SEKITAR 50 ribu guru di Selandia Baru mogok kerja pada Kamis (16/3) menuntut penaikan gaji. Mereka merasa 'tidak mampu ke dokter gigi' dan 'terlalu miskin untuk membeli kebutuhan pokok'.
Biaya hidup telah menjadi isu penting politik saat ini di Selandia Baru karena pemerintah berjuang menahan laju inflasi. Data terbaru memperlihatkan ekonomi Selandia Baru tidak menggembirakan dan dikhawatirkan memicu resesi.
Aksi protes para guru membuat sekolah-sekolah baik di level TK, tingkat pertama dan kedua tidak melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar.
Baca juga: 3.043 Pelamar Tetap Jadi Prioritas pada Seleksi Guru ASN PPPK
Serikat pekerja berpendapat bahwa pemerintah tidak memberikan angka yang bagus sesuai inflasi saat ini. Belum lagi Selandia Baru sedang kekurangan guru.
"Kualitas pendidikan adalah hak asasi manusia yang fundamental," kata Chris Abercrombie dari Asosiasi Guru Sekolah Dasar seperti dilansir dari AFP. "Tragisnya, kami (guru) melihat pemenuhan hak berjalan perlahan dan pastinya digerogoti," sambung dia.
"Peningkatan gaji guru dan pekerja sangat penting untuk menjaga staf berpengalaman dan merekrut lulusan-lulusan baru," kata Abercrombie lagi.
Baca juga: Puluhan Guru Honorer di Garut Kecewa di 'PHP' Kemendikbud
Sementara Presdent Institut Pendidikan Selandia Baru Mark Potter mengatakan para guru telah memberikan pesan kepada pemerintah agar segera dilakukan perubahan.
Setiap guru pasti ingin memberi yang terbaik kepada para murid. Tapi, itu tidak mungkin dilakukan jika tidak ada perubahan dari pemerintah.
Menteri Pendidikan Jan Tinetti mengatakan dirinya kecewa melihat para guru mogok kerja dan ingin segera ada solusi. (Z-6)