Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Politik Uang Marak Jelang PSU di Kalimantan Selatan

Denny Susanto
12/4/2021 07:52
Politik Uang Marak Jelang PSU di Kalimantan Selatan
Pilkada(Ilustrasi)


JELANG Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Kalimantan Selatan yang digelar pada 9 Juni 2021 mendatang, dugaan kecurangan dan maraknya politik uang dengan berbagai motif di daerah lokasi PSU kembali marak. Calon Gubernur Kalimantan Selatan,  Denny Indrayana akan melaporkan hal ini ke  Badan Pengawas Pemilu RI di Jakarta.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia ini akan mendatangi Bawaslu RI pada Senin (12/4). “Iya, insya Allah saya akan ke Bawaslu," kata Denny Indrayana ketika dihubungi, Minggu (11/4).

Denny menyebut sejumlah motif politik uang terjadi. Sayangnya, kata dia, Bawaslu Kalsel tidak terlihat berupaya untuk mencegah sehingga pihaknya memilih melaporkan ke
Bawaslu RI.

"Seperti dibiarkan saja, seperti tahu sama tahu. Ini kan sangat merugikan bagi demokrasi kita, terutama kami yang ingin mengedepankan politik jujur dan adil," tambahnya. 

Ia menjelaskan kecurangan yang terjadi dalam beberpa waktu terakhir ini semakin serius. Yaitu berupa pembagian bakul berisi sembako, yang akan bersalin rupa menjadi THR, parsel, dan zakat fitrah/zakat mal. Selain itu, imbuh dia, juga modus memborong barang dagangan disertai pembagian uang kepada warga. 

"Kami juga menemukan fakta pelibatan aparat pemerintahan, dari level kepala dinas sampai level kepala desa dan Ketua RT-RW yang digaji Rp2,5 juta, kemudian Kepala Desa digaji sebesar Rp5 juta per bulan untuk menggalang suara pemilih. Dan ini sangat sistematis dan massif sekali," urainya.

baca juga: Polisi Indragiri Hulu Akan Tindak Tegas Perusuh Saat PSU

Denny juga menyebutkan bahwa ada modus berupa penempelan stiker bertanda khusus di rumah-rumah warga sebagai kamuflase pendataan pemilih yang ujungnya dipergunakan untuk data pembayaran politik uang. 

"Jadi tiap rumah didata, dibayar Rp100 ribu untuk ditempeli striker, kemudian nanti akan ada lagi pembagian berikutnya yang besarnya sekitar Rp500 ribu saat menjelang pemilihan," tegasnya.

Modus selanjutnya, kata dia lagi, adalah berupa salat hajat dan ibadah lainnya yang diikuti dengan pembagian uang.

"Kami berharap Bawaslu RI melakukan langkah-langkah nyata dan menegakan aturan dengan benar dan adil, mengingat Bawaslu Kalsel tidak melakukan tindakan pencegahan maupun penindakan dan seolah melakukan pembiaran, padahal tidak sulit mengidentifikasi modus-modus tersebut," pungkasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya