Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
ANGKA pernikahan dini secara global tercatat mengalami penurunan. Tapi, trennya tidak terlalu signifikan. UNICEF mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya dan ada hasil posifit yang didapat dalam 10 tahun terakhir. Namun, itu dinilai belum memuaskan.
Menurut data UNICEF, sekitar 640 juta anak perempuan dan perempuan dewasa saat ini menikah di bawah usia 18 tahun. Setidaknya 12 juta anak perempuan jadi pengantin setiap tahunnya.
Dalam 25 tahun terakhir, tren pernikahan dini sudah mengalami penurunan. Pada 1997, ada 25% perempuan berusia 20-24 tahun yang menjalani pernikahan dini. Rentang usia mereka ialah 12-17 tahun. Pada 2012, angka tersebut turun menjadi 23% dan tahun lalu menjadi 19%.
Masih ada 9 juta anak perempuan yang diperkirakan bakal menikah saat mereka masih di bawah 18 tahun pada 2030.
Baca juga: UNHCR Salurkan Bantuan ke 1,5 Juta Pengungsi Sepanjang 2021
"Dengan laju seperti sekarang, kita masih harus menunggu hingga 300 tahun untuk bisa menghapus pernikahan dini," kata perwakilan UNICEF Claudia Cappa.
Cappa khawatir situasi global sekarang, seperti pandemi covid-19 dan perang di sejumlah negara akan menghambat upaya menekan angka pernikahan dini. Pandemi saja bisa berpotensi menambah 10 juta anak perempuan yang bakal menjalani pernikahan sebelum waktunya pada 2020-2030.
"Dunia dilanda krisis yang menghancurkan harapan dan impian anak-anak yang rentan, khususnya anak perempuan yang harusnya pergi sekolah, bukan ke pelaminan," kata bos UNICEF Catherine Russell menanggapi hasil riset pihaknya.
Baca juga: PBB Kirim Utusan Khusus ke Sudan
UNICEF menemukan fakta mengapa kerap terjadi pernikahan dini karena argumen bahwa itu dilakukan untuk melindungi sang anak dari segi finansial, sosial, dan fisik. Selain itu juga jadi cara orang tua untuk mengurangi jumlah anak yang harus diberi makan. Padahal pernikahan dini adalah pelanggaran terhadap hak anak.
Lebih lanjut, UNICEF mengatakan tren penurunan pernikahan dini terjadi di Asia Selatan. Namun, di wilayah tersebut, 45% dari 640 juta perempuan yang sudah menjadi orang tua, adalah yang menikah di bawah usia 18 tahun.
Sementara yang tidak terjadi perubahan positif adalah di Afrika sub-Sahara. Anak perempuan di sana sangat berisiko menjalani pernikahan sebelum waktunya. "Dengan 1 dari 3 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun," kata data UNICEF yang menyebutkan pernikahan dini di sana bisa meningkat 10% pada 2030. (AFP/Z-6)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
KASUS perkawinan anak masih marak terjadi di Indonesia. Teranyar, viral soal berita perkawinan anak berusia 16 dan 15 tahun di Nusa Tenggara Barat (NTB).
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan ormas-ormas mempunyai cara tersendiri untuk mengatasi pernikahan anak di usia dini.
Aktor dan pelawak Tora Sudiro mengungkapkan kepanikannya saat menikahkan putri pertamanya, Azzahra Nabila Sudiro, pada Minggu (25/8).
Di Sulawesi Selatan, jumlah dispensasi perkawinan anak yang disetujui mencapai ribuan orang dalam setahun saja.
Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah terbukti ampuh untuk menurunkan angka stunting di Jawa Tengah dan nasional.
JUMLAH anak-anak yang mengalami kekurangan gizi di Jalur Gaza meningkat dengan laju yang mengkhawatirkan.
Pertanian tetap menjadi sektor terbesar untuk pekerja anak, menyumbang 61% dari semua kasus, diikuti oleh jasa (27%), seperti pekerjaan rumah tangga.
Fase ini meletakkan fondasi yang kokoh bagi kesehatan, kemampuan belajar, kesejahteraan secara keseluruhan, bahkan potensi penghasilan mereka di masa depan.
Rumah sakit yang menangani bayi dan anak-anak di Gaza kekurangan peralatan medis esensial.
Data juga menunjukkan 1,4 juta perempuan hamil dan menyusui mengalami malnutrisi.
Centres of Excellence tingkat nasional bertempat di Institut Pertanian Bogor sementara yang lainnya terletak di beberapa universitas lain di seluruh negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved