Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Amnesty Internasional: Junta Myanmar Lakukan Kejahatan Perang

Cahya Mulyana
20/7/2022 09:15

PASUKAN junta militer Myanmar dicap Amnesty International telah melakukan kejahatan perang. Junta Myanmar menyebarkan ranjau darat yang merenggut banyak nyawa dan melukai warga sipil.

"Tentara junta Myanmar telah menempatkan ranjau darat di halaman rumah warga sipil, di pintu masuk, bahkan di depan toilet umum," kata Penasihat Senior bidang Krisis Amnesty International, Rawya Rageh.

Junta Myanmar beralasan perangkap mematikan itu untuk melawan pemberontakan. Rakyat Myanmar yang memiliki senjata bersatu membuat Pasukan Pertahanan Rakyat untuk melawan junta Myanmar.

Alasan itu digunakan junta Myanmar melakukan tindakan sewenang-wenang dengan menebar ranjau darat skala besar. Perangkat itu ditempatkan di sekitar desa-desa.

Baca juga: Junta Myanmar Tahan Aung San Suu Kyi di Penjara Super Ketat

Junta Myanmar juga telah memecah belah rakyat yang memicu pemberontakan berbasis etnis dan lusinan pasukan pertahanan rakyat. Fakta itu terungkap di negara bagian Kayah di dekat perbatasan Thailand.

Rageh mengatakan, Amnesty International mewawancarai para penyintas ranjau darat dan pekerja medis yang merawat mereka.

Junta Myanmar disebut telah menempatkan ranjau darat di setidaknya 20 desa, termasuk di jalan menuju sawah, yang mengakibatkan kematian dan cedera warga sipil.

Ia mengatakan Amnesty International juga telah mendokumentasikan beberapa contoh Junta Myanmar meletakkan ranjau di sekitar gereja dan di pekarangannya.

"Setidaknya satu kasus yang terdokumentasi, tentara menjebak sebuah tangga rumah dengan alat peledak improvisasi trip-wire," jelasnya.

Dia mengkhawatirkan tindakan junta Myanmar akan terus memakan korban sipil.

“Kami tahu dari pengalaman pahit bahwa kematian dan cedera warga sipil akan meningkat seiring waktu, dan kontaminasi yang meluas telah menghalangi orang untuk kembali ke rumah dan lahan pertanian mereka,” paparnya.

Sayangnya, kata dia, Myanmar tidak termasuk negara yang menandatangani konvensi PBB yang melarang penggunaan, penimbunan, atau penggunaan ranjau darat. Sehingga militer Myanmar telah berulang kali dituduh melakukan kekejaman dan kejahatan perang selama beberapa dekade.

Kekerasan militer terhadap minoritas Rohingya pada tahun 2017 mengirim sekitar 750.000 orang etnis tersebut melarikan diri ke negara tetangga seperti Bangladesh, serta laporan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran fasilitas sipil.

Pada Maret, Amerika Serikat menyatakan bahwa kekerasan terhadap Rohingya sama dengan genosida, dengan mengatakan ada bukti yang jelas dari upaya untuk menghancurkan etnis tersebut.

Gambia menyeret Myanmar ke Mahkamah Internasional pada 2019, menuduh negara yang mayoritas beragama Buddha itu melakukan genosida terhadap minoritas Muslim.

Pengadilan yang berbasis di Den Haag itu akan memberikan penilaiannya atas keberatan awal Myanmar atas kasus tersebut akhir pekan ini.

Menyusul kudeta yang menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi, militer telah melancarkan tindakan keras berdarah terhadap perbedaan pendapat yang menurut kelompok pemantau lokal telah menewaskan lebih dari 2.000 orang dan membuat hampir 15.000 orang ditangkap. (AFP/Cah/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya