Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tradisi Banser Jaga Gereja Saat Natal, Warisan Gus Dur yang Merajut Kebhinekaan

Nur Amalina
11/12/2024 11:12
Tradisi Banser Jaga Gereja Saat Natal, Warisan Gus Dur yang Merajut Kebhinekaan
Ilustrasi(Antara)

DI Indonesia, perayaan Natal bukan hanya menjadi momen penting bagi umat Kristiani, tetapi juga sebuah kesempatan untuk memperlihatkan semangat kebersamaan dan toleransi antarumat beragama. 

Salah satu tradisi yang unik dan penuh makna adalah keterlibatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dalam menjaga gereja-gereja selama perayaan Natal. 

Tradisi ini, yang terus berlangsung hingga hari ini, bermula dari kebijakan visioner Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.

Pada akhir 1990-an, Indonesia menghadapi konflik horizontal yang mengkhawatirkan, terutama di Ambon pada 1999, ketika ketegangan antarumat Kristen dan Islam memuncak dalam bentuk kekerasan. 

Namun, Gus Dur, yang saat itu menjabat sebagai Presiden, menunjukkan kepemimpinan yang penuh kebijaksanaan. Alih-alih merespons dengan mengirimkan pasukan atau kelompok bersenjata, Gus Dur memilih untuk melerai konflik dan mengedepankan perdamaian antarumat beragama.

Salah satu langkah besar yang diambil Gus Dur adalah memerintahkan Banser untuk menjaga gereja-gereja di berbagai daerah saat perayaan Natal. 

Langkah ini bukan hanya sekadar tindakan keamanan, tetapi juga sebuah pesan yang kuat tentang pentingnya menjaga Indonesia sebagai rumah bagi seluruh warga negaranya, tanpa memandang agama atau suku.

Sejarah Awal Keterlibatan Banser dalam Pengamanan Gereja

Tradisi Banser menjaga gereja saat Natal sebenarnya berakar dari sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada 1996. Pada tahun itu, kerusuhan massa terjadi di gereja Situbondo, Jawa Timur, yang berujung pada pembakaran gereja tersebut oleh sekelompok orang. 

Melihat peristiwa tersebut, Gus Dur, yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, merasa tindakan kekerasan terhadap tempat ibadah tidak boleh dibiarkan.

Sebagai respons, Gus Dur menginstruksikan Banser untuk menjaga gereja-gereja saat perayaan Natal agar umat Kristiani dapat merayakan hari besar mereka dengan aman. 

“Gereja adalah bagian dari tanah air ini dan tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah apapun di Bumi Indonesia,” tegas Gus Dur saat menjelaskan kebijakannya. 

Hal itu menggambarkan betapa dalamnya pemikiran Gus Dur tentang pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, kebijakan Gus Dur tersebut tidak hanya bertahan, tetapi semakin melembaga. 

Setiap perayaan Natal, Banser selalu siap siaga menjaga gereja-gereja di berbagai daerah, memastikan agar umat Kristiani bisa merayakan Natal dengan tenang.

Salah satu momen yang tidak terlupakan dalam sejarah ini terjadi pada 2000, ketika seorang anggota Banser, Riyanto, gugur saat menjalankan tugasnya menjaga gereja Eben Haezar. 

Riyanto menjadi korban bom yang sengaja diledakkan untuk mengganggu ibadah Natal. Kepahlawanannya menjadi simbol pengorbanan demi keselamatan saudara-saudara sebangsa yang merayakan Natal.

Pesan Gus Dur Terhadap Toleransi dan Perlindungan Umat Minoritas

Apa yang dilakukan Gus Dur dengan menginstruksikan Banser menjaga gereja tidak hanya sekadar menunjukkan semangat toleransi dan kebhinekaan. 

Di balik itu, terdapat pesan yang sangat dalam tentang pentingnya melindungi umat Islam yang menjadi minoritas di berbagai daerah, terutama di luar Jawa. 

Gus Dur tidak hanya ingin melindungi umat Kristiani, tetapi juga ingin memastikan bahwa umat Islam yang berada di daerah-daerah tertentu, seperti Papua dan Sulawesi, bisa menjalankan ibadah Idul Fitri dengan aman.

“Seakan-akan Gus Dur ingin berkata, ‘Hai orang-orang Nasrani, para romo dan pendeta, kami memerintahkan Banser untuk menjaga gereja kalian. Maka lindungilah saudara-saudara kami ketika melaksanakan Idul Fitri di Papua, Sulawesi, dan sebagainya,’” ungkap Rijal Mumazziq Z, seorang tokoh muda NU, dalam sebuah sarasehan kebhinekaan. 

Gus Dur tidak hanya berbicara tentang perdamaian antarumat beragama, tetapi juga menanamkan prinsip bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua warga, tanpa memandang agama, suku, atau ras.

Tradisi Banser menjaga gereja saat Natal merupakan warisan Gus Dur yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. 

Melalui tindakan ini, Gus Dur mengajarkan kita pentingnya toleransi, saling menghargai, dan melindungi tempat ibadah setiap agama. 

Tradisi ini mengingatkan kita bahwa kebhinekaan adalah kekuatan, bukan pemecah belah, dan bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua umat, tanpa memandang perbedaan agama.

Ketika kita melihat Banser berdiri dengan teguh di depan gereja, kita bukan hanya melihat mereka sebagai penjaga fisik, tetapi juga sebagai simbol dari keberagaman yang terjaga, sebuah perwujudan dari harapan Gus Dur untuk Indonesia yang damai, adil, dan toleran. Sebuah harapan yang terus hidup dalam setiap tindakan mereka. (Nahdlatul Ulama/Z-1))



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya