Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Unjuk Rasa Anti-Kudeta, Ratusan Ribu Guru di Myanmar Diskors

 Atikah Ishmah Winahyu
23/5/2021 11:29
Unjuk Rasa Anti-Kudeta, Ratusan Ribu Guru di Myanmar Diskors
Kendati kebebasan berbicara dibungkam junta militer, gelombang unjuk rasa terus berlangsung termasuk di Kota Mandalay, Myanmar.(Handout / FACEBOOK / AFP)

SEBANYAK 125.900 guru di Myanmar diskors oleh otoritas militer karena bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil untuk menentang kudeta militer pada Februari.

Penangguhan ini telah terjadi beberapa hari sebelum dimulainya tahun ajaran baru, yang diboikot oleh beberapa guru dan orang tua sebagai bagian dari kampanye anti-kudeta.

“Sebanyak 125.900 guru sekolah telah diskors mulai Sabtu (5/5),” kata pejabat federasi guru yang menolak menyebutkan namanya.

Dia sudah ada dalam daftar buronan junta dengan tuduhan menghasut ketidakpuasan. Myanmar memiliki 430.000 guru menurut data terbaru yang diambil dua tahun lalu.

"Ini hanya pernyataan untuk mengancam orang agar kembali bekerja. Jika mereka benar-benar memecat orang sebanyak ini, seluruh sistem akan berhenti," kata pejabat yang juga seorang guru itu.

Dia mengaku telah diberitahu bahwa tuduhan yang dihadapinya akan dibatalkan jika dia kembali.

Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah meminta para guru dan siswa untuk kembali ke sekolah untuk memulai kembali kegiatan pembelajaran.

Gangguan di sekolah menggemakan bahwa di sektor kesehatan dan di seluruh pemerintahan serta bisnis swasta Myanmar dilanda kekacauan oleh kudeta dan penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.

Sekitar 19.500 staf universitas yang mendukung gerakan demokrsi dan menentang kudeta militer juga telah diskors, menurut asosiasi guru.

Orang tua menjaga anak-anak di rumah

Pendaftaran dimulai minggu depan untuk semester baru yang dimulai pada bulan Juni 2021, tetapi beberapa orang tua mengatakan mereka juga berencana untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka.

"Saya tidak akan mendaftarkan putri saya karena saya tidak ingin memberikan pendidikannya dari kediktatoran militer. Saya juga mengkhawatirkan keselamatannya," kata Myint, 42 tahun, yang putrinya berusia 14 tahun.

Para mahasiswa juga mengatakan mereka berencana untuk memboikot kelas. "Saya hanya akan kembali ke sekolah jika kami mendapatkan kembali demokrasi," kata Lwin, 18 tahun.

Sistem pendidikan Myanmar sudah menjadi salah satu yang terburuk di kawasan itu dan menduduki peringkat 92 dari 93 negara dalam survei global tahun lalu.

Bahkan di bawah kepemimpinan Suu Kyi, yang telah memperjuangkan pendidikan, pengeluaran di bawah 2% dari produk domestik bruto. Itu adalah salah satu tingkat terendah di dunia, menurut angka Bank Dunia.

Pemerintah Persatuan Nasional, yang didirikan oleh penentang junta, mengatakan akan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mendukung guru dan siswa, menyerukan kepada donor asing untuk berhenti mendanai kementerian pendidikan yang dikendalikan junta.

"Kami akan bekerja dengan para pendidik Myanmar yang menolak untuk mendukung militer yang kejam," kata Sasa, yang merupakan juru bicara pemerintah persatuan nasional.

"Guru hebat dan guru pemberani ini tidak akan pernah tertinggal,” tuturnya. (Aiw/Straitstimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya