Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
MESKIPUN menghadapi penangkapan, deportasi, dan konfrontasi dengan aparat keamanan Mesir, sejumlah peserta Global March to Gaza atau Konvoi Global ke Jalur Gaza tetap bersikeras bertahan di Kairo. Mereka bertekad melanjutkan upaya menembus perbatasan Rafah untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Palestina di Jalur Gaza yang dilanda perang.
Melalui unggahan video di media sosial, beberapa aktivis menyerukan kepada sesama peserta untuk tidak mundur. "Jika Anda berada di Kairo, tetaplah di sini. Jangan pergi," ujar salah satu aktivis dalam sebuah video dikutip The National, Senin (16/6).
"Kami datang ke Mesir dengan janji bahwa kami akan mematahkan blokade dan membawa bantuan kemanusiaan ke perbatasan. Dihentikan sekali saja bukanlah kegagalan. Kami akan mampu melakukan yang telah kami tetapkan untuk dicapai," tambahnya.
Aktivis lain menekankan bahwa aksi ini juga bersifat simbolis sebagai upaya menunjukkan solidaritas kepada warga Gaza yang setiap hari menghadapi serangan, kelaparan, dan pengungsian akibat konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama 21 bulan.
"Tujuan utama pawai ini menunjukkan kepada warga Palestina di dalam Jalur Gaza bahwa mereka tidak sendirian," ucapnya. "Orang-orang di luar, orang-orang biasa, ada di sini untuk mereka. Kami mencoba menerobos hambatan ini untuk menyampaikan pesan: perang harus diakhiri," lanjutnya.
Pawai yang dalam bahasa Arab disebut Masirat Al Ahrar atau yang memiliki arti Pawai Kebebasan bertujuan mengumpulkan ribuan aktivis pro-Palestina dari 54 negara untuk menyerukan penghentian blokade Israel terhadap Gaza. Namun, aksi ini ditanggapi dengan peningkatan pengamanan dari pihak Mesir, yang bahkan menahan dan mendeportasi ratusan peserta.
Seorang pejabat keamanan Mesir mengatakan kepada The National bahwa hampir 500 aktivis asing telah dideportasi dengan lebih dari 200 orang langsung dipulangkan saat tiba di Bandara Internasional Kairo. Sementara sisanya ditahan di luar kota Ismailia, sebelum akhirnya dibawa kembali ke bandara dengan bus untuk dikeluarkan dari negara tersebut.
Otoritas Mesir tengah menyelidiki kegagalan aparat keamanan dalam mendeteksi rencana para aktivis untuk berkumpul dan menggelar pawai di wilayah sensitif tersebut. "Kelalaian yang nyata ini telah menyebabkan adegan-adegan yang merusak dibagikan secara daring tentang polisi kami yang memukuli aktivis tidak bersenjata, menyeret mereka ke bus, atau hanya menyita paspor mereka," ujar seorang pejabat.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu malam, para penyelenggara pawai menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengakhiri pengepungan terhadap Gaza. Mereka juga mengungkapkan apresiasi terhadap rakyat Mesir atas keramahtamahan dan dukungan mereka.
Namun, mereka juga mengakui ada tantangan berat, termasuk aksi kekerasan oleh kelompok yang mereka sebut sebagai preman yang diduga dimobilisasi oleh negara untuk menggagalkan upaya menuju perbatasan Rafah.
Insiden ini terjadi di Ismailia, sekitar 120 km dari Kairo, saat para aktivis dilaporkan diserang ketika mencoba melanjutkan perjalanan menuju Sinai Utara, wilayah yang dikenal sangat dijaga oleh militer Mesir.
Rekaman yang beredar luas di media sosial menunjukkan para peserta pawai diserang di pos pemeriksaan.
Di antaranya ialah Mandla Mandela, cucu dari tokoh anti-apartheid Nelson Mandela, yang menyampaikan dalam video bahwa paspornya telah disita oleh otoritas Mesir. Pihak berwenang menegaskan bahwa para aktivis tidak mengantongi izin resmi untuk menempuh jalur menuju perbatasan Rafah.
Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa meskipun pemerintah mendukung perjuangan rakyat Palestina, setiap kunjungan ke wilayah sensitif harus mengikuti protokol ketat dan memperoleh izin terlebih dahulu.
Aktivis menanggapi dengan mengatakan bahwa mereka telah mengajukan permohonan resmi ke sejumlah kedutaan besar Mesir, tetapi tidak mendapat tanggapan. Oleh karena itu, mereka memutuskan berkumpul langsung di Mesir demi menyuarakan dukungan mereka.
Mengetahui situasi politik domestik yang sensitif, penyelenggara menegaskan bahwa mereka tidak meminta warga Mesir ikut serta dalam pawai. "Kami ingin mengingatkan semua orang bahwa pawai ini tidak bertujuan menimbulkan hasutan atau memicu revolusi. Sebaliknya, pawai ini berlangsung dan akan tetap berlangsung damai," jelas salah seorang penyelenggara.
Sementara itu, kelompok aktivis lain yang tergabung dalam Qafelat Al Somood atau Konvoi Keteguhan terhenti di Libia timur setelah memulai perjalanan dari Tunisia pada 9 Juni dan melintasi wilayah Libia barat. Konvoi ini berisikan aktivis, jurnalis, dan tenaga medis yang hendak bergabung dengan Konvoi Global ke Gaza.
Namun, upaya mereka terhenti ketika pasukan yang loyal pada komandan militer Khalifa Haftar--yang bersekutu dengan pemerintahan timur Libia--mencegat mereka di kota Sirte saat hendak melanjutkan perjalanan menuju Mesir. Menurut pernyataan dari Koordinasi Aksi Bersama untuk Palestina yang berbasis di Tunisia, pasukan Haftar mengepung kamp tempat para aktivis bermalam dan memutus akses internet di wilayah tersebut.
Tim negosiasi telah dikirim untuk menemui perwakilan Haftar. Seorang juru bicara pemerintahan Libia timur menyampaikan bahwa mereka bersedia memberikan bantuan logistik berupa makanan dan obat-obatan, tetapi para aktivis hanya akan diizinkan memasuki wilayah Mesir setelah memperoleh izin resmi dari otoritas Kairo. (I-2)
Tindakan Israel disebutkan merupakan ancaman terbesar bagi keamanan dan perdamaian di kawasan.
PEMERINTAH Israel menegaskan kembali bahwa setiap kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina, harus mencakup pembebasan seluruh sandera.
Qatar dan Mesir telah menerima persetujuan Hamas atas usulan gencatan senjata di Jalur Gaza.
MENTERI Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty pada Senin (18/8) menegaskan penolakannya terhadap pernyataan resmi Israel terkait konsep Israel Raya
Menlu Mesir Badr Abdelatty menolak ide pemindahan warga Gaza. Ia menegaskan pengusiran massal Palestina adalah garis merah.
Baznas salurkan bantuan kepada keluarga pengungsi Palestina di Mesir.
LIMA jurnalis termasuk di antara setidaknya 20 orang yang tewas, kemarin, akibat serangan Israel menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, Jalur Gaza, Palestina.
INVESTIGASI gabungan yang dilakukan media milik warga Israel-Palestina, +972 Magazine dan Local Call, mengungkapkan keberadaan unit khusus, Sel Legitimasi, di tubuh militer Israel yang secara sistematis berupaya mendiskreditkan jurnalis Palestina di Jalur Gaza.
KABINET Israel menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza dalam pertemuan pada Kamis (21/8).
PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan dimulainya pembicaraan dengan kelompok Hamas guna membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.
PASUKAN Pertahanan Israel (IDF) mulai bergerak ke arah Gaza City setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyetujui rencana operasi militer untuk merebut wilayah tersebut.
Federasi Sepak Bola Norwegia menyatakan akan menyumbangkan seluruh keuntungan dari laga Kualifikasi Piala Dunia melawan timnas Israel pada 11 Oktober untuk bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved