Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Wacana Libur Sekolah Satu Bulan Saat Ramadan Perlu Dikaji Secara Matang Sebelum Disahkan

Despian Nurhidayat
04/1/2025 10:13
Wacana Libur Sekolah Satu Bulan Saat Ramadan Perlu Dikaji Secara Matang Sebelum Disahkan
Ilustrasi--Peserta sedang mengikuti latihan jurnalistik dan fotografer syariah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pidie, Aceh. Menimba ilmu di luar jam mata pelajaran pokok itu digelar dalam rangka mengisi bulan Ramadan 1445 H/2024 M.(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) memperhatikan wacana pemerintah meliburkan sekolah selama Ramadan. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim menyebut ada lima faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan Pemerintah dalam menetapkan kebijakan ini.

Pertama, prinsip utama layanan pendidikan dan pemenuhan hak anak dalam pendidikan. Prinsipnya, layanan belajar berlaku untuk semua siswa. Jika libur ini berlaku secara nasional, hal itu berdampak juga pada siswa non-Islam.

“Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa nonmuslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur,” ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, Sabtu (4/1). 

Kedua, para guru sekolah/madrasah swasta khawatir gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh. Karena orangtua pun keberatan membayar iuran SPP saat anak mereka libur sekolah.

"Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gaji mereka secara signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah Idul Fitri keluarga meningkat," lanjutnya.

Data menunjukkan 95% madrasah berstatus swasta dan sebagian madrasah swasta itu dikelola dengan SDM dan anggaran minim. Gaji gurunya pun di bawah Rp1 juta per bulan. 

Pemerintah mesti memikirkan nasib dan kesejahteraan guru swasta kecil, jika sekolah libur sebulan penuh.

Ketiga, menurut Satriwan, setiap Ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran selama Ramadan dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

“Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan Ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program Pesantren Ramadan. Jadi opsinya ada banyak," lanjut Satriwan.

Siswa tetap belajar menuntaskan kurikulum, tapi juga tidak meninggalkan aktivitas spiritual Ramadan. Sekolah membuat program pembelajaran khusus Ramadan.

Ramadan menjadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.

Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan Ramadan. Sebab sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.

"Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal," papar Satriwan.

Keempat, lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orangtua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orangtua. 

“Tapi faktanya orangtua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orangtuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah," lanjutnya.

Kelima, Pemerintah hendaknya mempertimbangkan dampak negatif libur berkepanjangan.

Dampak tersebut di antaranya akan menambah learning loss. Gap terlalu lama tidak belajar di beberapa negara subtropis yang memiliki musim panas, mereka juga meliburkan siswanya. Namun dibarengi dengan kegiatan perkemahan atau kursus intensif di luar sekolah. Harus ada persiapan ketika bulan Ramadan tidak sekolah.

Selain itu, waktu libur di rumah akan terforsir untuk screentime. Adiksi remaja pada gawai telah menjadi masalah global sekarang. Alih-alih mengisi Ramadan di rumah, yang terjadi anak asyik bermain media sosial internet seharian penuh.

"Jangan sampai libur selama Ramadan menjadi ajang anak lama-lama berselancar di dunia maya, mengakses konten negatif kekerasan, game online, bahkan pornografi," ucap Satriwan.

Sementara itu, siklus kekerasan yang dilakukan remaja pada musim liburan kemungkinan meningkat. Ini akan menemukan momentumnya saat libur Ramadan, karena memang banyak kasus tawuran dan kekerasan lainnya terjadi pada musim libur. 

“Apalagi Ramadan itu anak-anak remaja berkesempatan keluar malam lebih lama. Bahkan sampai sahur. Ini perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat," lanjutnya.

Di beberapa wilayah Indonesia, sudah dilarang kegiatan Sahur on The Road, karena seringkali menimbulkan perkelahian dan tindak pidana lainnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya