Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

PM Singapura: ASEAN Punya Tugas Kolektif Atasi Krisis Myanmar

 Atikah Ishmah Winahyu
24/4/2021 20:56
PM Singapura: ASEAN Punya Tugas Kolektif Atasi Krisis Myanmar
Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.(Prime Minister's Office Singapore/AFP)

PARA pemimpin atau perwakilan dari negara-negara ASEAN berkumpul dalam ASEAN Leaders Meeting (ALM) yang digelar di Sekretariat ASEAN, Jakarta untuk membahas tentang krisis di Myanmar.

Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, negara anggota ASEAN memiliki tugas kolektif untuk menegakkan perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan, serta tidak boleh acuh tak acuh dengan apa yang terjadi di Myanmar.

"Keheningan dan kelambanan akan merusak sentralitas, kredibilitas, dan relevansi ASEAN," katanya pada Sabtu (24/4).

Dia menuturkan bahwa situasi di Myanmar saat ini dapat membawa masyarakat pada bencana kemanusiaan.

"Laporan berita harian menunjukkan korban jiwa dan cedera sejauh ini secara kumulatif bertambah hingga ratusan, bahkan ribuan. Ada juga kekurangan makanan, persediaan medis dan energi. Prospek bencana kemanusiaan terbentang di hadapan kita,” tuturnya dalam pertemuan di Jakarta.

Dia menegaskan bahwa anggota ASEAN ingin membantu Myanmar beserta rakyatnya untuk menyelesaikan masalah ini. Selain itu, masyarakat internasional juga mengawasi apa yang dilakukan ASEAN.

"Proses Asean dan keterlibatan kami dengan mitra eksternal harus terus berlanjut," tambahnya.

PM Lee menyoroti enam poin kunci untuk jalan ke depan yang telah dibuat oleh para pemimpin lainnya. Pertama, penghentian kekerasan di Myanmar. Kedua, pembebasan semua tahanan politik. Ketiga, dimulainya kembali dialog politik di antara semua pemangku kepentingan utama.

Keempat, ASEAN harus memainkan peran konstruktif. Kelima, memfasilitasi kunjungan delegasi ASEAN. Dan terakhir, memfasilitasi bantuan kemanusiaan yang dipimpin oleh Asean dan melibatkan orang lain.

Dalam pidatonya, PM Lee menegaskan kembali bahwa Singapura sangat menentang penggunaan kekerasan terhadap warga sipil tak bersenjata dalam keadaan apapun.

Dia meminta otoritas militer di Myanmar untuk menahan diri dan menghentikan pertumpahan darah dan kekerasan lebih lanjut, serta untuk meredakan situasi politik dengan segera membebaskan semua tahanan politik, termasuk Presiden yang digulingkan Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi.

"Ini akan menjadi langkah pertama menuju dimulainya kembali dialog konstruktif di antara para pemangku kepentingan utama, dengan pandangan rekonsiliasi dan kembalinya stabilitas di Myanmar," ujarnya.

Lee  juga mencatat bahwa ASEAN dan komunitas internasional yang lebih luas, termasuk PBB, telah menawarkan untuk membantu memfasilitasi dimulainya kembali dialog politik dan rekonsiliasi nasional.

Dia meminta delegasi ASEAN harus diizinkan mengunjungi Myanmar untuk memfasilitasi diskusi ini, seraya menambahkan bahwa utusan khusus PBB Christine Schraner Burgener juga harus diizinkan untuk berkunjung.

"Dia telah selama tiga tahun terakhir menunjukkan komitmennya untuk menjangkau dan mendengarkan semua pihak, dan menemukan jalan ke depan," tambahnya.

"Setiap solusi yang mengembalikan Myanmar ke jalur transisi demokrasi harus melibatkan baik Tatmadaw, yang selalu menjadi lembaga kunci dalam badan politik Myanmar, dan juga Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang mendapat dukungan rakyat," pesan Lee.

“Sementara itu, Asean Coordinating Center for Humanitarian Assistance on disaster management, atau AHA Center, siap membantu, begitu pula badan kemanusiaan PBB dan kelompok bantuan lainnya,” lanjutnya.

PM Lee juga menekankan bahwa ASEAN telah mendukung Myanmar di masa lalu, dan akan terus melakukannya.

Pada awal 2000-an, ketika negara lain menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar, Singapura dan ASEAN mempertahankan dialog terbuka dan konstruktif dengan para pemimpinnya. Mereka juga mendukung Myanmar dalam tujuh langkah peta jalan menuju demokrasi, yang menghasilkan pemerintahan terpilih yang mengambil alih kekuasaan pada tahun 2015, dan kembalinya Myanmar ke komunitas bangsa-bangsa.

"Kami berharap kali ini, Myanmar akan kembali membalas maksud dan niat baik ASEAN, dan bekerja sama dengan ASEAN untuk menemukan jalan ke depan," katanya.

“Pada akhirnya, masa depan Myanmar harus ditentukan oleh rakyatnya sendiri. Tetapi ASEAN dapat, dan ingin, memainkan peran konstruktif untuk memfasilitasi solusi politik yang dirundingkan secara damai dan tahan lama serta kembalinya Myanmar ke keadaan normal dan stabilitas.”

"Pertemuan hari ini adalah langkah penting untuk melakukannya,” tandasnya. (Aiw/Straitstimes/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya