Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Benjamin Netanyahu Temui Donald Trump di Gedung Putih: Strategi Gaza, Iran, dan Normalisasi Timur Tengah

Thalatie K Yani
05/2/2025 05:24
Benjamin Netanyahu Temui Donald Trump di Gedung Putih: Strategi Gaza, Iran, dan Normalisasi Timur Tengah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi pemimpin asing pertama yang mengunjungi Presiden Donald Trump sejak kembali ke Gedung Putih.(Media Sosial X)

KEDATANGAN Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai pemimpin asing pertama yang mengunjungi Presiden Donald Trump sejak kembali ke Gedung Putih, menjadi momen yang sangat penting.  

Tidak diragukan lagi pemimpin Israel tersebut disambut dengan hangat. Namun, hubungan antara keduanya bisa jadi lebih rumit daripada yang terlihat di permukaan—terlebih karena masa depan Timur Tengah mungkin bergantung pada pernyataan Trump.  

Trump mengklaim sebagai pihak yang berjasa dalam kesepakatan pertukaran sandera dengan gencatan senjata yang disepakati sebelum ia menjabat. Meskipun  mendorong kesepakatan ini, Trump tetap harus mengawasi dua fase terakhir dari rencana tiga tahap tersebut. Sehari sebelum bertemu Netanyahu, ia tidak terdengar terlalu yakin.  

"Saya tidak memiliki jaminan bahwa ini akan bertahan," ujarnya di Oval Office, saat mengundang wartawan untuk menyaksikannya menandatangani dokumen. "Saya telah melihat orang-orang diperlakukan dengan brutal. Tidak ada yang pernah melihat hal seperti ini."  

Utusan Timur Tengahnya, Steve Witkoff, yang berdiri di dekatnya, terlibat secara intens dalam implementasi kesepakatan ini, termasuk mengunjungi Gaza minggu lalu dalam misi pencarian fakta. Ia memberikan pandangan yang sedikit lebih optimistis dibandingkan Trump.  

"Sejauh ini masih bertahan," katanya. "Kami tentu berharap yang terbaik, dan itu adalah arahan presiden: mengeluarkan sandera, menyelamatkan nyawa, dan, semoga, mencapai penyelesaian damai."  

Menjelang kedatangan Netanyahu, Selasa, pejabat senior pemerintahan mengatakan negosiasi gencatan senjata tahap kedua akan menjadi fokus pembicaraan di Oval Office, bersama dengan diskusi mengenai langkah selanjutnya di Gaza. Salah satu pejabat menyatakan Trump tetap fokus pada pembebasan semua sandera.  

Namun, ada banyak hal lain yang akan dibahas antara Trump dan Netanyahu selain kesepakatan gencatan senjata. Salah satunya adalah masa depan Gaza, yang menurut Trump harus dikosongkan untuk rekonstruksi, dengan warga Palestina yang tinggal di sana dipindahkan ke Mesir dan Yordania.  

Trump "sangat fokus" untuk memastikan Hamas disingkirkan dari kekuasaan dan tidak bisa lagi mengendalikan Jalur Gaza, kata salah satu pejabat senior AS pada hari Selasa.  

"Presiden Trump melihat Jalur Gaza sebagai lokasi pembongkaran," ujar pejabat tersebut. "Ia menganggap pembangunan kembali kawasan itu dalam tiga hingga lima tahun tidak realistis dan percaya setidaknya butuh 10 hingga 15 tahun agar bisa kembali layak huni. Memaksa orang untuk tinggal di tanah yang dipenuhi puing-puing dan bahan peledak yang belum meledak adalah tindakan tidak manusiawi."  

Selain itu, ada juga potensi normalisasi hubungan yang lebih luas antara Israel dan negara-negara Arab, terutama Arab Saudi, yang sebelumnya diupayakan oleh mantan Presiden Joe Biden sebelum serangan 7 Oktober 2023. Trump, yang secara terbuka mengincar Hadiah Nobel Perdamaian, mungkin melihat ini sebagai kesempatan besar yang dapat mengubah wajah Timur Tengah dan membentuk pertahanan baru terhadap Iran, musuh bersama Israel dan Arab Saudi.  

Apakah Netanyahu tertarik dengan diplomasi masih menjadi pertanyaan. Ada spekulasi bahwa Netanyahu bisa memanfaatkan pertemuan ini untuk mengukur kesiapan Trump terhadap serangan langsung, terutama saat proksi Iran telah dilemahkan, ambisi nuklir Iran tampak meningkat, dan hubungan Netanyahu dengan Washington sedang menghangat.  

Namun, Trump sendiri tidak terdengar terlalu antusias untuk memulai konflik baru dengan Iran.  "Semoga ini bisa diselesaikan tanpa harus menghadapi masalah itu. Akan sangat baik jika bisa diselesaikan tanpa harus mengambil langkah lebih jauh," katanya bulan lalu ketika ditanya tentang kemungkinan serangan terhadap fasilitas Iran.  

Hubungan yang Rumit  

Di akhir masa jabatan Biden, hubungan antara pemimpin AS dan Israel sangat tegang hingga mereka tidak berbicara selama berbulan-bulan, meskipun perang di Gaza masih berlangsung dan Biden terus berusaha menengahi gencatan senjata.  

Menjelang pemilu November lalu, tidak diragukan lagi di antara tim Biden, Netanyahu menginginkan kemenangan Trump, meyakini dengan Trump di Gedung Putih, ia akan memiliki kebebasan lebih besar dari pemerintah AS untuk menjalankan agenda perangnya dibandingkan jika Kamala Harris yang menjabat. Prediksi itu ternyata benar.  

Trump telah mencabut pembatasan pengiriman bom berat ke Israel, membatalkan salah satu kebijakan era Biden yang bertujuan memberi tekanan pada Israel di tengah perang Gaza.  

Bahkan, ia bisa melangkah lebih jauh minggu ini. Netanyahu dan delegasinya berencana mendesak pemerintahan Trump untuk mempercepat penjualan senjata senilai miliaran dolar, termasuk ribuan bom baru, rudal, artileri, dan persenjataan lainnya selama kunjungan mereka.  

Beberapa senjata mungkin membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk diproduksi, tetapi pengiriman bom bisa dimulai dalam beberapa bulan mendatang.  

Jika Trump menyetujui hal ini, itu akan menjadi tingkat dukungan baru dari AS untuk Israel serta sinyal bahwa Trump bersedia mengakomodasi permintaan Netanyahu di tengah ketidakpastian yang mendalam di Timur Tengah.  

Namun, meskipun Trump populer di Israel dan Netanyahu menyambut kembalinya ke Gedung Putih dengan antusias, hubungan mereka tidak selalu harmonis.  

Ketika Netanyahu mengucapkan selamat kepada Biden atas kemenangan pemilu 2020, Trump marah besar karena merasa dikhianati. Selama beberapa bulan setelahnya, Trump menuduh Netanyahu tidak setia dan bahkan melontarkan kata-kata kasar kepada jurnalis Israel terkemuka, Barak Ravid, yang kini menjadi analis CNN: "F**k him."  

Bahkan tiga tahun kemudian, setelah Hamas melancarkan serangan terburuk dalam sejarah Israel pada 7 Oktober 2023, jelas bahwa rasa kecewa Trump terhadap Netanyahu belum sepenuhnya hilang.  

"(Netanyahu) tidak siap. Dia tidak siap, dan Israel juga tidak siap," kata Trump dalam sebuah wawancara tak lama setelah serangan itu—komentar yang bahkan menuai kecaman dari Partai Republik.  

Netanyahu jelas berharap bahwa ketegangan masa lalu akan dilupakan saat ia berkunjung pada hari Selasa. Tampaknya hampir pasti bahwa interaksinya dengan Trump tidak akan mengandung ketidaksepakatan terbuka seperti yang mewarnai hubungannya dengan Biden pada tahun terakhir masa jabatannya.  

Yang pasti, Netanyahu berusaha mengumpulkan berbagai pandangan selama berada di Washington. Perdana menteri Israel ini berencana tinggal di Washington lebih lama setelah pembicaraan hari Selasa dengan Trump. Ia tiba di Blair House, kediaman tamu presiden, pada Minggu malam dan diperkirakan akan bertahan hingga akhir pekan, termasuk untuk pertemuan di Capitol Hill.  

Terlepas dari semua perbedaan besar mereka, Trump dan Biden memiliki filosofi yang sama dalam menjalin hubungan luar negeri: berdialog secara langsung adalah cara terbaik untuk mencapai kemajuan.  

Delapan tahun lalu, tamu asing pertama Trump di Gedung Putih adalah Perdana Menteri Inggris saat itu, Theresa May. Kunjungannya mungkin paling diingat karena foto saat ia dan Trump bergandengan tangan menuruni jalan di West Colonnade.  

Namun, perjalanan awal May ke Washington, yang bertujuan meyakinkan Trump agar tidak menarik diri dari NATO, tidak berujung pada hubungan yang hangat selama sisa masa jabatannya. Trump sering mengkritik cara May menangani Brexit, meskipun keduanya tampaknya berdamai saat May mengundurkan diri.  

Dengan Netanyahu, Trump memiliki tugas yang jauh lebih mendesak. (CNN/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya