Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
AMERIKA Serikat (AS) hanya akan mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan jika ada penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan menghindari gerakan ekstremis seperti Al-Qaeda.
"Pada akhirnya, soal sikap kami terhadap pemerintahan masa depan di Afghanistan, itu akan tergantung pada tindakan pemerintah tersebut, itu akan tergantung pada tindakan Taliban," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price kepada wartawan ketika ditanya tentang pengakuan terhadap pemerintahan Taliban, pada Senin (16/8).
"Pemerintahan masa depan Afghanistan yang menjunjung tinggi hak-hak dasar rakyatnya, yang tidak menampung teroris dan yang melindungi hak-hak dasar rakyatnya, termasuk hak-hak dasar dasar setengah dari penduduknya, perempuan dan anak perempuan, itu adalah pemerintahan yang bisa bekerja sama dengan kami," urai dia.
Negosiator AS di Afghanistan, Zalmay Khalilzad, katanya, tetap berada di pangkalan diplomatik Taliban di Qatar, lokasi pembicaraan dengan kelompok Taliban.
"Saya katakan bahwa beberapa dari diskusi itu konstruktif," kata Price. "Tetapi sekali lagi, ketika menyangkut Taliban, kami akan melihat tindakan mereka daripada mendengarkan kata-kata mereka," ujarnya.
Militer AS juga melaporkan kontak hubungan dengan Taliban yang sebagian besar ditujukan pada status bandara Kabul, yang telah diamankan pasukan AS saat mereka mengangkut ribuan orang Amerika dan warga Afghanistan yang terkait dengan AS keluar dari negara itu.
Diketahui, Taliban memberlakukan aturan keras terhadap kaum perempuan saat berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001, termasuk melarang pendidikan untuk anak perempuan. Rezim tersebut kemudian berakhir usai invasi AS.
Sementara itu, gerilyawan Taliban mengambil alih Kabul dengan mudah, pada Minggu (15/8), atau beberapa hari sebelum Presiden Joe Biden menyelesaikan penarikan terakhir pasukan AS, mengakhiri perang terpanjang Amerika setelah 20 tahun.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, yang sehari sebelumnya berbicara tentang situasi tersebut melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, melarikan diri pada hari yang sama.
Price sendiri terus menyebutnya sebagai "Presiden Ghani", namun ia menolak mengatakan apakah Amerika Serikat masih mengakuinya sebagai pemimpin sah Afghanistan. "Belum ada transfer kekuasaan resmi," dalih Price. (AFP/Nur/OL-09)
PEMERINTAH tengah berupaya menurunkan tarif bea masuk produk strategis Indonesia ke Amerika Serikat (AS) setelah AS menetapkan kebijakan tarif impor sebesar 19%.
PERTEMUAN antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin Jumat (15/8) disebut sebagai langkah penting menuju perdamaian di Ukraina.
Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung, yang terpilih pada Juni, meminta Trump untuk membantu mewujudkan perdamaian antara kedua Korea selama kunjungannya ke Gedung Putih.
Australia resmi menghentikan sementara sebagian layanan pengiriman pos ke Amerika Serikat terkait tarif impor.
Namun seraya mencatat bahwa hubungan ekonomi antara kedua negara telah membaik, Trump tetap membuka peluang untuk tarif yang lebih tinggi, dan melontarkan ancaman terhadap ‘Negeri Panda’.
Korea Utara kembali melontarkan kecaman terhadap latihan militer gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan yang tengah berlangsung.
Presiden Prabowo Subianto menyoroti maraknya perilaku masyarakat yang merasa paling tahu segalanya, terutama soal isu-isu politik dan pemerintahan.
Adi mengatakan berdasarkan survei Litbang Kompas, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo cukup tinggi.
Kafe-kafe kembali ramai, dan para pembeli memadati pasar yang telah dibuka kembali.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai posisi PDIP tidak cukup kuat bersuara di parlemen karena kalah dari sisi jumlah.
PDI Perjuangan dikenal memiliki rekam jejak baik saat berada di luar pemerintahan selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Mereka mengumpulkan semua elemen masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap adanya pemerintahan baru yang akan memimpin Kota Depok lima tahun ke depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved