Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DOSEN Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Henry D. Hutagaol, melihat gaduhnya pembahasan regulasi Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di DKI Jakarta dan pengenaan sewa yang dilakukan Pemkot Surabaya terhadap penggelaran jaringan telekomunikasi, harusnya tak perlu terjadi.
"Jika merujuk pada regulasi yang ada, sejatinya SJUT merupakan tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah. Sebagai bagian pembangunan infrastrktur layanan pubik," kata Henry dalam keterangan pers, Jumat (17/3).
Sebab kewajiban tersebut tertuang dalam PP 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020–2024.
Baca juga: Ingin Bebas dari Kabel Udara, Pemda DKI Jakarta Wajib Berikan Ganti Rugi
Dalam PP tersebut , kata Henry, dijelaskan, Strategi Pembangunan Infrastruktur TIK dan Jalan sebagai Infrastruktur Ekonomi menjadi strategi yang ditargetkan menjadi prioritas pada tahun 2024.
"Selain itu di dalam UU 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum jelas disebutkan bahwa pengadaan tanah dan pendanaan untuk pembangunan jalan umum berdasarkan asas kemanfaatan dan kesejahteraan dilakukan pemerintah pusat atau pemda," jelasnya.
Banyak Pemda Belum Paham
Dengan demikian, jalur jaringan utilitas terpadu yang berada pada ruang manfaat jalan, diselenggarakan untuk pergelaran jaringan utilitas ditujukan untuk kepentingan umum.
Namun Henry menyayangkan masih banyak pemda yang belum memahaminya.
Baca juga: Apjatel: Raperda SJUT Pemprov DKI Bisa Hambat Program Transformasi Digital
Saat ini kata Henry, banyak pemda yang membuat penafsiran yang berbeda terhadap regulasi.
Termasuk regulasi mengenai SJUT. Contohnya Kota Surabaya yang membuat Perda 5 Tahun 2017, Mojokerto dengan Perda 16 tahun 2019, DKI Jakarta dengan Pergub 106 tahun 2019. Pemda menganggap SJUT dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam jangka pendek.
“Saat ini regulasi di Indonesia banyak yang tidak harmonis. Khususnya regulasi yang ada di daerah. Banyak pemda yang beranggapan bahwa SJUT bukan merupakan tugas dan kewajibannya. Pemda beranggapan bahwa yang bertugas membangun SJUT adalah pihak BUMD atau swasta," ujar Henry.
Baca juga: Jakpro Optimistis Pembangunan SJUT Selesai Tepat Waktu
"Jika dibangun oleh BUMD atau Swasta maka pengguna diwajibkan membayar dengan skema sewa,” kata Henry dalam diskusi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu oleh Master of Arts in Digital Transformation and Competitiveness, Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) seperti disampaikan dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3).
Beberapa waktu yang lalu Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta terus melanjutkan pembahasan pasal per pasal revisi Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang SJUT.
Raperda SJUT Pemprov DKI Abaikan Regulasi Pusat
Raperda SJUT Pemprov DKI merupakan salah satu contoh pembentukan regulasi daerah yang tidak memandang regulasi pusat, sehingga ketentuan dalam Raperda tersebut membuat tumpang tindih dengan regulasi diatasnya.
Bahkan Bapemperda mengusulkan agar nantinya Pemprov DKI akan bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam pembuatan SJUT. Gunanya agar dapat meringankan beban pengeluaran anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta.
"Jika pemda ingin menetapkan tarif harga pemanfaatan infrastruktur pasif menurut Henry mereka harus mempertimbangkan efisiensi nasional, kondisi pasar, dampak positif keekonomian, dan kepentingan masyarakat," jelasnya.
" Jangan pemda merancang regulasi yang membuat adanya pungutan pungutan baru diluar yang di atur oleh Undang Undang dan akhirnya masyarakat yang akan terbebani," tegas Henry.
Bahkan di dalam Permen Komeninfo 5/2021, Penyelenggaraan Telekomunikasi sudah jelas disebutkan, tarif pemanfaatan infrastruktur pasif sesuai kesepakatan dengan mempertimbangkan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan keuntungan yang wajar.
Masyarakat Dijamin Hak untuk Berkomunikasi
Lebih lanjut Henry mengatakan, sebenarnya berdasarkan UUD 1945, Pasal 28F negara telah menjamin hak masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Hak masyarakat tersebut diperkuat dalam UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU 2 tahun 2022 tentang Jalan.
Dalam UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi memberikan dasar hukum bagi jaringan telekomunikasi untuk memanfaatkan atau melintasi tanah negara, bangunan milik atau dikuasai pemerintah (Pasal 12).
Sedangkan di UU 2 tahun 2022 dijelaskan setiap jalan harus memiliki bagian-bagian Jalan yang merupakan ruang yang dipergunakan untuk mobilitas, konstruksi Jalan, keperluan peningkatan kapasitas Jalan, dan keselamatan bagi pengguna jalan.
"Ruang manfaat jalan tersebut dimanfaatkan untuk jalur jaringan utilitas terpadu," katanya.
“Sehingga dalam UU Jalan, Jalur Jaringan Utilitas Terpadu sudah menjadi kewajiban pemerintah baik itu pemerintah pusat atau daerah pada saat membangun jalan. UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 5 juga menjelaskan, kabel telekomunikasi (komunikasi & Informasi), air, listrik merupakan bagian dari barang milik publik. Tujuan agar harga barang/jasa di masyarakat akan lebih murah,” kata Henry.. (RO/S-4)
Teguh menilai hal ini menyebabkan saluran tersumbat dan menyebabkan banjir saat hujan.
KETUA Asosiasi Pengusaha Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasa Suwandi mendorong Pemprov DKI Jakarta menertibkan kabel-kabel udara yang semrawut di Ibukota.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, menagih tanggung jawab Pemda DKI Jakarta harus segera menerbitkan regulasi atas pembangunan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT).
"Dalam kasus warga terjerat kabel, Pemda tidak boleh lepas tangan atau menyalahkan perusahaan kontraktor kabel utilitas tersebut," ujarnya
Karena tujuan utama Pemda membuat SJUT bukan untuk mencari keuntungan. Jika harus membayar, menurut Agung harusnya tidak dengan skema sewa.
Penyelundupan benih bening lobster lebih berdampak kepada penerimaan negara, kedaulatan, dan pengelolaan perikanan.
Pembatasan yang diatur dalam PP 28/2024 dapat menurunkan penjualan dan memicu gelombang PHK.
Pengadaan pupuk yang tidak lagi memerlukan banyak persetujuan dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan penyederhanaan regulasi, diharapkan produksi pertanian akan meningkat.
Refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Penggunaan AI dan pentingnya regulasi yang tepat untuk memastikan penggunaan teknologi yang bijaksana dan tidak merugikan.
Risiko tidak hanya datang dari praktik korupsi yang disengaja, tapi juga dari ketidaktahuan dan kelalaian dalam menjalankan fungsi kontrol internal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved