Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Netanyahu Isyaratkan Peluang Baru Usai Operasi Militer di Iran, Prioritaskan Pemulangan Sandera Gaza

Thalatie K Yani
30/6/2025 06:16
Netanyahu Isyaratkan Peluang Baru Usai Operasi Militer di Iran, Prioritaskan Pemulangan Sandera Gaza
PM Israel Benjamin Netanyahu mengatakan operasi militer di Iran membuka peluang, termasuk pemulangan sandera di Gaza.(Media Sosial X)

PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan operasi militer di Iran membuka sejumlah peluang baru, termasuk kemungkinan memulangkan para sandera yang masih ditahan Hamas di Gaza. Pernyataan ini menjadi sinyal perubahan signifikan dalam prioritas Israel yang sebelumnya berfokus pada penghancuran total Hamas.

Berbicara saat mengunjungi markas badan intelijen Shin Bet di Israel selatan, Netanyahu menyatakan, “Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, banyak peluang telah terbuka setelah kemenangan ini. Pertama, untuk menyelamatkan para sandera. Tentu saja, kita juga harus menyelesaikan persoalan Gaza dan mengalahkan Hamas. Tapi saya yakin, kita bisa menyelesaikan kedua misi ini.”

Komentar ini menjadi salah satu momen langka di mana Netanyahu secara terbuka menempatkan pemulangan sandera sebagai prioritas utama dibandingkan tujuan militernya mengalahkan Hamas. Sebelumnya, sejak awal Mei, Netanyahu menegaskan “kemenangan total atas Hamas” adalah tujuan tertinggi Israel, bukan pembebasan sandera.

Keluarga Sandera Serukan Kesepakatan Komprehensif

Menanggapi pernyataan Netanyahu, Forum Keluarga Sandera mendesak pemerintah Israel untuk segera mencapai kesepakatan menyeluruh guna memulangkan 50 sandera yang masih ditahan dan menghentikan perang.

“Yang dibutuhkan bukan penyelamatan, tapi pembebasan. Satu kata ini bisa menjadi perbedaan antara keselamatan dan kehilangan,” kata pernyataan forum tersebut.

Selain menyebut peluang untuk memulangkan sandera, Netanyahu juga menyinggung “peluang kawasan yang lebih luas”, yang diyakini merujuk pada kemungkinan memperluas Abraham Accords—kesepakatan normalisasi hubungan Israel dengan sejumlah negara Teluk.

Tekanan Meningkat untuk Gencatan Senjata

Pernyataan Netanyahu muncul di tengah tekanan internasional, khususnya dari Presiden AS Donald Trump, untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata. Setelah operasi militer di Iran berakhir, negosiator AS dan Israel berupaya menghidupkan kembali pembicaraan damai dengan Hamas.

Netanyahu dikabarkan menggelar rapat penting pada Minggu malam bersama para penasihat senior seperti Menteri Urusan Strategis Ron Dermer dan Menteri Pertahanan Israel Katz untuk membahas perkembangan terbaru di Gaza. Dermer juga dijadwalkan bertemu dengan pejabat pemerintahan Trump di Washington, DC, pada Senin.

Trump sendiri terang-terangan mendesak Israel melalui media sosial:

“SEGERA BUAT KESEPAKATAN DI GAZA. PULANGKAN PARA SANDERA!!!”

Trump sebelumnya juga menyatakan dukungan penuh terhadap Netanyahu dan menyebut persidangan korupsi yang tengah dihadapi sang perdana menteri sebagai “perburuan politik”.

Menindaklanjuti perkembangan tersebut, Netanyahu meminta penundaan sidang pengadilannya pekan ini. Setelah dua kali ditolak, pengadilan akhirnya mengabulkan penundaan usai sesi tertutup dengan hakim yang menyebut telah terjadi perubahan pada “struktur bukti” kasus tersebut.

Usulan Damai Baru, Namun Serangan Tetap Berlanjut

Utusan AS Steve Witkoff mengajukan proposal baru: gencatan senjata selama 60 hari disertai pembebasan 10 sandera hidup dan 18 jenazah sandera sebagai imbalan atas pembebasan tahanan Palestina. Dalam masa gencatan itu, kedua pihak diharapkan dapat menyusun kesepakatan damai menyeluruh yang akan mengakhiri konflik.

Hamas menuntut jaminan kuat atas gencatan senjata permanen. Selama ini, Israel menolak tuntutan tersebut, dengan alasan masih mengejar tujuan menghancurkan kemampuan pemerintahan Hamas dan perlucutan senjata Gaza.

Namun keberhasilan militer Israel dalam operasi di Iran kini membuka peluang baru untuk bernegosiasi. Seorang sumber keamanan Israel menyebut bahwa militer kini menyarankan pendekatan diplomatik setelah lebih dari 20 bulan konflik dan hancurnya sebagian besar kepemimpinan Hamas.

Korban Sipil Terus Bertambah

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 56.000 orang tewas akibat serangan Israel sejak perang dimulai—termasuk lebih dari 17.000 anak-anak. Data ini tidak membedakan antara korban sipil dan militan.

Pada Minggu, serangan udara Israel di kawasan Jabalya al-Balad dan Jabalya Al-Nazaleh dilaporkan menewaskan sedikitnya 15 orang. Kepala layanan darurat Gaza utara, Fares Afana, mengatakan 10 hingga 15 orang masih tertimbun di bawah reruntuhan.

“Salah satu rumah yang diserang dipenuhi warga Palestina pengungsi, sebagian besar adalah anak-anak,” ujar Afana.

Dengan semakin meningkatnya tekanan internasional dan penderitaan sipil yang belum reda, semua mata kini tertuju pada apakah Israel akan mengubah haluan dari jalur militer menuju solusi damai yang berkelanjutan. (CNN/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik