim, dia seharusnya menjaga kepercayaan warga.
Hal yang meringankan, Muzakir Sai Sohar memiliki keluarga dan masih mempunyai tanggungan serta belum pernah dihukum.
"Terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, sebagai seorang bupati seharusnya menjaga kepercayaan warganya," katanya.
Dimana pada sidang tuntutan yang digelar Rabu (19/5) lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel Indra Bangsawan, saat persidangan meyakini bahwa terdakwa menerima dana senilai 400ribu USD sebagai fee alih fungsi lahan hutan produksi menjadi hutan tetap di Kabupaten Muara Enim Tahun 2014.
"Serta menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa mengganti kerugian negara sebesar 400.000 dolar AS," kata Indra.
Muzakir Sai Sohar diketahui terlibat tindak pidana korupsi alih fungsi lahan perkebunan PT. Perkebunan Mitra Ogan (PMO) tahun 2014, yang disinyalir fiktif dan merugikan negara hingga Rp5,8 miliar. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sumsel bersama tiga orang lainnya, yakni mantan Dirut PT Perkebunan Mitra Ogan Anjapri, mantan Kabag Akuntansi PT PMO, Yan Satyananda dan Abunawar Basyeban (almarhum) selaku konsultan.
Baca juga :Sejumlah Jalan di Bandung Dibuka-Tutup Imbas Kasus Covid-19 Naik
Saat itu, PT. PMO meminta terdakwa menerbitkan rekomendasi perubahan fungsi kawasan hutan produksi konversi (HPK) menjadi kawasan hutan produksi terbatas (HPT) atau hutan produksi tetap (HP) melalui penunjukan langsung.
Perusahaan perkebunan tersebut kemudian melakukan kerja sama dengan Abunawar Basyeban selaku konsultan hukum dalam pengurusan perubahan tersebut dengan nilai kontrak mencapai Rp5,8 miliar. Namun, dalam pelaksanaannya pengurusan itu dilakukan sendiri PT PMO dan bukan oleh kantor hukum Abunawar seperti tertera pada kontrak.
PT PMO tetap mentransfer dana ke kantor hukum Abunawar sebesar Rp5,8 miliar melalui rekening Abunawar sebanyak empat tahap, namun di hari yang sama uang tersebut ditarik kembali PT Perkebunan Mitra Ogan sebesar Rp5,6 miliar.
Dana yang ditarik kembali itu dicairkan dan ditukarkan dalam pecahan dolar menjadi 400.000 USD, selanjutnya diserahkan secara empat tahap ke Muzakir Sai Sohar guna melicinkan proses penerbitan surat rekomendasi.
Dari situ, Muzakir Sai Sohar akhirnya menerbitkan surat rekomendasi selaku Bupati Muara Enim kepada Menteri Kehutanan RI sebagai kelengkapan persyaratan pengurusan perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Muara Enim. (OL-2)
Bukti kerugian negara juga dikuatkan atas persidangan terdahulu, terkait pengadaan KTP-E. Setyo meyakini penyidik memiliki bukti kuat.
Budi mengatakan bahwa KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berkolaborasi dengan Pemerintah Singapura, dan menyampaikan progres terkait Paulus Tannos.
Saksi kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-el Andi Narogong menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pada Rabu (19/3), dan tidak memberikan komentar apa pun setelah diperiksa.
Andi merupakan mantan narapidana dalam kasus ini. Tessa belum bisa memerinci informasi yang mau diulik penyidik dalam kasus ini.
Nama Ganjar dan Agun pernah disebut dalam persidangan kasus ini. Keduanya disebut menerima aliran dana saat masih menjabat sebagai anggota DPR.
Setyo mengatakan, ada juga sertifikat legalisasi untuk memulangkan Tannos. Lalu, ada juga identitas dia sebagai warga negara Indonesia (WNI).
KPK menyetorkan uang Rp1,6 miliar dari cicilan uang pidana pengganti mantan Bupati Muara Enim Juarsyah.
GUBERNUR Sumatra Selatan Herman Deru melantik Wakil Bupati Muara Enim Ahmad Usmarwi Kaffa, sekaligus mengangkatnya sebagai Plt Bupati Muara Enim.
Ahmad sejatinya wajib membayar denda Rp200 juta dan uang pengganti Rp2,1 miliar. Cicilan ini membuat pidana dendanya lunas, tapi, uang penggantinya belum.
KPK mengumumkan mereka sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Tahun 2019.
Dalam persidangan, majelis hakim Tipikor Palembang mencecar satu per satu saksi yang dihadirkan tersebut dimulai dengan terpidana Ahmad Yani terkait aliran dana fee 16 paket proyek.
Berkas perkara Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah dilimpahlan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Sumatera Selatan, untuk segera disidangkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved