Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

PDIP Tolak Kebijakan Pemprov DKI Jakarta Cleansing Guru Honorer

Mohamad Farhan Zhuhri
18/7/2024 11:05
PDIP Tolak Kebijakan Pemprov DKI Jakarta Cleansing Guru Honorer
Ilustrasi(Antara)

Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan menolak kebijakan Pemprov DKI Jakarta terkait penataan dan pembersihan tenaga honorer, terutama para guru. Kebijakan tersebut dinilai merugikan dan mengganggu sistem pembelajaran di lembaga pendidikan.

"Kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam karena masih banyak sekolah yang kekurangan guru dengan kualifikasi linear. Jika kebijakan cleansing guru honorer terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah," ujar Anggota Komisi E, Ima Mahdiah, kepada awak media, Kamis (18/7).

Lebih lanjut, Fraksi PDIP juga menyoroti potensi tumpang tindih antara kebijakan daerah dan kebijakan pusat terkait penghapusan tenaga honorer.

Baca juga : Kampanyekan Go Public Fund Education, Ketum PGRI: Kualitas dan Kesejahteraan Guru Kunci Penting Pendidikan Bermutu

Kebijakan penataan tenaga honorer sebenarnya merupakan kebijakan yang awalnya dibuat oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasal 66 UU tersebut mengharuskan seluruh instansi pemerintahan pusat maupun daerah melakukan penataan pegawai non-ASN dengan batas waktu hingga Desember 2024.

"Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan pegawai pemerintahan dengan mengakui hanya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan ASN, bukan untuk melakukan pemecatan atau pun pembersihan (cleansing). Jadi menurut kami, Pemprov sudah gagal memahami apa amanat dari UU tersebut," lanjut Ima.

Selain itu, Masalah juga terjadi karena ada salah kelola dari proses rekrutmen tenaga honorer pendidikan. Banyak guru honorer diangkat kepala sekolah tidak melalui mekanisme pengangkatan yang sesuai prosedur, dipengaruhi oleh faktor subjektivitas, dan seleksi yang tidak sesuai ketentuan.

Baca juga : Tingkatkan Mutu Pendidikan, Ganjar Soroti Gaji Guru Honorer

"Pengangkatan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan di sekolah dan tidak ada rekomendasi dari dinas pendidikan. Hal ini yang akhirnya menjadi temuan BPK," ujar Ima.

Ima mengatakan, mereka dipekerjakan oleh sekolah negeri karena terdaftar dalam data pokok pendidikan, meskipun tidak memiliki sertifikasi khusus yang diperlukan, seperti sertifikasi guru agama.

Serikat guru juga telah menyatakan bahwa guru honorer digaji oleh pusat melalui dana BOS via APBD, sehingga seharusnya tidak membebani daerah.

"Kebijakan cleansing ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pusat dan daerah yang perlu segera diselesaikan. Kami berharap pemerintah daerah segera melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menemukan solusi terbaik bagi para guru honorer," tuturnya.

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan penataan tenaga honorer dengan bijak dan memperhatikan kesejahteraan guru yang telah lama mengabdi. Langkah ini diharapkan dapat menjaga kualitas pendidikan di Jakarta dan memberikan kepastian serta keadilan bagi para tenaga pendidik. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya