Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
ANAK pejuang kanker rentan mengalami masalah kesehatan mental. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan tahun 2015, 59% anak dengan kanker mengalami masalah mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, hingga post traumatic disorder (PTSD).
Menurut Ketua Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, Tyas Amalia, dengan kerentanan anak pejuang kanker mengalami masalah kesehatan mental, diperlukan dukungan psikososial untuk anak pejuang kanker.
"Di sinilah pentingnya peran berbagai macam ahli dan pihak dalam menangani kanker pada anak, seperti melibatkan pekerja sosial profesional dalam kebutuhan keseharian," katanya, seperti dilansir dari siaran pers yang diterima Media Indonesia.
Ribuan anak di Indonesia tidak hanya mengalami perubahan kondisi fisik tetapi juga psikologis dalam perjuangan melawan kanker. Pendekatan holistik seperti memperhatikan dan memenuhi kebutuhan psikososial anak hingga kolaborasi berbagai pihak dapat mendukung pengobatan kanker pada anak secara maksimal.
Yayasan Pita Kuning Indonesia sejak 2016 telah berusaha memberikan pendampingan psikososial holistik dan berkelanjutan untuk anak dan keluarga pejuang kanker.
Pekerja sosial yang sudah tersertifikasi di Pita Kuning berperan memberikan asesmen fisik dan psikologis untuk anak dan keluarga, advokasi, sosialisasi, hingga menghubungkan kepada ahli seperti psikolog dan psikiater. Hal tersebut bertujuan untuk mendukung kelancaran dan mengurangi dampak psikososial dari perawatan medis anak dengan kanker.
Dalam sebuah publikasi untuk memahami kebutuhan psikososial anak dengan kanker yang ditulis oleh Datta pada 2019, mengungkapkan tantangan kesehatan mental yang dialami terjadi karena 3 hal, sebagai berikut.
1. Prosedur pengobatan
Kecemasan dapat dialami oleh anak dengan kanker pada setiap tahap pengobatan. Seperti, pada tahap awal anak baru saja terdiagnosis kanker, prosedur yang menyakitkan seperti pengambilan sampel dari sumsum tulang belakang dapat menyebabkan anak merasa takut yang berat.
Anak-anak pejuang kanker menjadi lebih mudah merasa panik ketika akan ke rumah sakit dan tidak berani bertemu dengan staf kesehatan. Selain itu, tingkat kecemasan anak juga dapat meningkat apabila anak menyadari orangtuanya terlihat khawatir.
2. Perubahan Aktivitas Sosial
Dengan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit dan menjalani pengobatan, anak-anak pejuang kanker mengalami perubahan aktivitas sosial secara drastis. Anak-anak yang sebelumnya aktif bermain, kehilangan momen berinteraksi dengan teman sebayanya.
Sebagian besar anak-anak harus berhenti bersekolah dan tidak dapat mengikuti kegiatan yang biasa anak lakukan. Perubahan kondisi yang tidak pasti ini mengakibatkan anak mengalami berbagai macam kondisi masalah mental, seperti stress, perubahan mood, hingga depresi.
3. Perubahan fisik
Selain perubahan aktivitas keseharian, anak dengan kanker juga rentan dengan kesehatan mental karena perubahan fisiknya. Beberapa anak mengalami masalah terhadap citra tubuhnya mendapati tubuhnya berubah akibat pengobatan, seperti kebotakan dan kehilangan anggota badan karena amputasi. Anak-anak dengan kanker merasa berbeda dan kurang percaya diri. (M-4)
Fenomena ini, menurut Kak Seto, tak lepas dari lemahnya interaksi sosial di dunia nyata, yang semakin tergeser oleh aktivitas di dunia maya.
Dengan kandungan air yang tinggi, melon menjadi pilihan yang sangat baik untuk mengatasi rasa haus.
Olahraga selama ini identik dengan tubuh bugar dan sehat. Namun, manfaatnya melampaui aspek fisik — kesehatan mental juga ikut terjaga.
Screen time yang berlebihan dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, baik itu kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Olahraga bukan hanya untuk fisik, tapi juga kesehatan mental. Temukan bagaimana aktivitas fisik dapat meredakan stres, depresi, dan tingkatkan suasana hati.
Benarkan bulan punya efek signifikan pada gangguan tidur, kesehatan menatl dan siklus menstruasi?
Banyak yang keliru membedakan antara kecemasan (anxiety) dan depresi. Ini perbedaannya.
Kekurangan kasih sayang bukan hanya soal perasaan, dalam jangka panjang, dampaknya bisa sangat serius bagi kesehatan mental dan fisik
PENELITIAN di Finlandia menemukan hubungan antara mikrobioma atau bakteri usus tertentu dan depresi. Hasil penelitian itu dimuat dalam laman Science.
Diet yang mengurangi asupkan kalori secara ekstrem, bisa berdampak serius pada kesehatan mental.
Orang depresi dalam kondisi relapse bisa sangat sulit untuk membuka mata, apalagi berinteraksi atau melakukan aktivitas.
"Kalimat 'semangat ya' itu seringkali tidak membantu, malah memperburuk keadaan. Lebih baik katakan, 'aku nggak tahu kamu sedang melalui apa, tapi aku ada di sini kalau kamu butuh'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved