MILITER Myanmar mengakui telah melakukan serangan udara terhadap sebuah aula komunitas di wilayah Sagaing Tengah yang dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 50 orang, termasuk para wanita dan anak-anak sekolah yang sedang menari.
Juru bicara militer, Zaw Min Tun, mengkonfirmasi serangan tersebut pada hari Selasa (11/4). Menurutnya, bahwa pasukan keamanan menyerang sebuah upacara pembukaan kantor yang diduga milik kelompok milisi yang menentang pemerintahan mereka di Desa Pa Zi Gyi.
Dia mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa beberapa korban tewas adalah para pejuang anti-kudeta yang berseragam, namun mungkin saja ada beberapa orang yang mengenakan pakaian sipil.
Baca juga: Serangan Bom Junta Myanmar Tewaskan 8 Orang Termasuk Anak-anak
Ia kemudian menyalahkan ranjau yang ditanam oleh milisi sebagai penyebab kematian tersebut.
Jet Tempur dan Helikopter Militer Serang Warga
Para saksi mata mengatakan kepada media lokal bahwa serangan tersebut terjadi pada Selasa (11/4) pagi, dengan jet tempur menjatuhkan bom di balai warga. Serangan helikopter menyusul, menembaki orang-orang yang selamat di tempat kejadian.
"Banyak orang termasuk anak-anak terbunuh dan jumlah korban mungkin lebih dari 50 orang," kata U Nay Zin Latt, mantan anggota parlemen di wilayah tersebut, kepada situs berita Irrawaddy.
Baca juga: Indonesia Terus Upayakan Perdamaian di Myanmar
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jerman, dan Amerika Serikat (AS) mengutuk serangan tersebut. Menurut, kondisi itu merupakan salah satu serangan paling mematikan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari 2021.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan agar mereka yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban, dan mereka yang terluka harus mendapatkan perawatan medis yang mendesak dan akses ke bantuan.
PBB Kutuk Serangan Militer Myanmar
Komisioner PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengatakan bahwa dia ngeri dengan serangan tersebut, dan mengutuk pengabaian terang-terangan militer terhadap aturan hukum internasional yang menyerukan perlindungan warga sipil.
Baca juga: AS Kecam Junta Myanmar karena Bubarkan Partai Suu Kyi
"Ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa militer dan milisi yang berafiliasi dengannya bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat luas sejak 1 Februari 2021, beberapa di antaranya mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," tambah Turk. (AFP/fer)