Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MESKIPUN menghadapi penangkapan, deportasi, dan konfrontasi dengan aparat keamanan Mesir, sejumlah peserta Global March to Gaza atau Konvoi Global ke Jalur Gaza tetap bersikeras bertahan di Kairo. Mereka bertekad melanjutkan upaya menembus perbatasan Rafah untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Palestina di Jalur Gaza yang dilanda perang.
Melalui unggahan video di media sosial, beberapa aktivis menyerukan kepada sesama peserta untuk tidak mundur. "Jika Anda berada di Kairo, tetaplah di sini. Jangan pergi," ujar salah satu aktivis dalam sebuah video dikutip The National, Senin (16/6).
"Kami datang ke Mesir dengan janji bahwa kami akan mematahkan blokade dan membawa bantuan kemanusiaan ke perbatasan. Dihentikan sekali saja bukanlah kegagalan. Kami akan mampu melakukan yang telah kami tetapkan untuk dicapai," tambahnya.
Aktivis lain menekankan bahwa aksi ini juga bersifat simbolis sebagai upaya menunjukkan solidaritas kepada warga Gaza yang setiap hari menghadapi serangan, kelaparan, dan pengungsian akibat konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas yang telah berlangsung selama 21 bulan.
"Tujuan utama pawai ini menunjukkan kepada warga Palestina di dalam Jalur Gaza bahwa mereka tidak sendirian," ucapnya. "Orang-orang di luar, orang-orang biasa, ada di sini untuk mereka. Kami mencoba menerobos hambatan ini untuk menyampaikan pesan: perang harus diakhiri," lanjutnya.
Pawai yang dalam bahasa Arab disebut Masirat Al Ahrar atau yang memiliki arti Pawai Kebebasan bertujuan mengumpulkan ribuan aktivis pro-Palestina dari 54 negara untuk menyerukan penghentian blokade Israel terhadap Gaza. Namun, aksi ini ditanggapi dengan peningkatan pengamanan dari pihak Mesir, yang bahkan menahan dan mendeportasi ratusan peserta.
Seorang pejabat keamanan Mesir mengatakan kepada The National bahwa hampir 500 aktivis asing telah dideportasi dengan lebih dari 200 orang langsung dipulangkan saat tiba di Bandara Internasional Kairo. Sementara sisanya ditahan di luar kota Ismailia, sebelum akhirnya dibawa kembali ke bandara dengan bus untuk dikeluarkan dari negara tersebut.
Otoritas Mesir tengah menyelidiki kegagalan aparat keamanan dalam mendeteksi rencana para aktivis untuk berkumpul dan menggelar pawai di wilayah sensitif tersebut. "Kelalaian yang nyata ini telah menyebabkan adegan-adegan yang merusak dibagikan secara daring tentang polisi kami yang memukuli aktivis tidak bersenjata, menyeret mereka ke bus, atau hanya menyita paspor mereka," ujar seorang pejabat.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu malam, para penyelenggara pawai menegaskan kembali komitmen mereka untuk mengakhiri pengepungan terhadap Gaza. Mereka juga mengungkapkan apresiasi terhadap rakyat Mesir atas keramahtamahan dan dukungan mereka.
Namun, mereka juga mengakui ada tantangan berat, termasuk aksi kekerasan oleh kelompok yang mereka sebut sebagai preman yang diduga dimobilisasi oleh negara untuk menggagalkan upaya menuju perbatasan Rafah.
Insiden ini terjadi di Ismailia, sekitar 120 km dari Kairo, saat para aktivis dilaporkan diserang ketika mencoba melanjutkan perjalanan menuju Sinai Utara, wilayah yang dikenal sangat dijaga oleh militer Mesir.
Rekaman yang beredar luas di media sosial menunjukkan para peserta pawai diserang di pos pemeriksaan.
Di antaranya ialah Mandla Mandela, cucu dari tokoh anti-apartheid Nelson Mandela, yang menyampaikan dalam video bahwa paspornya telah disita oleh otoritas Mesir. Pihak berwenang menegaskan bahwa para aktivis tidak mengantongi izin resmi untuk menempuh jalur menuju perbatasan Rafah.
Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa meskipun pemerintah mendukung perjuangan rakyat Palestina, setiap kunjungan ke wilayah sensitif harus mengikuti protokol ketat dan memperoleh izin terlebih dahulu.
Aktivis menanggapi dengan mengatakan bahwa mereka telah mengajukan permohonan resmi ke sejumlah kedutaan besar Mesir, tetapi tidak mendapat tanggapan. Oleh karena itu, mereka memutuskan berkumpul langsung di Mesir demi menyuarakan dukungan mereka.
Mengetahui situasi politik domestik yang sensitif, penyelenggara menegaskan bahwa mereka tidak meminta warga Mesir ikut serta dalam pawai. "Kami ingin mengingatkan semua orang bahwa pawai ini tidak bertujuan menimbulkan hasutan atau memicu revolusi. Sebaliknya, pawai ini berlangsung dan akan tetap berlangsung damai," jelas salah seorang penyelenggara.
Sementara itu, kelompok aktivis lain yang tergabung dalam Qafelat Al Somood atau Konvoi Keteguhan terhenti di Libia timur setelah memulai perjalanan dari Tunisia pada 9 Juni dan melintasi wilayah Libia barat. Konvoi ini berisikan aktivis, jurnalis, dan tenaga medis yang hendak bergabung dengan Konvoi Global ke Gaza.
Namun, upaya mereka terhenti ketika pasukan yang loyal pada komandan militer Khalifa Haftar--yang bersekutu dengan pemerintahan timur Libia--mencegat mereka di kota Sirte saat hendak melanjutkan perjalanan menuju Mesir. Menurut pernyataan dari Koordinasi Aksi Bersama untuk Palestina yang berbasis di Tunisia, pasukan Haftar mengepung kamp tempat para aktivis bermalam dan memutus akses internet di wilayah tersebut.
Tim negosiasi telah dikirim untuk menemui perwakilan Haftar. Seorang juru bicara pemerintahan Libia timur menyampaikan bahwa mereka bersedia memberikan bantuan logistik berupa makanan dan obat-obatan, tetapi para aktivis hanya akan diizinkan memasuki wilayah Mesir setelah memperoleh izin resmi dari otoritas Kairo. (I-2)
11 WNI yang tergabung dalam kelompok independen The Strong Minor Project (TSMP) telah memutuskan untuk kembali ke tanah air setelah sebelumnya berencana mengikuti aksi Global March to Gaza.
DI media sosial, viral 10 warga negara Indonesia (WNI) yang ingin bergabung dalam gerakan Konvoi Global ke Gaza terkena ancaman polisi Mesir.
MENTERI Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu (11/6) meminta Mesir untuk mencegah para aktivis mencapai perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza dan memasuki wilayah Palestina.
SEBANYAK 12 aktivis di kapal Madleen gagal menembus blokade Israel. Namun gerakan itu membakar ribuan aktivis lain sedunia untuk meluncurkan Konvoi Global ke Gaza.
PRESIDEN Mesir Abdel Fattah Al Sisi melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian untuk membahas pentingnya mencegah eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah.
KEPALA Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk mengecam keras tindakan militer Israel di Jalur Gaza yang terus dilanda kekerasan.
AKTIVIS pro-Palestina yang berkumpul dengan tujuan mematahkan blokade Israel terhadap Gaza mundur ke Misrata di Libia barat setelah diblokade oleh pihak berwenang di wilayah timur negara itu.
PULUHAN ribu orang berpakaian merah berbaris melalui jalan-jalan di Den Haag dan di Brussels untuk menuntut lebih banyak tindakan pemerintah mereka terhadap genosida di Gaza.
ENTITAS baru yang didukung Amerika Serikat dan Israel untuk memberi bantuan pangan di Jalur Gaza, Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), ternyata menimbulkan banyak masalah dan tanda tanya.
YAYASAN Kemanusiaan Gaza (GHF) yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka tidak akan menyalurkan bantuan pada Rabu (4/6).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved