Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Polres Tangsel Tangani Kasus Tawuran Pelajar, Akademisi Ingatkan Peradilan Anak 

Syarief Oebaidillah
16/12/2021 19:28
Polres Tangsel Tangani Kasus Tawuran Pelajar, Akademisi Ingatkan Peradilan Anak 
Ilustrasi tawuran(Ilustrasi)

KEPOLISIAN Resor Tangerang Selatan menangkap empat anak pelaku tawuran yang menewaskan seorang pelajar. Keempat siswa tersebut masing-masing berinisial MI alias I, SWS alias I, HN, dan  MD. 

Dosen Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM) Halimah Humayrah Tuanaya mengingatkan pihak kepolisian agar memperhatikan prinsip-prinsip Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dalam memproses empat terduga pelaku itu. 

"Polisi harus memperhatikan SPPA dalam memproses terduga pelaku. Semangatnya adalah kepentingan terbaik bagi anak. Perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir, setiap proses yang dijalankan bukan untuk tujuan pembalasan dan harus diberikan secara proporsional" kata Halimah kepada Media Indonesia, Kamis (16/12) 

Dia mengingatkan agar penyidik memenuhi hak-hak anak. "Penyidik harus meminta orang tua dan penasehat hukum serta Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi saat melakukan pemeriksaan karena itu salah satu hak anak yang harus dipenuhi. Tanpa didampingi, maka pemeriksaan cacat hukum". 

Halimah mengatakan, terhadap anak-anak tidak boleh dilakukan penahanan karena ada orang tua yang menjadi penjamin. "Anak-anak tidak boleh ditahan sepanjang ada orang tua yang menjadi penjaminnya, biarkan mereka tetap tinggal bersama orang tuanya," ujarnya. 

Perlu pendekatan yang berbeda dalam menghadapi anak sebagai pelaku tindak pidana. Pelaku anak membutuhkan pembinaan dan pembimbingan yang tepat untuk memperbaiki masa depannya. Ikatan sosial yang merenggang, kurangnya kontrol orang tua, kebebasan akses informasi, dapat membuat anak dengan mudah mempelajari perilaku buruk dalam masyarakat. 

Untuk itu, diperlukan penanganan yang tidak hanya represif, tetapi juga preemptif dan preventif untuk menekan angka anak yang berkonfilk dengan hukum. 

Sebelumnya diberitakan Kapolres Tangsel, AKBP Iman Imanuddin menjelaskan , jajarannya berhasil mengamankan empat pelaku, satu pelaku berstatus 'veteran' atau siswa yang dikeluarkan alias drop out. 

Baca juga : Polda Metro Jaya Klaim Usut Dugaan Pungli Rachel Vennya

Adapun tiga pelaku lainnya masih berstatus pelajar di wilayah Tangsel. 

Mereka masing-masing berinisial MD, 19, MI, 16, HN, 17, dan SWN, 17. "Yang satu pelaku utama yang menyabet tangan korban dengan sajam. Dia adalah MD. MD ini veteran, dia DO (drop out)," ungkap Iman di Mapolres Tangsel. 

Karena itu, MD menjalani hukuman layaknya orang dewasa. 

Mereka disangkakan dengan Pasal 80 ayat 3 UU RI  Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Jo Pasal 170 Ayat 1 dan Ayat 2 ke-3 tentang Kekerasan Anak di Bawah Umur, Jo Pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun. 

"MD usianya sudah 19 tahun dan kita perlakukan sebagai orang dewasa. Tetapi tiga tersangka lainnya, kami mempedomani Undang-undang Sistem Peradilan Anak karena dia masih bersekolah dan di bawah umur," kata Iman. 

Sebelumnya diberitakan, dua kelompok pelajar kembali saling bentrok di Jalan Ciater, Serpong, Tangsel pada Rabu (8/12). 

Dalam video yang beredar di medsos para pelajar masih menggunakan seragam pramuka cokelat yang berlarian di lokasi kejadian. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya