Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

AS Siap Akui Pemerintah Taliban Jika Hormati Hak Perempuan dan Tolak Al-Qaeda

 Nur Aivanni
17/8/2021 10:05
AS Siap Akui Pemerintah Taliban Jika Hormati Hak Perempuan dan Tolak Al-Qaeda
Kepala Dewan Tinggi Afghanistan untuk Rekonsiliasi Abdullah Abdullah dan Negosiator Taliban Abdul Ghani Baradar saat bertemu di Doha, Qatar.(KARIM JAAFAR / AFP)

AMERIKA Serikat (AS) hanya akan mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan jika ada penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan menghindari gerakan ekstremis seperti Al-Qaeda.

"Pada akhirnya, soal sikap kami terhadap pemerintahan masa depan di Afghanistan, itu akan tergantung pada tindakan pemerintah tersebut, itu akan tergantung pada tindakan Taliban," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Ned Price kepada wartawan ketika ditanya tentang pengakuan terhadap pemerintahan Taliban, pada Senin (16/8).

"Pemerintahan masa depan Afghanistan yang menjunjung tinggi hak-hak dasar rakyatnya, yang tidak menampung teroris dan yang melindungi hak-hak dasar rakyatnya, termasuk hak-hak dasar dasar setengah dari penduduknya, perempuan dan anak perempuan, itu adalah pemerintahan yang bisa bekerja sama dengan kami," urai dia.

Negosiator AS di Afghanistan, Zalmay Khalilzad, katanya, tetap berada di pangkalan diplomatik Taliban di Qatar, lokasi pembicaraan dengan kelompok Taliban.

"Saya katakan bahwa beberapa dari diskusi itu konstruktif," kata Price. "Tetapi sekali lagi, ketika menyangkut Taliban, kami akan melihat tindakan mereka daripada mendengarkan kata-kata mereka," ujarnya.

Militer AS juga melaporkan kontak hubungan dengan Taliban yang sebagian besar ditujukan pada status bandara Kabul, yang telah diamankan pasukan AS saat mereka mengangkut ribuan orang Amerika dan warga Afghanistan yang terkait dengan AS keluar dari negara itu.

Diketahui, Taliban memberlakukan aturan keras terhadap kaum perempuan saat berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001, termasuk melarang pendidikan untuk anak perempuan. Rezim tersebut kemudian berakhir usai invasi AS.

Sementara itu, gerilyawan Taliban mengambil alih Kabul dengan mudah, pada Minggu (15/8), atau beberapa hari sebelum Presiden Joe Biden menyelesaikan penarikan terakhir pasukan AS, mengakhiri perang terpanjang Amerika setelah 20 tahun.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, yang sehari sebelumnya berbicara tentang situasi tersebut melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, melarikan diri pada hari yang sama.

Price sendiri terus menyebutnya sebagai "Presiden Ghani", namun ia menolak mengatakan apakah Amerika Serikat masih mengakuinya sebagai pemimpin sah Afghanistan. "Belum ada transfer kekuasaan resmi," dalih Price. (AFP/Nur/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya