Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Meratus yang Kian Tergerus

Denny S
02/2/2021 23:10
Meratus yang Kian Tergerus
Potongan kayu hasil ilegal logging di kawasan Pegunungan Meratus hanyut disapu banjir dan menghantam permukiman warga di Desa Datar Ajab(MI/Denny S)

WAJAH Sumiati tampak begitu sedih menyaksikan kondisi desa tempat tinggalnya, Desa Alat, yang porak poranda disapu banjir bandang beberapa waktu lalu. Betapa tidak, di umurnya yang sudah 66 tahun, mantan kepala desa (pembakal) Desa Mangkiling salah satu desa di puncak Pegunungan Meratus ini baru pertama kali menyaksikan begitu dahsyatnya bencana terjadi.

Ada delapan dari 12 desa yang ada di Kecamatan Hantakan dilanda banjir bandang. BPBD Kabupaten Hulu Sungai Tengah mencatat bencana banjir di wilayah ini melanda 76 desa di 10 wilayah kecamatan. Tujuh orang tewas terseret banjir dan tertimbun longsor, puluhan ribu orang terpaksa mengungsi dan tiga orang dinyatakan hilang.

Desa Alat yang berjarak sekitar 30 kilometer dari ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah ini merupakan salah satu desa terparah di Kecamatan Hantakan yang dihantam banjir bandang.

Pada saat itu air bah setinggi tiga meter dan hampir menenggelamkan desa-desa di kaki Pegunungan Meratus. Dahsyat dan luasnya bencana membuat sejumlah desa terisolasi.

Selama beberapa hari korban bencana tidak mendapatkan bantuan karena akses jalan terputus. Bahkan bongkahan pohon-pohon besar berdiameter hingga tiga meter hasil pembalakan liar di bagian hulu ikut hanyut tersapu banjir dan menghantam permukiman warga.

Menurut penuturan Sumiati selama ini setidaknya sudah ada empat kali peristiwa banjir besar di Pegunungan Meratus yaitu di era 1970-an, 1980-an, 2013 dan terakhir awal 2021. "Semuanya diawali maraknya aktivitas penebangan di bagian hulu pegunungan Meratus. Banjir tidak hanya merusak rumah tetapi juga menelan korban jiwa," ujarnya.

Sumiati dikenal sebagai seorang tokoh desa yang tegas menentang aktivitas penebangan liar di wilayahnya. Perjuangannya untuk menghentikan eksploitasi kawasan hutan yang menjadi paru-paru dunia tersebut sudah berlangsung lama.

Sayangnya pemerintah dan aparat terkesan setengah-setengah menindak dan terbukti hingga kini praktik ilegal logging masih marak terjadi.

Entah dibiarkan atau aparat dan pemerintah daerah kecolongan. Praktik penebangan liar di kawasan hutan Pegunungan Meratus masih terjadi. Kegiatan pembabatan hutan ini menurut kesaksian warga sudah berlangsung bertahun-tahun dan adanya keterlibatan oknum aparat serta bermainnya para cukong.

Geram dengan lambannya penanganan pembalakan liar ini, warga desa sekitar melakukan razia sendiri aksi penebangan liar ini. Dari kegiatan razia ini warga mendapati sejumlah lokasi penebangan liar.

Praktik pembalakan liar saat ini terjadi di sejumlah wilayah Pegunungan Meratus meliputi Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Tanah Bumbu seperti di kawasan Gunung Papagaran.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Hulu Sungai, Rudiono Herlambang mengatakan luas KPH Hulu Sungai 94.020 hektare yang meliputi Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, dan Hulu Sungai Tengah.

Dari luasan KPH tersebut jumlah personel pengamanan hutan sebanyak 18 orang. "Aksi penebangan liar sifatnya sporadis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dan intesitasnya sedikit," ujarnya.

"Saat ini kondisi di lapangan cukup panas. Ada dua kelompok masyarakat saling berhadapan antara mereka yang menentang praktik penebangan liar dan mereka pelaku penebangan liar karena alasan ekonomi. Jika pemerintah daerah dan aparat tidak turun tangan bukan tidak mungkin akan terjadi konflik," tutur Kasman,35 tokoh pemuda dayak Desa Alat.

Modus praktik pembalakan liar ini adalah dengan alasan membuka lahan untuk berladang dan berkebun. Hutan-hutan yang didominasi kayu-kayu jenis meranti dan ulin dibabat, kemudian dijual.

Setiap hari puluhan hingga ratusan kubik kayu yang sudah dipotong menjadi berbagai ukuran ke luar dari hutan Meratus dengan bebasnya.

Hingga kini diperkirakan aksi pembabatan hutan di wilayah Kecamatan Hantakan ini mencapai puluhan hektare. Sementara kawasan Meratus di sebelahnya yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan sudah sejak lama rusak akibat penebangan liar.

Berdasarkan Data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Hulu Sungai Tengah, sejak 2017 terjadi pengurangan luasan tutupan hutan lebih dari 20% di wilayah tersebut. Padahal di wilayah ini tidak ada izin tambang maupun perkebunan yang diterbitkan karena Pemkab dan masyarakat setempat gencar memperjuangkan penyelamatan hutan Meratus atau dikenal dengan sebutan #SaveMeratus.

Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah, Berry Nahdian Furqan menegaskan pihaknya mengharapkan ada tindakan tegas dari polisi kehutanan maupun aparat penegak hukum terhadap aksi pembalakan liar ini. "Ilegal logging ini berdasarkan info warga sudah berlangsung lama. Penertiban dan penegakan hukum juga mesti menyentuh hulu sampai hilirnya termasuk para pemilik modalnya," tegas Berry yang selama ini juga dikenal sebagai salah seorang aktivis lingkungan hidup itu.

Pemkab Hulu Sungai Tengah sendiri akan mengambil langkah-langkah strategis lewat aparat desa dan kelembagaan adat. Yaitu dengan mendorong adanya kesepakatan adat untuk larangan melakukan illegal logging di kawasan hutan Meratus yang sebagian merupakan kawasan hutan lindung. (DY/OL-10)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya