Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DI pabrik-pabrik darurat yang tersembunyi di hutan Myanmar, penduduk setempat yang telah membentuk kelompok-kelompok bela diri membuat senapan untuk melawan junta militer.
Di salah satu bengkel di negara bagian Kayah dekat perbatasan Thailand, seorang pembuat senjata amatir bersiap memasang pelatuk, potongan kayu berserakan di sekelilingnya, suara gergaji dan palu terdengar bersahutan.
Sementara yang lain menerapkan sentuhan akhir pada senjata dengan sander, sebelum memeriksa produk jadi yakni senapan bolt-action. Namun, performa senjata buatan sendiri tidak selalu memenuhi standar yang dibutuhkan dalam pertempuran.
"Suatu malam, militer menembaki kami dengan artileri berat," kata seorang anggota pasukan pertahanan diri, Ko John.
Prajurit Junta kemudian mendekat dalam jarak 60-90 meter dari rombongan.
"Ketika kami memutuskan untuk menembak mereka, senjata kami tidak menembak seperti yang diharapkan karena itu buatan sendiri," imbuhnya.
"Kami meminta dukungan dari dua penembak jitu kami dan kami menembakkan delapan peluru ke arah mereka, tetapi hanya enam peluru yang ditembakkan dengan benar,” ujarnya.
Baca juga: Unjuk Rasa Anti-Kudeta, Ratusan Ribu Guru di Myanmar Diskors
Selain bangkitnya pasukan pertahanan diri lokal, para analis percaya ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta dari kota-kota kecil di Myanmar telah berjalan kaki ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak untuk menerima pelatihan militer.
Tetapi para pejuang paruh waktu tahu bahwa itu kemungkinan besar akan mereka hadapi dalam setiap konfrontasi dengan militer Myanmar, salah satu pertempuran paling brutal dan brutal di Asia Tenggara.
Ko John menggambarkan kewalahan akibat jumlah dan persenjataan yang unggul selama satu pertemuan baru-baru ini.
"Ketika kami mencoba untuk merebut kamp militer, helikopter mereka tiba dan bala bantuan dari helikopter menembak jatuh ke arah kami,” tuturnya.
Pertempuran telah meningkat di negara bagian Kayah dalam beberapa hari terakhir, dengan penduduk setempat menuduh militer menggunakan peluru artileri yang mendarat di desa-desa.
Setelah melarikan diri dari bentrokan, Mar Ko, 36, dan keluarganya telah tinggal di tempat penampungan sementara di hutan selama lebih dari dua minggu.
"Militer menembaki kami dengan senjata berat. Itu sebabnya kami lari dari sana dan tetap bersembunyi di sini," katanya.
"Sekarang kami kehabisan (makanan) dan kami membutuhkan nasi, garam, dan minyak. Untuk kari, kami makan apa saja seperti batang pisang dan nangka,” imbuhnya.(Straitstimes/OL-5)
FENOMENA autokratisasi secara global yang terjadi saat ini memasuki gelombang ketiga. Pemerintah otoriter lahir dengan cara 'memanfaatkan' sistem demokrasi.
Bantuan yang diberikan Amerika Serikat ke Gabon akan dihentikan setelah kudeta militer bulan lalu.
Diskusi antara Prancis dan Niger dilakukan terkait kelanjutan prajurit asal Prancis.
Capres Gabon dari oposisi Albert Ondo Ossa mengatakan pengambilalihan militer hanya revolusi bukan kudeta.
SEKELOMPOK perwira senior militer Gabon mengambil alih kekuasaan pada Rabu (30/8), seusai menuduh curang hasil pemilihan umum (Pemilu) yang dimenangkan petahana Ali Bongo Ondimba.
Sekitar 170.000 warga sipil, lebih dari setengah perkiraan populasi di Negara Bagian Karenni, telah mengungsi sejak militer merebut kekuasaan tahun lalu.
JUNTA Myanmar dituding membahayakan nyawa pemimpin sipil yang dipenjara, Aung San Suu Kyi. Hal ini diungkapkan partai politik Suu Kyi.
MALAYSIA telah menyerukan agar KTT ASEAN bisa memberikan tindakan tegas terhadap para jenderal Myanmar.
KELOMPOK masyarakat sipil yang bekerja di Myanmar telah mengkritik Kepala Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Martin Griffiths atas kunjungannya ke negara tersebut.
Undang-Undang Dasar 2008 rancangan militer Myanmar, yang menurut junta masih berlaku, mewajibkan pihak berwenang mengadakan pemilu baru dalam waktu enam bulan sejak status darurat dicabut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved