Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Prancis Selidiki Kasus Peluru Karet Mematikan dalam Kerusuhan di Marseille

Cahya Mulyana
06/7/2023 17:05
Prancis Selidiki Kasus Peluru Karet Mematikan dalam Kerusuhan di Marseille
Ilustrasi(Istimewa)

PIHAK berwenang Prancis menyelidiki kematian seorang pria yang menjadi korban penembakan dengan peluru karet polisi. Korbannya yang berusia 27 tahun tewas dalam insiden yang terjadi di Marseille.

Jaksa di Marseille, Dominique Laurens mengatakan korban tewas oleh peluru karet polisi. Kejadian itu menimpa pria berusia 27 tahun saat mengendarai skuter pada Sabtu (1/7) malam, dan diyakini menderita serangan jantung.

Laurens mengatakan dia telah membuka penyelidikan atas kematian oleh peluru jenis flashball ini. Kematian ini akan menjadi yang pertama dilaporkan selama kerusuhan selama seminggu, yang dipicu oleh penembakan polisi yang fatal terhadap seorang remaja berusia 17 tahun asal Afrika Utara pada Rabu (27/6).

Baca juga : Prancis Investigasi Kekerasan Prajurit AL terhadap Demonstran

Di Prancis timur laut, sebuah keluarga telah mengajukan pengaduan yang menuduh pasukan keamanan melakukan kekerasan yang disengaja pada Jumat (30/7) yang menyebabkan Aimene Bahouh, 25, cacat permanen.

Saat kejadian, Bahouh sedang mengemudi mobil dengan jendela terbuka. Kemudian sebuah peluru serupa mengenai kepalanya.

Baca juga : Butuh Rp16 T untuk Perbaiki Dampak Kerusuhan Prancis

Kerabat dan pengacara keluarganya mengatakan Bahouh terkena peluru milik petugas polisi RAID elit yang dikenal sebagai kantong kacang. Inspektorat polisi IGPN Prancis di Metz sedang menyelidiki kasus tersebut.

Sebanyak 45 ribu pasukan keamanan masih dikerahkan secara nasional yang berhasil menurunkan angka kekerasan pada Rabu (5/7). Hanya 16 penangkapan, turun drastis dari puncaknya pada Jumat (30/6), dengan 1.300 penangkapan.

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin memberi tahu para senator aksi yang sering dilakukan oleh massa remaja di daerah multi-etnis di kota-kota Prancis yang kerap dirundung rasisme dan diskriminasi. Sekitar 23.000 gedung mengalami kebakaran dan 273 bangunan milik aparat keamanan, 168 sekolah dan 105 kantor walikota dirusak selama kerusuhan ini terjadi sejak Kamis (29/6).

Lebih dari 3.500 orang telah ditangkap, dengan usia rata-rata 17 tahun. "Kita bisa melihat ketenangan kembali secara nasional tetapi tetap waspada untuk beberapa jam dan hari mendatang," kata Darmanin.

Meskipun angka kekerasan menurun, tetapi perdebatan mengenai rasisme meningkat. Masyarakat Prancis menyoroti diskriminasi oleh penegak hukum terhadap penduduk kulit berwarna.

Sebagian besar politisi oposisi sayap kanan telah menyimpulkan bahwa pemerintah telah kehilangan cengkeramannya di daerah miskin. Partai-partai sayap kanan menghubungkan kerusuhan paling intens dan meluas sejak 2005 dengan migrasi massal, sehingga menyerukan pembatasan pendatang baru.

Bruno Retailleau, yang mengepalai partai oposisi Partai Republik di Senat, menilai protes yang diikuti kekerasan ini akibat kehadiran para imigran. Naamun data menunjukkan sekitar 90% dari mereka yang ditangkap selama kerusuhan itu adalah warga negara Prancis.

Kepala parlemen dari partai France Unbowed yang berhaluan kiri keras, Mathilde Panot, mengecam rasisme. Komentator media anti-Islam Eric Zemmour, yang gagal mencalonkan diri sebagai presiden April lalu, menyamakan kerusuhan itu dengan perang etnis.

Darmanin, seorang sayap kanan di kabinet Macron, mengatakan kepada para senator bahwa usai memeriksa nama-nama tahanan, ditemukan banyak Kevin. Nama itu mengacu pada nama yang populer di kalangan kelas pekerja kulit putih. (AFP/Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik