Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ekosistem MBG yang Besar Diimbangi Kolaborasi Kuat

M Iqbal Al Machmudi
16/1/2025 15:15
Ekosistem MBG yang Besar Diimbangi Kolaborasi Kuat
Siswa menyantap hidangan makan bergizi gratis di SD Barunawati, Palmerah, Jakarta Barat, Senin (6/1/2025)(MI/USMAN ISKANDAR)

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru berjalan beberapa hari memiliki tujuan untuk meningkatkan gizi anak, ibu hamil, dan balita. Cakupan penerima manfaat yang besar, ditambah dengan anggaran yang signifikan, harus didukung oleh ekosistem yang memadai.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menilai MBG bukan sekadar memberikan makanan bergizi kepada penerima manfaat. Dengan ekosistem yang dibangun, program ini tidak berhenti hanya pada pemberian makanan. Program ini juga mencakup pemberdayaan petani dan peternak, penyediaan dapur yang dikelola ahli gizi serta didukung masyarakat sebagai juru masaknya, hingga memastikan makanan bergizi tersaji di depan penerima manfaat.

“Dari konsepnya, MBG ini adalah program dari hulu ke hilir yang sangat baik. Program ini membentuk ekosistem untuk memastikan masyarakat mendapatkan makanan bergizi. Oleh karena itu, kita perlu mendukung bersama agar program ini berkelanjutan," kata Edy, Kamis (16/1).

Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan bahwa ada program di kementerian lain yang memiliki tujuan serupa. Misalnya, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang selama ini berada di bawah naungan Kemenkes, serta program percepatan penurunan stunting yang sebelumnya dikomandoi BKKBN dan kini menjadi bagian dari Kemendukbangga.

“Program-program ini memiliki visi yang sama, yaitu untuk meningkatkan gizi masyarakat. Program yang sudah berjalan tentu memiliki pengalaman dan ekosistem yang dapat diterapkan di MBG,” jelas Edy.

Edy juga mencontohkan keberadaan Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang selama ini menjadi andalan dalam penyuluhan hingga deteksi dini stunting. TPK terdiri dari bidan, kader PKK, dan kader KB dengan jumlah sekitar 200.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

“TPK sudah mengenal wilayahnya dengan baik, termasuk siapa yang berisiko stunting dan siapa yang sudah mengalami stunting. Mereka bisa direkrut oleh Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG). Saya yakin mereka memahami karakteristik wilayah masing-masing,” ungkapnya.

Selain potensi kolaborasi dalam program dan sumber daya manusia (SDM), Edy juga menyoroti pentingnya sinkronisasi pendanaan. MBG membutuhkan anggaran yang besar. Komisi IX telah menyetujui alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun untuk tahun ini. Sementara itu, anggaran percepatan penurunan stunting nasional pada tahun 2024 mencapai Rp188,3 triliun, termasuk belanja K/L dan dana alokasi khusus.

“Sharing program dan sharing anggaran untuk bersama-sama meningkatkan kualitas gizi masyarakat sangat mungkin dilakukan. Apalagi Komisi IX adalah mitra dari BGN, Kemenkes, dan Kemendukbangga. Sinergi ini dapat kami diskusikan lebih lanjut,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya