Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SEBAGAI bagian dari komitmen membangun dunia yang lebih ramah lingkungan melalui kolaborasi lintas negara, Singapore International Foundation (SIF) meluncurkan Climate Hack, sebuah program tahunan sejak 2021 yang kini berkembang menjadi platform regional penghasil solusi iklim berbasis teknologi.
Climate Hack bukan sekadar ajang kompetisi, melainkan gerakan pemuda Asia untuk menciptakan perubahan nyata di tengah krisis iklim yang semakin mendesak.
“Kami percaya bahwa solusi iklim terbaik lahir dari kolaborasi lintas budaya, lintas negara, dan lintas disiplin. Climate Hack menjadi ruang tempat semangat itu bertumbuh dan menghasilkan dampak nyata,” ujar Wakil Direktur Kerjasama Pembangunan Internasional SIF Rebecca Boon.
Ia menjelaskan bahwa program ini telah melatih hampir 1.000 pemuda dari 30 negara sejak pertama kali digelar, dan terus berkembang seiring meningkatnya tantangan iklim di kawasan Asia.
Pada 2024, Climate Hack mengangkat isu-isu krusial seperti pengelolaan sumber daya alam, limbah, transportasi, hingga pertanian dan kehutanan, sejalan dengan laporan ASEAN mengenai keadaan perubahan iklim.
Platform ini terbukti sukses menghadirkan tim-tim lintas negara yang tidak hanya menawarkan inovasi teknologi, tetapi juga menggambarkan bagaimana perbedaan bisa menjadi kekuatan utama dalam menghadapi tantangan global.
SustainIQ merupakan salah satu dari tiga tim lintas negara yang keluar sebagai pemenang di Pitch Day Climate Hack 2024 pada 22 Februari 2025. Dua tim pemenang lainnya adalah E-Connect dan SustainLoop, yang bersama SustainIQ dipilih berdasarkan kreativitas, kerja sama tim, dampak, serta kelayakan solusi mereka.
Tim SustainIQ mengembangkan sistem pemilahan sampah makanan berbasis Internet of Things (IoT). Dengan sensor yang mampu mendeteksi gas metana dan memilah sampah otomatis, tim ini berharap solusi mereka dapat diterapkan di pusat-pusat pengelolaan sampah di kawasan perkotaan, termasuk Jakarta.
“Sensor ini tidak hanya meningkatkan efisiensi pemilahan sampah, tapi juga bisa menyelamatkan masyarakat sekitar dari paparan gas metana dan bau menyengat. Ini solusi yang aman, murah, dan berbasis data,” ujar perwakilan dari Indonesia dalam tim SustainIQ Mochamad Faisal Rasid.
Ia menambahkan mereka tengah menjajaki kolaborasi dengan pihak pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Pulo Gebang, serta berharap dapat menerapkan sistem ini di RDF Rorotan untuk memantau tumpukan sampah dan menjaga kualitas udara.
Sementara itu, tim Ecovolve turut memperkaya kompetisi dengan pendekatan pada edukasi lingkungan. Mereka merancang aplikasi berbasis gim untuk mengedukasi anak-anak tentang keberlanjutan dan daur ulang limbah.
Tim ini percaya bahwa membangun kesadaran sejak usia dini akan menciptakan generasi baru yang peduli terhadap bumi.
“Kalau kita ingin perubahan jangka panjang, kita harus mulai dari yang paling muda. Anak-anak adalah agen perubahan masa depan,” ungkap salah satu anggota tim Ecovolve.
Adapun tim Ecovolve (Kamboja, Indonesia, dan Singapura) meraih People’s Choice Award, yang diberikan berdasarkan pemungutan suara di media sosial menjelang Pitch Day.
Lebih dari sekadar program kompetitif, Climate Hack juga membangun ekosistem berkelanjutan melalui alumni network yang kuat. Tim-tim yang berpartisipasi, baik menang maupun tidak, tetap mendapatkan akses ke jejaring mentor, organisasi, dan peluang kolaborasi di masa depan.
“Ikatan alumni SIF kini menjadi sumber kekuatan yang berarti bagi siapapun peserta yang pernah mengikuti program kami. Melalui ikatan ini, kami dapat terus terhubung dan mendampingi mereka dalam langkah-langkah mereka ke depan,” ujar Rebecca Boon.
Climate Conferences yang menandai dimulainya Climate Hack 2024 pada 7 September 2024 mempertemukan peserta dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Vietnam, dan India, untuk berbagi cerita serta mengusulkan solusi atas tantangan iklim yang dihadapi di komunitas mereka. Ide-ide awal tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut sepanjang program dan dipresentasikan pada Pitch Day di bulan Februari 2025.
Salah satunya adalah Josiah Enrico, peserta dari Indonesia, yang mengaku tersentuh saat mengetahui bahwa gangguan kesehatan akibat perubahan suhu yang ia alami di Indonesia ternyata serupa dengan yang dialami warga di Ho Chi Minh, Vietnam.
Kisah tersebut dibagikan oleh Khanh Tong Le Van, yang menyoroti meningkatnya penyakit kulit dan gangguan pernapasan akibat gelombang panas.
“Meskipun setiap negara memiliki tantangan berbeda, ternyata banyak persoalan yang serupa. Climate Hack membuat saya sadar bahwa kita tidak bisa bekerja sendiri dalam menghadapi krisis ini,” ujar Josiah.
Program ini pun sejalan dengan Singapore Green Plan 2030, yang merupakan strategi nasional Singapura untuk pembangunan berkelanjutan. Climate Hack dan program SIF lainnya seperti Southeast Asia Partnership for Adaptation through Water (SEAPAW) sama-sama menunjukkan komitmen SIF dalam memperkuat ketahanan iklim di kawasan. Bedanya, Climate Hack berfokus memberdayakan pemuda Asia mengembangkan solusi teknologi iklim, sedangkan SEAPAW menggalang kolaborasi beragam pemangku kepentingan untuk solusi adaptasi perubahan iklim jangka menengah-panjang.
SIF juga aktif berkolaborasi dengan institusi di Indonesia dengan rekam jejak 33 tahun kemitraan dan lebih dari 100 inisiatif bersama di berbagai sektor dalam tiga dekade terakhir.
“Kami percaya pada kekuatan kolaborasi. Indonesia adalah mitra penting, dan kami siap membuka sebanyak mungkin peluang kerja sama,” ujar Rebecca Boon.
Climate Hack 2024 bukan hanya tentang siapa yang menang, tapi tentang membangun solidaritas lintas negara, mendukung pemuda dalam menyuarakan perubahan, dan membuktikan bahwa dari ide-ide kecil, bisa lahir solusi besar. (Z-1)
Data dari Teleskop James Webb mengungkap kabut kompleks di Pluto yang mengatur iklimnya.
Verified for Climate dan Iklim mempunyai keyakinan yang sama: cerita (storytelling) adalah kunci untuk menyambungkan masyarakat dengan fakta, dan menginspirasi aksi iklim.
Ilmuwan Eropa mengejar reentry satelit Salsa untuk mengungkap proses pembakaran di atmosfer. Temuan ini mengungkap ancaman polusi aluminium dari satelit terhadap ozon dan iklim Bumi.
RATUSAN ribu orang terpaksa mengungsi akibat bencana iklim tahun lalu.
MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyiapkan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk ikut membeli gabah dan beras petani dengan dana komersial
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Masuknya genangan rob tak hanya ke permukiman warga di pesisir pantai, tapi sudah meluap sampai ke jalan raya
Menko AHY paparkan tiga langkah konkret atasi urbanisasi dan krisis iklim global di Forum BRICS, fokus pada keadilan sosial, lingkungan, dan infrastruktur berkelanjutan.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Bagi korporasi, penerapan konsep environmental, social, and governance (ESG) menjadi hal yang semakin penting untuk bisa diimplementasikan.
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved