Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Faktor Penyebab Kurangnya Kebahagiaan Pada Warga Jakarta

M. Iqbal Al Machmudi
22/6/2019 15:10
Faktor Penyebab Kurangnya Kebahagiaan Pada Warga Jakarta
Pakar perkotaan, Yayat Supriatna(MI/M. Irfan)

TEPAT hari ini DKI Jakarta genap berumur 492 tahun. Seiring bertambahnya usia, indeks kebahagiaan warganya juga menjadi catatan penting yang harus diperhatikan.

Menurut pakar perkotaan, Yayat Supriatna, indeks kebahagiaan warga DKI Jakarta tidak bergantung pada sistem materinya, tapi bergantung pada sosio psikologisnya.

Baca juga: Anies: Wajah Baru Jakarta, Modern tapi tak Lupakan Budaya

"Jadi bukan sekedar yang paling kaya yang paling bahagia bukan mengenai itu," kata Yayat Supriatna saat dihubungi, Sabtu (22/6).

Kebahagiaan relativitasnya tinggi, sehingga tidak hanya orang kaya saja yang dapat bahagia, warga DKI dengan ekonomi menengah ke bawah juga dapat bahagia.

"Hal tersebut dikarenakan nilai kebahagiaan orang Jakarta itu apabila dirinya bisa membuat beban kehidupannya itu tidak terlalu berat," ujar Yayat.

Contoh kecil yang dimaksud oleh pakar perkotaan tersebut ialah bagaimana warga DKI dapat berekspresi, melakukan aktivitas, menyatakan pendapat, dan menggagas pikiran.

"Hal tersebut tentunya diperlukan sarana untuk mendukung hak tersebut seperti lingkungan Jakarta itu masih ada solidaritas dan kegotongroyongan. Bagaimana orang merasa di "uwongke"," tandasnya.

Dirinya juga menyebutkan bagaimana kondisi warga DKI Jakarta saat ini yang dinilai belum bahagia karena berbagai faktor. "Warga Jakarta ini belum bahagia dalam persoalan kemiskinan. Nah, penyebab kemiskinan sendiri ada 3 faktor," urai Yayat Supriatna.

Tiga faktor tersebut diantaranya ongkos transportasi, sewa rumah atau harga rumah, dan tingginya harga sembako yang menimbulkan pola pikir untuk tergerusnya ekonomi sehari-hari warganya.

Menurutnya, ongkos transportasi yang mahal kemana-mana, akan menggerus pendapatan masyarakat. Sehingga, tingginya biaya transportasi membuat orang merasa dirinya semakin miskin.

Sementara, perkara sewa rumah atau harga rumah yang mahal, persoalan sewa rumah sulit bagi yang tidak mampu. Sebagai contoh masyarakat yang tinggal di rumah susun banyak yang belum mampu membayar sewa rumah susun lebih dari Rp50 miliar tunggakannya yang belum dibayar.

Baca juga: Apel HUT Jakarta ke-492, Anies: Terima Kasih Warga Betawi

"Jadi mereka itu dalam kondisi tidak bahagia ketika tidak punya rumah. Dan terakhir adalah tingginya harga sembako." pungkasnya.

Jadi, pendapatan orang Jakarta ini belum mampu menutupi 3 biaya tersebut. Ditambah tekanan biaya kehidupan yang sedemikian mahal. Alhasil, 3 faktor tersebut yang sangat mempengaruhi sistem materi kebutuhan dasar yang membuat orang merasa belum bahagia. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya