Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Hubungan RI-Afghanistan Cukup Erat, Tapi Tak Tampak

Haufan Hasyim Salengke
04/5/2021 20:29
Hubungan RI-Afghanistan Cukup Erat, Tapi Tak Tampak
Masjid As-Salam di Indonesian Islamic Center (ICC) di daerah Ahmad Shah Baba Mina, Kabul, Afghanistan.(Ist/KBRI Afghanistan)

REKTOR Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Amany Burhanuddin Umar Lubis, menyebut sesungguhnya hubungan bilateral antara Indonesia dan Afghanistan sangat erat namun tidak terlalu kelihatan. Mestinya masih banyak potensi kerja sama yang bisa ditingkatkan oleh kedua negara di bidang ekonomi, sosial, dan perdamaian.

Indonesia, misalnya, membangun Indonesia Islamic Center, yang di dalam kompleks tersebut sudah berdiri Mesjid Assalam berkapasitas 2.500 jemaah. Di sektor pendidikan, Indonesia juga menawarkan beasiswa baru untu pelajar mahasiswa Afghanistan.

“Kerja sama pemberdayaan wanita atau woman empowerment kita memberikan ide-ide untuk pengembangan ekonomi mikro Afghanistan,” ujarnya dalam seminar nasional virtual Menyoal Pelanggaran HAM Militer di Afghanistan, Selasa (4/5).

Pada kesempatan itu, Amany menyinggung persoalan konflik dan pelanggaran HAM di bumi Afghanistan. Ia merujuk ke rilis laporan penyelidikan militer November 2020 yang menemukan informasi kredibel tentang potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan khusus Australia yang ditugaskan di Afghanistan.

“Personel pasukan khusus Australia membunuh 39 tawanan Afghanistan, warga sipil, bukan pejuang atau yang mengangkat senjata. Dari yang dilakukan oleh mereka terlihat pelanggarannya,” kata Amany.

Lebih lanjut, ia menyebut upaya menghadirkan perdamaian di Afghanistan sulit terwujud karena tidak adanya rasa saling percaya antara kelompok Taliban dan pemerintah yang berkuasa.

"Karena tidak ada yang saling percaya jadi menemukan mediator untuk terjadinya dialog sulit terjadi,” katanya,

Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Ahmad Tholabi Kharlie, menjelaskan perang selalu melahirkan persoalan serius khususnya bagi kalangan masyarakat sipil. Hingga hak-hak sipil terampas secara ekstrem. 

Dalam kasus di Afghanistan, militer Australia telah menemukan 13 anggota pasukan khusus telah melakukan pembunuhan tanpa justifikasi (unlawfull killing) terhadap 39 tawanan dan warga sipil di Afghanistan. 

“Apapun motifnya termasuk didorong budaya warrior, tindakan ini tidak dapat dibenarkan,” ujarnya. 

“Kasus ini harus didorong untuk dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC). Dalam Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, apa yang dilakukan pasukan khusus Australia itu masuk kategori ‘kejahatan perang’,” imbuhnya.

Menurutnya, temuan pelanggaran HAM militer dari Australia ini semestinya menjadi pemantik untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus lainnya yang bisa saja dilakukan oleh militer dari negara-negara lain, tak terkecuali dari kalangan Taliban sejak April 2003. 

Pihaknya mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah konkret untuk pengungkapkan kasus tersebut secara transparan dan akuntabel. Instrumen diplomasi yang dimiliki RI dapat dimanfaatkan secara maksimal. 

Upaya selanjutnya penggalangan dukungan melalui jalur diplomasi internasional seperti Orgaisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan instrumen diplomasi lainnya sebagai perwujudan dari amanat konstitusi yang tertuang dalam Preambule UUD 1945 “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan”. 

“Kami juga mendorong parlemen Indonesia dapat melakukan upaya diplomasi melalui forum parlemen internasional untuk melakukan langkah-langkah simultan terkait dugaan kejahatan perang di Afhanistan termasuk di negara-negara lainnya,” tuturnya. (Hym/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya