Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
PEMERHATI cagar budaya di Kota Bandung merasa khawatir dengan masa depan bangunan bersejarah di ibu kota Provinsi Jawa Barat tersebut. Hal ini terkait dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2025 yang dianggap mengancam keberadaan warisan arsitektur itu.
Salah seorang pemerhati cagar budaya di Kota Bandung, Koko Qomara, menjelaskan, DPRD Kota Bandung telah mengesahkan Perda Nomor 6 Tahun 2025 yang merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Cagar Budaya. Namun, dia khawatir karena menurutnya perda yang baru ini kurang melindungi keberadaan cagar budaya yang ada di Kota Bandung.
Sebagai contoh, kata dia, dalam perda sebelumnya dicantumkan keberadaan bangunan cagar budaya di Kota Bandung yang jumlahnya lebih dari 1.700 unit. "Tapi dalam perda yang baru ini (Nomor 6 Tahun 2025) tidak disebutkan bangunan cagar budayanya ada berapa, di mana saja," kata dia di Bandung, Selasa (29/7).
Hal ini, lanjutnya, berdampak terhadap keberadaan bangunan cagar budaya karena tidak adanya data yang jelas. "Kami khawatir ada pihak-pihak yang memanfaatkan. Mereka bisa dengan mudah menghilangkan bangunan cagar budaya, mengalihfungsikan ke yang lain," ujarnya.
Menurut dia, hal ini sangat berpotensi dilakukan mengingat bangunan cagar budaya di Kota Bandung berada di lokasi-lokasi yang strategis. "Jadi tentunya memiliki nilai ekonomi yang tinggi," kata dia.
Selain itu, dia pun menyayangkan perda yang baru tersebut karena tidak menyantumkan insentif dari pemerintah bagi pemilik bangunan cagar budaya. Dalam perda sebelumnya, menurutnya Pemerintah Kota Bandung memberikan potongan pajak bagi pemilik bangunan bersejarah tersebut.
"Dalam perda sebelumnya, disebutkan pemilik bangunan cagar budaya golongan A mendapat potongan 70%, golongan B 60%. Potongan ini sangat mendorong masyarakat untuk mau mendaftarkan bangunannya sebagai cagar budaya," katanya.
Dengan tidak dicantumkannya insentif dalam perda yang baru, dia khawatir masyarakat enggan mendaftarkan bangunannya meski termasuk cagar budaya. "Dengan begitu, jumlah bangunan cagar budaya akan semakin berkurang, karena tidak maksimalnya pendataan. Dan kami khawatir akan semakin masif perusakan terhadap bangunan cagar budaya," kata dia.
Padahal, lanjutnya, keberadaan bangunan cagar budaya seharusnya semakin bertambah karena seiring berjalannya waktu. "Karena semakin bertambahnya waktu, semakin bertambah juga usia bangunannya," kata dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, keberadaan bangunan cagar budaya harus dijaga karena menjadi identitas tersendiri termasuk bagi Kota Bandung. Terlebih, menurutnya ini menjadi daya tarik terutama pada sektor pariwisata.
"Ini menjadi identitas kota, dan bisa menjadi daya tarik wisata," katanya. Salah seorang pegiat cagar budaya lainnya, Sugiri Kustedja, menjelaskan, perda baru ini mengharuskan dilakukannya penelitian ulang terhadap keberadaan bangunan cagar budaya di Kota Bandung.
Padahal, lanjutnya, daftar bangunan cagar budaya yang tercantum dalam perda sebelumnya pun sudah melalui proses penelitian. Terlebih, dia khawatir penelitian yang baru ini akan mengurangi jumlah bangunan yang termasuk cagar budaya.
"Kami tidak mau ada pihak-pihak uang diuntungkan dalam penelitian yang baru ini," kata Sugiri yang juga akademisi kebudayaan Universitas Padjajaran. Maka dari itu, dia berharap penelitian dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten.
"Jangan sampai yang meneliti itu orang-orang yang tidak mengerti tentang cagar budaya," katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan, keberadaan perda baru tentang cagar budaya inipun terkesan dipaksakan.
Salah satunya karena tidak adanya uji publik sebelum perda tersebut disahkan. "Sejak mahasiswa, sejak tahun 1970 saya aktif mengamati cagar budaya di Bandung. Tapi yang sekarang, dilakukan mendadak, tidak ada uji publiknya dulu, tidak ada konsultasi ke pihak-pihak yang paham tentang cagar budaya. Kami khawatir cagar budaya yang ada akan diacak-acak," katanya.(H-2)
Pemprov Jawa Barat menerbitkan surat edaran tentang pemanfaatan Gedung Sate, Bandung. Merupakan cagar budaya, bangunan itu hanya boleh untuk kegiatan pemerintahan.
Konsep yang disiapkan itu tentu dari berbagai hal seperti fasilitas, sarana, dan akomodasi. Pun harus disiapkan sumber daya manusia (SDM) yang andal
SITUS Patiayam adalah sebuah situs hominid yang terletak di tenggara Gunung Muria di perbatasan wilayah Kabupaten Kudus dan Pati yang disebut perlu ditetapkan sebagai cagar budaya.
Cagar budaya yang berada di darat dan/atau di air perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Kuningan menetapkan 13 Objek Cagar Budaya (OCB) di wilayah mereka.
Pencegahan tetap penting. Sistem ini harus terus dijaga dan ditingkatkan
Teknologi “mini sorting plant” yang diusung Qinglv menjadi sorotan karena mampu menyortir 100 ton sampah per hari hanya di lahan seluas 1.600 meter persegi.
Farhan menjelaskan, penyelenggaraan event ini adalah bagian dari kolaborasi Pemkot Bandung dengan berbagai mitra dan para pelaku usaha kecil.
Kegiatan ini, bukan hanya memacu semangat hidup sehat, tapi juga mendorong perputaran ekonomi dan pariwisata kota
Lomba lari akbar ini akan berlangsung pada 19–20 Juli 2025, dengan total 46.435 peserta, termasuk 15.000 pelari yang akan berlari bersama dari Balai Kota Bandung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved