Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DI Indonesia, perayaan Natal bukan hanya menjadi momen penting bagi umat Kristiani, tetapi juga sebuah kesempatan untuk memperlihatkan semangat kebersamaan dan toleransi antarumat beragama.
Salah satu tradisi yang unik dan penuh makna adalah keterlibatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) dalam menjaga gereja-gereja selama perayaan Natal.
Tradisi ini, yang terus berlangsung hingga hari ini, bermula dari kebijakan visioner Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.
Pada akhir 1990-an, Indonesia menghadapi konflik horizontal yang mengkhawatirkan, terutama di Ambon pada 1999, ketika ketegangan antarumat Kristen dan Islam memuncak dalam bentuk kekerasan.
Namun, Gus Dur, yang saat itu menjabat sebagai Presiden, menunjukkan kepemimpinan yang penuh kebijaksanaan. Alih-alih merespons dengan mengirimkan pasukan atau kelompok bersenjata, Gus Dur memilih untuk melerai konflik dan mengedepankan perdamaian antarumat beragama.
Salah satu langkah besar yang diambil Gus Dur adalah memerintahkan Banser untuk menjaga gereja-gereja di berbagai daerah saat perayaan Natal.
Langkah ini bukan hanya sekadar tindakan keamanan, tetapi juga sebuah pesan yang kuat tentang pentingnya menjaga Indonesia sebagai rumah bagi seluruh warga negaranya, tanpa memandang agama atau suku.
Tradisi Banser menjaga gereja saat Natal sebenarnya berakar dari sebuah peristiwa kelam yang terjadi pada 1996. Pada tahun itu, kerusuhan massa terjadi di gereja Situbondo, Jawa Timur, yang berujung pada pembakaran gereja tersebut oleh sekelompok orang.
Melihat peristiwa tersebut, Gus Dur, yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU, merasa tindakan kekerasan terhadap tempat ibadah tidak boleh dibiarkan.
Sebagai respons, Gus Dur menginstruksikan Banser untuk menjaga gereja-gereja saat perayaan Natal agar umat Kristiani dapat merayakan hari besar mereka dengan aman.
“Gereja adalah bagian dari tanah air ini dan tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah apapun di Bumi Indonesia,” tegas Gus Dur saat menjelaskan kebijakannya.
Hal itu menggambarkan betapa dalamnya pemikiran Gus Dur tentang pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, kebijakan Gus Dur tersebut tidak hanya bertahan, tetapi semakin melembaga.
Setiap perayaan Natal, Banser selalu siap siaga menjaga gereja-gereja di berbagai daerah, memastikan agar umat Kristiani bisa merayakan Natal dengan tenang.
Salah satu momen yang tidak terlupakan dalam sejarah ini terjadi pada 2000, ketika seorang anggota Banser, Riyanto, gugur saat menjalankan tugasnya menjaga gereja Eben Haezar.
Riyanto menjadi korban bom yang sengaja diledakkan untuk mengganggu ibadah Natal. Kepahlawanannya menjadi simbol pengorbanan demi keselamatan saudara-saudara sebangsa yang merayakan Natal.
Apa yang dilakukan Gus Dur dengan menginstruksikan Banser menjaga gereja tidak hanya sekadar menunjukkan semangat toleransi dan kebhinekaan.
Di balik itu, terdapat pesan yang sangat dalam tentang pentingnya melindungi umat Islam yang menjadi minoritas di berbagai daerah, terutama di luar Jawa.
Gus Dur tidak hanya ingin melindungi umat Kristiani, tetapi juga ingin memastikan bahwa umat Islam yang berada di daerah-daerah tertentu, seperti Papua dan Sulawesi, bisa menjalankan ibadah Idul Fitri dengan aman.
“Seakan-akan Gus Dur ingin berkata, ‘Hai orang-orang Nasrani, para romo dan pendeta, kami memerintahkan Banser untuk menjaga gereja kalian. Maka lindungilah saudara-saudara kami ketika melaksanakan Idul Fitri di Papua, Sulawesi, dan sebagainya,’” ungkap Rijal Mumazziq Z, seorang tokoh muda NU, dalam sebuah sarasehan kebhinekaan.
Gus Dur tidak hanya berbicara tentang perdamaian antarumat beragama, tetapi juga menanamkan prinsip bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua warga, tanpa memandang agama, suku, atau ras.
Tradisi Banser menjaga gereja saat Natal merupakan warisan Gus Dur yang sangat penting dalam sejarah Indonesia.
Melalui tindakan ini, Gus Dur mengajarkan kita pentingnya toleransi, saling menghargai, dan melindungi tempat ibadah setiap agama.
Tradisi ini mengingatkan kita bahwa kebhinekaan adalah kekuatan, bukan pemecah belah, dan bahwa Indonesia adalah rumah bagi semua umat, tanpa memandang perbedaan agama.
Ketika kita melihat Banser berdiri dengan teguh di depan gereja, kita bukan hanya melihat mereka sebagai penjaga fisik, tetapi juga sebagai simbol dari keberagaman yang terjaga, sebuah perwujudan dari harapan Gus Dur untuk Indonesia yang damai, adil, dan toleran. Sebuah harapan yang terus hidup dalam setiap tindakan mereka. (Nahdlatul Ulama/Z-1))
Paus Leo XIV menambahkan bahwa Gereja perlu membuka diri pada pemahaman baru mengenai peran dan tugas perempuan dalam pelayanan dan soal kepemimpinan.
KARDINAL Robert Francis Prevost terpilih menjadi Paus ke-267 dengan memilih nama Paus Leo XIV menggantikan mendiang Paus Fransiskus.
OTORITAS Gereja Katolik tengah mempersiapkan konklaf kepausan berikutnya pada Rabu (7/5).
Selain soal kebersihan lingkungan, dia juga berharap agar gereja dapat menyampaikan pesan-pesan dan nasihat terkait dengan penggunaan media sosial yang kini semakin meninggalkan tata krama.
Paskah merupakan peristiwa kebangkitan Yesus yang hidup, yang memanggil umat percaya dan yang menyatakan kuasa-Nya.
Dalam perayaan ke-75 tahun itu, PGI akan menggelar berbagai kegiatan seperti bakti sosial, program beasiswa, serta perayaan yang memperkuat soliditas internal gereja.
MENJELANG perayaan Lebaran 2025, Posko Mudik Banser 2025 memberikan pelayanan dengan beragam fasilitas kepada para pemudik.
Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di 9 kabupaten/kota di Bali telah diarahkan untuk bekerja sama dengan pihak gereja, pemerintah daerah, serta aparat keamanan.
Ribuan anggota Banser se-Daerah Istimewa Yogyakarta dan ormas mengikuti apel dukung Yogyakarta tanpa miras di Lapangan Pondok Pesantren Minggir, Sleman, Minggu (03/11) siang.
KETUA Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meminta seluruh anggota Banser, Ansor, dan Pagar Nusantara di Bali menghentikan apel siaga.
PARA raja atau penglinsir beberapa Puri di Bali sepakat menolak apel Akbar Banser NU yang ingin melaksanakan apel kesetiaan kepada NKRI di Bali.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved