"KITA ini berdiri di atas sungai," ungkap Mustaqim Asteja, koordinator Komunitas Pusaka Cirebon, Kendi Pertula, Minggu (21/2).
Komunitas Kendi Pertula merupakan wadah berkumpulnya pecinta dan pelaku pelestarian pusaka Cirebon mulai dari pusaka alam, budaya dan pusaka saujana. Komunitas itu didirikan dengan tujuan menjaga dan melestarikan pusaka serta mewujudkan Kota Cirebon sebagai bagian dari kawasan pusaka dunia.
Sedangkan di belakang Mustaqim terlihat sebuah bangunan kuno namun sudah tak beratap menyebutkan bahwa tempat berdirinya ini dulunya merupakan delta.
"Cirebon river ya deltanya di sini," ungkapnya.
Dulu jaraknya hanya sekitar 5 meter dari laut. Tapi saat ini sudah sekitar 1 kilometer dari laut. Sedangkan bangunan di belakang Mustaqim merupakan bangunan tua yang sudah berdiri sejak 1919. "Ini dulu kantor irigasinya Belanda," ungkap Mustaqim.
Merupakan daerah yang dikelilingi oleh sungai membuat Kota Cirebon saat itu kerap dilanda banjir.
"Sungai-sungai itu juga membuat kota terlihat kumuh dan mengeluarkan bau tak sedap," ungkap Mustaqim.
Padahal pemerintah Belanda saat itu berkewajiban memberikan pelayanan yang baik kepada penghuni kota. Untuk itu mereka memutuskan menutup sungai namun di bawahnya membangun riol yaitu jaringan saluran pembuangan air. Jaringan tersebut terhubung dengan tiga buah mesin yang ada di gedung riol. Jika hujan deras turun dan debit air sungai naik, maka air bisa disedot untuk disalurkan ke laut.
Bahkan tidak hanya itu, riol atau jaringan utara dan selatan juga mengalirkan air limbah yang ada di kota untuk selanjutnya ditampung di bak tertutup yang ada di sekitar gedung riol. Setelah ditreatmen, air limbah baru dibuang ke laut.
"Karena berdekatan dengan pelabuhan, air limbah harus diolah dulu agar pelabuhan tidak tercemar," ungkap Mustaqim.
Gedung riol berdiri pada 1919 namun pengaktifan pompa riol, lengkap dengan jaringan elektrik dan aki yang modern pada zamannya dilakukan pada 1922.
"Lebih dulu berdiri dibandingkan gedung Balaikota Cirebon," lanjutnya.
Gedung Balaikota Cirebon dibangun pada 1924. Kemampuan mesin untuk menyedot air bahkan mencapai seribu meter kubik perdetik.
Wali Kota Cirebon sebelumnya, Lasmana Suriaatmadja mengeluarkan surat keputusan (SK) Walikota No 19 tahun 2001 yang menetapkan gedung riol di kawasan Pelabuhan Cirebon sebagai cagar budaya di Kota Cirebon yang harus dilindungi dengan derajat sangat ketat.
Sekitar tahun 90 an, lanjut Mustaqim, mesin riol yang konon hanya ada 3 di dunia masih berfungsi. Setelah tidak difungsikan, sekitar 10 tahun yang lalu saat dirinya mendatang gedung yang memang sudah tidak terawat lagi, ketiga mesin masih ada.
"Bahkan pada awal 2019 saya juga datang ke sini, motret lagi. Mesin-mesin itu masih ada," jelasnya.
baca juga: Pemkab Temanggung Harus Alokasikan Anggaran Untuk Olah Sampah
Namun saat ini ketiga mesin tersebut sudah hilang dan menyisakan bangunan tak beratap. Mustaqim juga mengaku tidak tahu gedung lengkap dengan mesin-mesinnya berada di bawah wewenang siapa, namun yang jelas saat ini sudah hilang.
Gedung lengkap dengan mesinnya sebenarnya sangat penting dalam sejarah perkembangan Kota Cirebon. Khususnya menjadi catatan keberhasilan Kota Cirebon dalam mengendalikan banjir. Jika dilestarikan, gedung dan mesinnya sebetulnya bisa menjadi kawasan museum teknologi.
"Karena 10 tahun yang lalu saya lihat panel listrik yang antik masih terlihat," lanjutnya.
Keberadaan gedung lengkap dengan mesinnya juga bisa menjadi penanda kota Cirebon sebagai kota pusaka yang bisa menjadi keunggulan untuk dikembangkan di masa depan. (OL-3)