Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Menlu Rusia Tiba di Korea Utara

Ferdian Ananda Majni
18/10/2023 20:27
Menlu Rusia Tiba di Korea Utara
MENTERI Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov(AFP)

MENTERI Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov tiba di Korea Utara pada hari Rabu, (18/10), di tengah meningkatnya kekhawatiran Barat akan eratnya hubungan militer antara sekutu bersejarah tersebut.

Kunjungan dua hari utusan Rusia itu diperkirakan akan berfokus pada peletakan dasar untuk kunjungan Presiden Vladimir Putin, seperti disampaikan juru bicara Kremlin kepada kantor berita TASS sebelumnya.

Kunjungan ini dilakukan sehari setelah Moskow menepis tuduhan-tuduhan Amerika Serikat (AS) bahwa Korea Utara telah mulai memasok senjata kepada Rusia untuk perangnya di Ukraina.

Baca juga : Xi Jinping Tolak Konfrontasi Blok dan Paksaan Ekonomi

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bulan lalu berkunjung ke Rusia dan mengundang Putin untuk mengunjungi negaranya.

Baca juga : Kehadiran Putin di Beijing Perkuat Gelombang Anti-Barat

Pertemuan Kim dengan Putin memicu kekhawatiran Barat bahwa Pyongyang dapat memberikan senjata kepada Moskow untuk perang yang berkepanjangan di Ukraina.

Sementara uti, AS mengatakan pengiriman senjata telah berlangsung, Korea Utara mengirimkan lebih dari 1.000 kontainer peralatan militer dan amunisi ke Rusia dalam beberapa minggu terakhir.

"Pyongyang meminta berbagai bantuan militer sebagai imbalannya, termasuk teknologi-teknologi canggih," kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, kepada para wartawan.

Menurut grafik yang disediakan oleh Gedung Putih, sejumlah kontainer dikirim melalui laut dari Najin di Korea Utara, ke Dunay di Rusia, antara tanggal 1 September dan 1 Oktober.

Kontainer-kontainer itu kemudian dikirim dengan kereta api ke sebuah depot amunisi yang berjarak sekitar 290 kilometer (180 mil) dari perbatasan Ukraina.

Namun Kremlin menyebut bahwa Amerika Serikat tidak memiliki bukti bahwa senjata tersebut dikirim.

"Mereka melaporkan hal ini sepanjang waktu, tanpa memberikan bukti apa pun," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada kantor-kantor berita Rusia ketika ditanya tentang pengiriman senjata yang dilaporkan.

Para analis yang berbasis di Washington, Beyond Parallel, pekan lalu secara terpisah merilis gambar satelit yang menunjukkan penumpukan lalu lintas kereta api yang belum pernah terjadi sebelumnya di sepanjang perbatasan Rusia dengan Korea Utara.

"Kesibukan aktivitas tersebut kemungkinan besar mengindikasikan pasokan senjata dan amunisi Korea Utara ke Rusia," kata kelompok itu dalam laporannya.

Meskipun Rusia telah meningkatkan produksi peluru tahun ini menjadi 2,5 juta butir, para analis mengatakan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan di medan perang.

"Pasukan Moskow menembakkan sekitar 60.000 peluru per hari," menurut data Ukraina.

Korea Utara adalah produsen massal persenjataan konvensional dan diketahui memiliki stok besar bahan perang era Soviet, meskipun kondisinya tidak diketahui.

Selama perjalanannya ke timur jauh Rusia bulan lalu, Kim mengatakan bahwa ia akan menjadikan hubungan bilateral Korea Utara dengan Moskow sebagai prioritas utama negara tersebut.

Rusia dan Korea Utara sama-sama berada di bawah serangkaian sanksi internasional, yakni Moskow karena invasi ke Ukraina, dan Pyongyang karena uji coba senjata nuklir.

Pengetatan aliansi mereka terjadi ketika hubungan antara kedua Korea berada pada titik terendah dalam sejarah, di mana Korea Utara melakukan serangkaian uji coba senjata yang memecahkan rekor tahun ini dan baru-baru ini mengabadikan statusnya sebagai negara nuklir dalam konstitusinya.

Korea Selatan pada gilirannya telah bergerak untuk memperketat pengaturan keamanannya dengan sekutu lamanya AS, sambil memasuki pengaturan trilateral baru yang juga mencakup Jepang.

Baik Presiden AS Joe Biden maupun Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol telah menyatakan bahwa penggunaan senjata nuklir oleh Korea Utara akan berarti "akhir" dari rezim di Pyongyang.

"Sebuah pesawat pengebom B-52 milik Amerika Serikat yang mampu membawa senjata nuklir mendarat pada hari Selasa di Bandara Cheongju, sekitar 100 kilometer sebelah selatan Seoul," kantor berita Yonhap melaporkan.

Kedatangannya terjadi kurang dari seminggu setelah kapal induk USS Ronald Reagan berlabuh di kota pelabuhan selatan Busan, yang memicu kemarahan Pyongyang.

Meskipun pesawat B-52 sebelumnya telah mengambil bagian dalam latihan bersama di semenanjung itu, namun ini merupakan kali pertama pesawat tersebut mendarat di negara itu sejak setidaknya tahun 2000, ketika pencatatan rekor tersebut dimulai.

Pesawat pengebom itu melakukan terbang lintas di pameran pertahanan ADEX yang sangat besar di Korea Selatan sebelum mendarat di Cheongju.

Media Korea Selatan pada hari Rabu melaporkan pesawat pengebom itu diperkirakan akan mengambil bagian dalam latihan udara akhir pekan dan melibatkan pesawat-pesawat dari Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. (AFP/Z-8)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya